V. GAMBARAN UMUM PDAM DKI JAKARTA
5.1. Gambaran Umum Wilayah DKI Jakarta
Propinsi DKI Jakarta terletak pada 6
o
12’ lintang selatan dan 106
o
48’ bujur timur dengan luas wilayah kurang lebih 661,26 km
2
. Jumlah penduduk menurut Badan Pusat Statistik pada Jakarta Dalam Angka tahun 2005 menunjukkan
penduduk yang tinggal di wilayah DKI Jakarta sebanyak 7.521.520 jiwa dari 1.868.838 kepala keluarga yang terdiri dari 3.839.539 jiwa penduduk laki-laki dan
3.681.981 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk yang terjadi adalah sebesar 11.345,95 jiwakm
2
BPS, 2005. Topografi wilayah DKI Jakarta dikategorikan sebagai dataran rendah dengan ketinggian tanah dari pantai sampai
ke Banjir Kanal berkisar antara 5-50 m di atas permukaan laut. Kondisi topografi seperti inilah yang menyebabkan sulit untuk memperoleh air bersih karena adanya
kandungan garam terutama di wilayah Jakarta bagian utara. Wilayah propinsi DKI Jakarta dilintasi oleh sekitar 13 buah sungai dan anak sungai, baik sungai alami
maupun saluran buatan yang umumnya mengalir dari selatan ke utara. Namun karena sebagian air sungai telah tercemar maka masyarakat tidak dapat
menggunakan air sungai sebagai sarana air bersih. DKI Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara dan dengan
Kabupaten Bogor serta Kotamadya Depok di sebelah selatan. Di sebelah timur DKI Jakarta berbatasan dengan Kotamadya dan Kabupaten Bekasi dan sebelah
barat dengan propinsi Banten. Kabupaten-Kabupaten dan Kotamadya-Kotamadya yang merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat dan Banten ini merupakan
daerah penyangga kebutuhan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta. Hal ini disebabkan sebagian pasokan air PDAM juga didistribusikan dari wilayah-
wilayah tersebut. DKI Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu rata-rata berkisar
28,0 derajat pada siang hari maksimum dan curah hujan sepanjang tahun mencapai 2288,9 mm. Keadaan alam di daerah sebelah selatan Jakarta
mempunyai iklim yang relatif sejuk dan sebagian area ini digunakan sebagai daerah resapan air.
5.2. Gambaran Umum PDAM DKI Jakarta.
5.2.1. Sejarah dan Perkembangan PDAM DKI Jakarta
PDAM DKI Jakarta awal berdiri pada tahun 1918 dengan nama Waterleidingen Bedriff
, sebuah perusahaan milik pemerintah Hindia Belanda yang memberikan pelayanan terhadap penyediaan air minum bagi warga Batavia.
Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum PAM Jaya pada tahun 1968. Pada tanggal 22 Desember 1922 untuk pertama
kalinya dialirkan air minum dari sumbernya di Ciburial, Bogor ke Batavia menggunakan pipa berdiameter 500 mm sepanjang 53,231 km berkapasitas 500
liter per detik dengan sistem gravitasi. Selanjutnya setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari jadi PAM Jaya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Waterleidingen Bedriff dikelola oleh bangsa Indonesia. Pelayanan
air minum kemudian dilaksanakan oleh Dinas Saluran Air Minum Kota Praja di bawah Kesatuan Pekerjaan Umum Kota Praja. Pada tahun 1968 PDAM DKI
Jakarta dipisahkan dari Dinas Pekerjaan Umum melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1b3221968 tanggal 10 Desember 1968. Selanjutnya untuk bisa
memenuhi kebutuhan air minum warga DKI Jakarta yang kian hari meningkat, pemerintah membangun beberapa instalasi produksi dan miniplant. Dengan
dibangunnya instalasi produksi dan miniplant tersebut, produksi air bersih PAM Jaya pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini diikuti juga oleh
peningkatan jumlah pelanggan dan mencapai puncaknya pada tahun 1996 karena adanya layanan prima. Layanan prima ini memungkinkan pelanggan melakukan
pemasangan baru langsung sehari setelah mendaftar dan untuk biaya penyambungan dapat diangsur sampai 12 bulan tanpa bunga.
Pada bulan Februari 1998, PAM Jaya melaksanakan kontrak kerjasama dalam bentuk kontrak konsesi modifikasi yang berjangka waktu 25 tahun dengan
dua perusahaan pengelola air minum asing, yaitu Thames Water Overseas Ltd dari Inggris yang selanjutnya membentuk PT. Thames PAM Jaya TPJ dan dengan
Ondeo Suez Lyonaise des Eaux dari Perancis membentuk PT. PAM Lyonaise Jaya
Palyja. Dasar hukum kerjasama modifikasi tersebut adalah Peraturan Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 13 tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Permendagri Nomor 4 tahun 1990
tentang Tatacara Kerjasama Antara Perusahaan Daerah Dengan Pihak Ketiga serta Permendagri 9 tahun 1995, dan Inmendagri Nomor 21 tahun 1996 tanggal 22 Juli
1996 tentang Petunjuk Kerjasama Antara Perusahaan Air Minum Dengan Pihak Swasta.
Setelah kontrak konsesi disepakati, Palyja melakukan pelayanan air bersih untuk masyarakat di wilayah DKI Jakarta bagian barat zone 1, 4 dan 5 dengan
kapasitas 9.075 liter per detik dan jumlah pelanggan sebanyak 371.440 pelanggan, sedangkan TPJ melayani wilayah bagian timur zone 2, 3 dan 6 dengan kapasitas
9.185 liter per detik dan melayani 347.354 pelanggan, seperti terlihat pada Lampiran 12. Dalam kontrak juga disebutkan bahwa seluruh sistem pelayanan air
Jakarta diberikan kepada kedua perusahaan, yaitu suplai air bersih, treatment plant
, sistem distribusi, pencatatan dan penagihan, juga bangunan-bangunan kantor milik PAM Jaya, dengan imbalan, kedua perusahaan tersebut setuju untuk
membayar utang PAM Jaya sebesar 231 juta USD. Dalam kontrak juga disebutkan bahwa baik Thames maupun Suez harus memperbanyak sambungan
saluran air menjadi sebanyak 757.129 sambungan, hampir dua kali lipat jumlah sambungan pada saat pertama mereka ambil alih. Selain itu, dalam kontrak juga
dinyatakan bahwa mereka harus sudah melayani 70 persen dari keseluruhan populasi di Jakarta dalam kurun waktu 5 tahun. Tingkat kebocoran juga harus
dikurangi sampai 35 persen dalam 5 tahun itu. Sedangkan peran PAM Jaya adalah sebagai pengawas atau pengontrol
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Palyja dan TPJ. Namun PAM Jaya tetap memiliki hak untuk mengajukan usulan susunan tarif air kepada pemerintah.
Dengan adanya kerjasama ini maka terjadi perpindahan sebagian pegawai PAM Jaya ke Palyja maupun TPJ. Begitu juga dengan pendapatan yang diterima dari
rekening pembayaran oleh pelanggan, terdapat sistem pembagian untuk masing- masing pihak yang telah disetujui bersama.
Semenjak adanya kerjasama ini terjadi perubahan baik dari segi produksi maupun segi biaya yang harus dikeluarkan PAM Jaya serta tingkat kebocoran
yang semakin menurun. Jumlah produksi air bersih menurun dari sebanyak 466,40 juta m
3
sebelum adanya konsesi 1997 menjadi sebanyak 396,41 juta m
3
. Biaya pengelolaan mengalami peningkatan dari sebesar Rp 313,30 milyar
sebelum adanya konsesi 1997 menjadi sebesar Rp 434,04 miyar setelah konsesi 1998. Sedangkan tingkat kebocoran dapat dikurangi dengan laju pertumbuhan
yang negatif setelah adanya konsesi. Jumlah pelanggan pun terus mengalami peningkatan hingga mencapai 718.794 pelanggan pada semester pertama 2006.
5.2.2. Sarana Produksi, Kapasitas Produksi dan Distribusi Air Bersih
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan sehat bagi masyarakat DKI Jakarta, PAM Jaya telah meningkatkan jumlah produksinya. Total kapasitas air
bersih terpasang hingga tahun 2006 adalah 18.260 liter per detik. Kapasitas ini diperoleh dari beberapa instalasi yang dimiliki PAM Jaya
diantaranya dari empat buah instalasi produksi besar IPA Pejompongan I dan II, IPA Buaran serta IPA Pulo Gadung dengan total produksi 14.600 liter per detik,
dan dari beberapa instalasi sedangkecil dengan total produksi 3.400 liter per detik. Jumlah ini masih ditambah dengan pembelian air bersih dari Ciburial,
Bogor sebesar 185 liter per detik, dan dari perumahan Cengkareng sebanyak 75 liter per detik. Selengkapnya data ini dapat dilihat pada Table 3.
Tabel 3. Instalasi Produksi Air PDAM DKI Jakarta No.
Instalasi Produksi
Kapasitas Produksi
literdetik Sumber Air Baku
1 Pejompongan I
2.000 2 Pejompongan
II 3.600
3 Buaran 5.000
4 Pulo Gadung
4.000 5 Taman
Kota 200
6 Cilandak 400
7 Cisadane 2.800
8 Ciburial 185
9 Cengkareng 75
Air Kanal S. Ciliwung dan Jatiluhur Kali Krukut
Kanal Tarum Barat Jatiluhur Kali Pesanggrahan
Saluran Bekasi Tengah Kali Ciliwung
Sumber: PAM Jaya, 2006
Distribusi air dari instalasi produksi ke wilayah-wilayah pemakai dilakukan dengan pemompaan, kecuali air dari Gudang Air, Kampung Rambutan
yang airnya berasal dari Ciburial, Bogor. Pendistribusian air asal Ciburial ini dilakukan dengan sistem gravitasi. Untuk menaikkan kembali tekanan air
dibangun instalasi pompa tekan booster pump. Sampai saat ini beberapa booster pump
digunakan untuk menaikkan tekanan di jaringan perpipaan. Berdasarkan diameter pipa, jaringan pipa distribusi PAM Jaya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
pipa primer, pipa sekunder dan pipa tersier. Berdasarkan bahan pipa, jaringan pipa PAM Jaya menggunakan pipa DCIP, steel pipe, GIP, PVC, fiber glass, HDPE dan
CIP. Distribusi pelayanan air bersih PAM Jaya lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 11.
5.2.3. Struktur Penerimaan dan Pengelolaan PAM Jaya
Karena PAM Jaya merupakan perusahaan yang hanya berproduksi satu jenis barang yaitu air bersih maka penerimaan PAM Jaya berasal dari pembayaran
rekening air oleh para pelanggan. Tabel 4 berikut menyajikan struktur penerimaan
PAM Jaya dan pengelolaan air bersih dilihat dari jumlah produksi air bersih dan jumlah air yang terbayarkan oleh pelanggan.
Tabel 4. Struktur Penerimaan dan Pengelolaan Air PAM Jaya Tahun 1992- 2004
Produksi Air PDAM
Air PDAM Terjual
Air yang Hilang
Efisiensi Produksi
Penerimaan LabaRugi
Tahun Juta m3
juta m3 juta m3
Air PAM Jaya
milyar Rp
1992 312,12 143,74 168,38 0,46 9,69
1993 339,18 159,94 179,24 0,47 6,95
1994 344,23 168,31 175,92 0,49 14,72
1995 347,14 166,38 180,77 0,48 27,63
1996 409,43 176,44 232,98 0,43 2,15
1997 466,40 201,57 264,83 0,43 11,14
1998 497,60 181,13 316,47 0,36 -101,97
1999 475,70 207,63 268,07 0,44 -338,47
2000 381,71 228,35 222,72 0,51 -449,30
2001 399,75 237,19 235,61 0,50 -419,99
2002 407,05 255,16 228,72 0,53 -331,89
2003 416,40 274,10 142,30 0,66 -228,81
2004 432,50 270,91 161,59 0,63 -13,46
Sumber: PAM Jaya, 2006
Pada masa sebelum adanya konsesi tahun 1992 hingga tahun 1997, PAM Jaya selalu mendapat penerimaan yang positif setiap tahunnya, artinya PAM Jaya
memperoleh laba usaha. Namun setelah adanya konsesi sejak tahun 1998, PAM Jaya selalu mengalami kerugian yang jumlahnya terus meningkat. Hal ini
disebabkan oleh adanya kewajiban membayar mengganti biaya pengelolaan air bersih dalam bentuk imbalan water charge kepada dua mitra asing sesuai
dengan persentase bagian yang telah disepakati bersama. Tingginya biaya pengelolaan dan sedikitnya air bersih yang terjual
menimbulkan kerugian bagi PAM Jaya karena PAM Jaya tetap harus mengganti keseluruhan biaya-biaya pengelolaan yang dikeluarkan oleh Palyja dan TPJ dalam
proses produksi dan distribusi air kepada pelanggan, termasuk untuk membayar
gaji pegawai pada mitra swasta asing tersebut. Selain itu, dalam penetapan tarif air terdapat sejumlah subsidi yang diberikan oleh PAM Jaya dan Pemda DKI Jakarta
dalam rangka menekan tarif air agar lebih terjangkau oleh golongan pelanggan yang kurang mampu. Subsidi ini termasuk ke dalam biaya penggantian untuk
proses produksi dan distribusi yang diberikan oleh PAM Jaya kepada Palyja dan TPJ. Dengan demikian, penerimaan PAM Jaya menjadi lebih kecil jika
dibandingkan sebelum adanya konsesi, sehingga mengakibatkan kerugian bagi PAM Jaya. Hal ini kemudian ditanggulangi dengan adanya kebijakan PTO
Penyesuaian Tarif Otomatis yang memperbolehkan pihak mitra asing untuk menaikkan tarif setiap enam bulan sekali dimulai sejak tahun 2003 hingga tahun
2007. Kenaikkan tarif air bersih ini diharpkan juga diimbangi dengan peningkatan pelayanan air bersih yang dilakukan oleh pihak mitra asing.
Kerugian yang dialami oleh PAM Jaya ini juga sangat dipengaruhi oleh jumlah kebocoran air yang didistribusikan. Seperti terlihat pada Tabel 4, tingkat
kebocoran air semakin meningkat setiap tahunnya dan cenderung lebih besar daripada jumlah air yang terjual kepada pelanggan. Tingkat kebocoran ini juga
dapat dilihat dari efisiensi produksi yang tidak pernah mencapai 50 persen hingga tahun 1999. Hal ini sangat mempengaruhi jumlah penerimaan PAM Jaya dari
rekening air yang sudah pasti berkurang atau lebih kecil daripada biaya-biaya pengelolaan air bersih, sehingga penerimaan tersebut tidak dapat menutupi
pengeluaran biaya pengelolaan air. Sedangkan di sisi lain, PAM Jaya masih tetap harus membayar penggantian biaya operasional pengelolaan air kepada mitra
swasta asing.
5.2.4. Karakteristik Pelanggan PDAM DKI Jakarta
Pelanggan PAM Jaya diklasifikasikan berdasarkan jenis tarif air, yaitu Kelompok I, Kelompok II, Kelompok IIIA, Kelompok IIIB, Kelompok IVA,
Kelompok IVB dan Kelompok VKhusus. Klasifikasi pelanggan PAM Jaya tersebut dijelaskan lebih rinci pada Tabel 5.
Tabel 5. Susunan Tarif Air Minum PDAM DKI Jakarta
Blok Pemakaian dan Tarif Air Minum per M
3
0 - 10 11 - 20
20 No. Kelompok
Pelanggan Rp Rp Rp
1 Kelompok I
950 950
950 2 Kelompok
II 950
950 1.425
3 Kelompok IIIA
3.260 4.280
4.990 4 Kelompok
IIIB 4.465
5.475 6.775
5 Kelompok IVA
6.200 7.400
8.850 6 Kelompok
IVB 11.325
11.325 11.325
7 Kelompok V
Khusus 13.200
13.200 13.200
Sumber: PAM Jaya, 2006
Tabel 5 menunjukkan bahwa PDAM DKI Jakarta memberlakukan tarif yang berrbeda-beda untuk tiap kelompok pengguna air bersih dan berdasarkan
tingkat pemakaian air bersih. Pengelompokkan pelanggan ini didasarkan pada tingkat pendapatan dan tingkatan masyarakat yang ada di wilayah DKI Jakarta.
Perincian lebih lengkapnya mengenai kelompok-kelompok pelanggan PDAM DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 6, dimana akan diuraikankan golongan
pelanggan PDAM menurut kelompok pemakaian air bersih.
Tabel 6. Uraian Golongan Pelanggan PDAM DKI Jakarta Menurut Kelompok
Kelompok I : • Tempat ibadah
• Hidran dan Ledeng Umum • Asrama Badan Sosial
• Rumah Yatim Piatu • Dan Sejenisnya
Kelompok II :
• Rumah Sakit Pemerintah • Rumah Tangga Sangat Sederhana
• Dan Sejenisnya
Kelompok IIIA : • Rumah Tangga Sederhana
• Rumah Susun Sederhana • Stasiun Air dan Mobil Tangki
• Dan Sejenisnya
Kelompok IIIB :
• Rumah Tangga Menengah • Rumah Susun Menengah
• KiosWarung • Bengkel Kecil
• Usaha Kecil Dalam Rumah Tangga • Lembaga Swasta non Komersial
• Usaha Kecil • Dan Sejenisnya
Kelompok IVA : • Rumah Tangga di atas Menengah
• KedutaanKonsulat • Kantor Instansi Pemerintah
• Kantor Perwakilan Asing • Lembaga Swasta Komersial
• Institusi Pendidikan Kursus • Instansi TNI
• Usaha Menengah • Usaha Menengah Dalam Rumah
Tangga • Tempat Pangkas Rambut
• Penjahit • Rumah Makan Restoran
• Rumah Sakit Swasta Poliklinik Laboratorium
• Praktik Dokter • Kantor Pengacara
• Hotel Melati non Bintang • Industri Kecil
• Rumah Susun di Atas Menengah • Bengkel Menengah
• Dan Sejenisnya
Kelompok IVB :
• Hotel Berbintang 1, 2, 3, Mewah Cottage
• Steambath Salon Kecantikan • Night Club Kafe
• Service Station Bengkel Besar • Perusahaan
PerdaganganNiagaRukoRukan • Hotel Berbintang 4 dan 5
• Gedung Bertingkat Tinggi, Apartemen Kondominium
• Pabrik Es • Pabrik Makanan Minuman
• Pabrik Kimia Obat Kosmetik • Pabrik Gudang Perindustrian
• Pabrik Tekstil • Pergudangan Industri Lainnya
• Tongkang Air • PT Jaya Ancol
• Dan Sejenisnya
Kelompok V Khusus : • BPP Tanjung Priok
• Dan Sejenisnya
Sumber: PAM Jaya, 2006
Tarif air minum yang diberlakukan di wilayah DKI Jakarta ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tarif yang diberlakukan saat ini berdasarkan SK Gubernur DKI Nomor 172006 tanggal 13 Februari 2006.
Tabel 7. Susunan Penyesuaian Tarif Air Minum PDAM DKI Jakarta Tahun 2006
SK Gub 172006 per M
3
Penyesuaian Kenaikan Tarif 0 - 10
11 - 20 20
0 - 10 11 - 20
20 Kelompok
Pelanggan Rp Rp Rp
Kelompok I 950
950 950
0.95 0.95
0.95 Kelompok II
950 950
1.425 0.95
0.95 0.95
Kelompok IIIA 3.260
4.280 4.990
0.92 0.91
0.91 Kelompok IIIB
4.465 5.475
6.775 0.92
0.91 0.92
Kelompok IVA 6.200
7.400 8.850
0.92 0.92
0.92 Kelompok IVB
11.325 11.325
11.325 0.92
0.92 0.92
Kelompok V Khusus
13.200 13.200 13.200 0.92 0.92
0.92
Sumber: PAM Jaya, 2006
Tarif yang diberlakukan oleh PDAM DKI Jakarta terus mengalami peningkatan terutama sejak diadakannya konsesi dengan dua mitra asing.
Perkembangan kenaikan tarif air bersih PDAM DKI Jakarta selengkapnya dari tahun 1998 hingga tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 10.
5.2.5. Proses Pengolahan Air
Dalam menghasilkan air bersih dan sehat, PAM Jaya melakukan proses produksi yang panjang. Mula-mula air baku yang berupa air permukaan danatau
air sungai disaring dengan menggunakan saringan kasar, kemudian disaring lagi dengan saringan yang lebih halus sampai air tersebut terbebas dari sampah.
Selanjutnya, air diendapkan di bak pra sedimentasi. Di bak ini, dilarutkan alumunium sulfat yang berfungsi sebagai coagulant aid yang dapat mengikat
kotoranlumpur-lumpur halus koloid yang sulit mengendap.
Proses selanjutnya adalah proses pencampuran dan pengadukan dengan bahan kimia. Setelah itu air dialirkan ke bak sedimentasi. Air yang telah bersih
kemudian disaring di bak pasir cepat, selanjutnya air dialirkan ke reservoir dengan terlebih dahulu didisinfeksi untuk membunuh kuman atau bakteri. Sebagai
proses yang terakhir adalah air bersih tersebut didistribusikan melalui pipa jaringan distribusi kepada konsumen atau pelanggan.
Gambar 8. Proses Pengolahan Air Bersih PDAM DKI Jakarta
Keterangan: a.
air baku f. bak pasir cepat
b.saringan kasar g. pemberian desinfektan
c. saringan
halus h.
reservoir d.bak pra sedimentasi
i. pelanggan e.
bak sedimentasi
5.3. Konsesi Pengelolaan PDAM DKI Jakarta
Sejak tahun 1998 pengelolaan air bersih PDAM DKI Jakarta berada dalam kerangka kerjasama konsesi, dimana sebagai pihak pengelola adalah mitra swasta
asing yaitu Palyja dan TPJ sedangkan PAM Jaya sendiri berperan sebagai badan pengawas dan pengendali jalannya pengelolaan air bersih untuk wilayah DKI
Jakarta. Kerjasama konsesi yang dilakukan oleh PAM Jaya bersama kedua mitra a
b g
d c
h e
i f
swasta asing adalah dalam bentuk konsesi modifikasi, yaitu bentuk kerjasama konsesi yang berjangka waktu 25 tahun dimulai sejak tahun 1998, dimana PAM
Jaya berperan sebagai badan pengawas dan pengendali jalannya pengelolaan air bersih oleh pihak mitra swasta asing, sistem pengelolaan air bersih berada di
tangan pihak mitra swasta asing dengan mempergunakan sumberdaya- sumberdaya dan seluruh aset yang ada untuk mengelola, menyediakan dan
mendistribusikan air bersih kepada masyarakat. Hak kepemilikan dari aset-aset tersebut masih ditangan PAM Jaya.
Kerjasama konsesi yang dimulai sejak 1 Februari 1998 hingga tahun 2006 ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kinerja PAM Jaya dalam pengelolaan
air bersih. Hal ini sesuai dengan kebijakan PAM Jaya yaitu melaksanakan pelayanan air minum untuk wilayah DKI Jakarta dengan bekerjasama dengan
Mitra Swasta. Manajemen pada PAM Jaya setelah mengalami konsesi juga berbeda yaitu mengawasi, memonitor, memeriksa, mengevaluasi mitra swasta
dalam pengelolaan air minum.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Struktur Produksi PDAM DKI Jakarta
Struktur produksi PDAM DKI Jakarta terdiri atas output dan input perusahaaan. Output PDAM sendiri merupakan jumlah produksi air bersih PDAM
yang dihasilkan. Sedangkan inputnya merupakan kumpulan dari komponen biaya- biaya untuk menghasilkan output. Komponen biaya PDAM DKI Jakarta dibangun
atas komponen biaya ekspansi, biaya tetap dan biaya variabel yang kesemuanya terangkum dalam biaya total.
Jumlah biaya pengelolaan air PDAM DKI Jakarta berubah setiap waktu, tergantung pada jumlah air bersih yang diproduksi. Apabila perusahaan ingin
meningkatkan produksi, maka total biaya yang dikeluarkan pun akan lebih banyak. Namun apabila jumlah produksi diturunkan, belum tentu total biaya akan
menurun, bisa jadi tetap atau bahkan terjadi peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sejak tahun 1992 hingga tahun 2004 jumlah air yang diproduksi PDAM DKI Jakarta cenderung mengalami
fluktuasi. Misalnya, dari tahun 1992 hingga tahun 1997 produksi air bersih yang dihasilkan cenderung meningkat, lalu turun pada tahun 1998 dan kembali
berfluktuasi hingga tahun 2001. Fluktuasi pada produksi air bersih ini dikarenakan adanya masa peralihan antara sebelum dengan setelah adanya konsesi yang
dimulai sejak tahun 1998.