Analisis Penerimaan PDAM DKI Jakarta

Kelemahan dalam perhitungan MC ini adalah tidak adanya pemisahan antara kelompok pelanggan data yang digunakan adalah secara keseluruhan jumlah pelanggan dan total biaya pengelolaan air bersih PAM Jaya sehingga tidak dapat memprediksi seberapa besar tambahan biaya yang harus ditanggung oleh tiap-tiap kelompok pemakai air bersih. Karena apabila dikenakan tambahan biaya yang sama untuk semua kelompok maka akan terjadi ketidakadilan dimana kemampuan ekonomi dari masing-masing kelompok juga memiliki perbedaan. Agar mendapatkan nilai MC yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap kelompok maka diperlukan pemisahan data mengenai total pemakaian antar tiap kelompok dan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap kelompok. Karena keterbatasan data ini juga maka tidak dapat dianalisis besar nilai penerimaan tambahan MR yang diperoleh PAM Jaya akibat dari adanya pemisahan-pemisahan kelompok pemakai air bersih tersebut. jika dihitung menggunakan nilai MC yang telah didapat di atas hasilnya tidak akan valid karena tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan, oleh karena perhitungan nilai MR tidak dapat dilakukan lebih lanjut.

6.3. Analisis Manfaat-Biaya PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi

6.3.1. Analisis Penerimaan PDAM DKI Jakarta

Sejak tahun 1992 hingga tahun 1997, yaitu periode sebelum adanya konsesi penerimaan PDAM DKI Jakarta memiliki nilai bertanda positif, artinya PDAM DKI Jakarta menerima laba dari usaha produksi air bersih yang dikelola sendiri. Namun setelah adanya konsesi penerimaan PDAM terus menurun dengan tanda negatif semakin besar, artinya PDAM terus mengalami kerugian yang jumlahnya meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan tingginya angka kenaikkan biaya total yang tidak seimbang dengan peningkatan produksi air bersih sehingga pendapatan PDAM juga menjadi turun. Peningkatan biaya total yang terjadi sebagian besar karena adanya peningkatan biaya imbalan water charge yang harus dibayarkan oleh pihak PAM Jaya kepada Palyja dan TPJ setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penerimaan PDAM DKI Jakarta secara keseluruhan dari periode sebelum dan setelah adanya konsesi yaitu sejak tahun 1992 hingga tahun 2004 memiliki tanda yang negatif yaitu -33,85 persen per tahun dengan rata-rata penurunan keseluruhan Rp139,35 milyar. Sebelum adanya konsesi laju pertumbuhan penerimaan PDAM sangat besar yaitu mencapai 99,43 persen per tahun yang artinya peningkatan penerimaan PDAM hampir dua kali lipat penerimaan dari tahun sebelumnya. Namun laju pertumbuhan ini menjadi turun hingga 18,67 persen per tahun setelah adanya konsesi dan PDAM masih mengalami kerugian. Selain memberi dampak kerugian bagi PDAM dengan menurunnya penerimaan sedangkan biaya total terus meningkat, konsesi juga mempengaruhi kinerja dari PDAM karena menurunnya penerimaan dan utang yang semakin menumpuk akibat adanya kerugian, yang akhirnya menurunkan efisiensi dari perusahaan. Besarnya nilai kerugian yang dinyatakan sebagai utang PAM Jaya kepada pihak mitra swasta ini terus meningkat dan dapat diperkirakan nilainya akan melampaui dari nilai aset PAM Jaya pada awal kerjasama, sehingga dapat diindikasi bahwa pada saat jatuh tempo kerjasama, PAM Jaya tidak dapat membayar keseluruhan utang kepada pihak asing. Kemungkinan yang terjadi untuk mengatasinya adalah PAM Jaya akan meminta subsidi dari pemerintah untuk menyelesaikan utang-utangnya atau dengan pengalihan hak milik dan pengelolaan PAM Jaya kepada pihak mitra swasta asing, sehingga pengelolaan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta akan menjadi hak secara penuh pihak asing. Hal ini membenarkan isu-isu dan kekhawatiran pengamat politik dan ekonom bahwa privatisasi sumber daya air akan sepenuhnya terlaksana di Indonesia. Tabel 13. Perbandingan Jumlah Air yang Diproduksi dengan Jumlah Air Terjual Tahun Produksi Air PDAM Air PDAM Terjual Biaya Total Penerimaan LabaRugi Juta m3 juta m3 milyar Rp PAM Jaya milyar Rp 1992 312,12 143,74 133,65 9,69 1993 339,18 159,94 150,99 6,95 1994 344,23 168,31 189,82 14,72 1995 347,14 166,38 231,96 27,63 1996 409,43 176,44 286,58 2,15 1997 466,40 201,57 313,30 11,14 1998 396,41 181,13 434,04 -101,97 1999 406,91 207,63 745,91 -338,47 2000 381,71 228,35 886,01 -449,30 2001 399,75 237,19 955,76 -419,99 2002 407,05 255,16 981,69 -331,89 2003 416,40 274,10 1084,68 -228,81 2004 432,50 270,91 1236,66 -13,46 Rata2 389,17 205,45 587,00 -139,35 Laju Pertmbhn 3,08 5,65 21,50 -33,85 Pra konsesi 8,57 7,13 18,75 99,43 Pasca konsesi 1,53 7,05 20,95 18,67 Sumber: PAM Jaya, 2006 Diolah

6.3.2. Analisis Manfaat- Biaya Rasio BC