Kepuasan Perkawinan Kepuasan Perkawinan pada Istri yang Memiliki Pasangan Beda Agama.

saling mencintai satu sama lain, tidak adanya paksaan dalam perkawinan. Bila perkawinan dengan paksaan, tidak adanya cinta kasih satu dengan yang lain, maka salah satu hal yang tidak dapat terpenuhi adalah kepuasaan dalam perkawinan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak, adanya pembagian peran antara suami dan istri serta merupakan ekspresi hubungan intim dan janji suci untuk hidup bersama.

B. Kepuasan Perkawinan

B.1. Defenisi Kepuasan Perkawinan Menurut Lemme 1995 kepuasan perkawinan adalah evalualsi suami istri terhadap hubungan perkawinan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri. Kepuasan perkawinan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan perkawinan mereka, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan yang mereka harapkan dalam perkawinannnya Hendrick Hendrick, 1992. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan perkawinan adalah penilaian suami dan istri yang bersifat subjektif dan dinamis mengenai kehidupan perkawinannya. Universitas Sumatera Utara B.2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Perkawinan Menurut Hendrick Hendrick 1992, ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan, yaitu : a. Premarital Factors 1 Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan perkawinan. 2 Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah. 3 Hubungan dengan orang tua yang akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, perkawinan, dan perceraian. b. Postmarital Factors 1 Kehadiran anak, anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan perkawinan terutama pada wanita Bee Mitchell, 1984. Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah stress pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan Hendrick Hendrick, 1992. Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaanan anak tersebut. 2 Usia perkawinan, seperti yang dikemukakakan oleh Duvall bahwa tingkat kepuasan perkawinan tinggi diawal perkawinan, kemudian Universitas Sumatera Utara menurun setelah kehadiran anak dan akan meningkat kembali setelah anak dewasa dan meninggalkan rumah orangtua. Selain faktor-faktor di atas, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi kepuasan pernikahan, antara lain : 1 Jenis kelamin, dimana seperti yang dikemukakan oleh Holahan Levenson dalam Lemme, 1995 bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita karena pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya. 2 Agama, dimana menurut Abdullah 2003 bahwa jika seseorang mengawali segalanya dengan motivasi iman dan ibadah pada Tuhan semata akan merasakan kepuasan dalam hidupnya. Olson Fowers 1989 menyatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan hal yang paling menonjol dalam menggambarkan kepuasan hidup individu. Hal ini didukung oleh Clark 1998 menyatakan bahwa agama memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap terhadap pernikahan yang selanjutnya mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan pernikahan. 3 Pekerjaan. Pekerjaan yang memakan waktu yang cukup lama menyebabkan berkurangnya waktu yang dimiliki suami dan isteri untuk anak-anak dan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti Universitas Sumatera Utara membersihkan rumah, menyediakan makanan, dan lain-lain DeGenova, 2008. Holahan dan Levenson dalam Lemme, 1995 menyatakan bahwa pria lebih puas dengan perkawinannya daripada wanita. Pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah mengenai kehidupan perkawinannya. Hal di atas diperkuat dengan hasil penelitian Burr, 1970; Komarovsky, 1967; Renne, 1970 dalam O’Leary, Unger Wallstone, 1985 yang menemukan bahwa suami menunjukkan kepuasan perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan istri. Clayton 1975 menyatakan bahwa kepuasan perkawinan berada pada tingkat yang tinggi sebelum hadirnya anak, kemudian kepuasan perkawinan akan menurun selama pengasuhan anak dan akan meningkat kembali saat anak dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rollins Cannor, 1974; Polis Feldman, 1970; Spanier Cole, 1975 yang menyimpulkan bahwa tingkat kepuasan perkawinan berubah seiring berjalannya waktu, dan kepuasan perkawinan dalam kehidupan perkwinan mengikuti kurva U. B.3. Aspek Kepuasan Perkawinan Menurut Olson Fowers 1989; 1993, ada beberapa aspek-aspek dalam perkawinan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan perkawinan. Aspek- aspek tersebut antara lain : Universitas Sumatera Utara a. Communication Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Aspek ini fokus pada tingkat kenyamanan yang diraskan oleh pasangan dalam mambagi dan menerima informasi emosional dan kognitif. Laswell 1991 membagi komunikasi perkawinan menjadi lima elemen dasar, yaitu: keterbukaan diantara pasangan opennes, kejujuran terhadap pasangan honesty, kemampuan untuk mempercayai satu sama lain ability to trust, sikap empati terhadap pasangan empathy, dan kemampuan menjadi pendengar yang baik listening skill. b. Leisure Activity Aspek ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Pilihan untuk saling berbagi antar individu, dan harapan dalam menghabiskan waktu senggang bersama. c. Religious Orientation Aspek ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelakanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai yang tinggi menunjukka n agama merupakan bagian yang penting dalam perkawinan. Agama secara langsung mempengaruhi kualitas perkawinan dengan memelihara nialai-nilai suatu hubungan, norma, dan dukungan sosial yang turut memberikan pengaruh besar dalam perkawinan, serta mengurangi perilaku yang kurang baik dalam perkawinan Christiano, 2000; Wilcox, 2004 dalam Wolfinger Wilcox, 2008. Universitas Sumatera Utara d. Conflict Resolution Aspek ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Aspek ini fokus pada keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian masalah serta strategi- strategi yang digunakan untuk menghentikan argumen. Selain itu juga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama dan membangun kepercayaan satu sama lain. e. Financial Management Aspek ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk- bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Aspek ini mengukur bagaiamana pasangan membelanjakan uang mereka dan perhatian mereka terhadap keputusan finansial mereka. Konsep yang tidak realitas, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam perkawinan Hurlock, 1999. Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukan otoritas terhadap pengelolaan keuangan. f. Sexual Orientation Aspek ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu Universitas Sumatera Utara mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapt tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri. g. Family and Friends Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi. h. Children and Parenting Aspek ini megukur sikap dan perasaan terhadap tugas mangasuh dan membesarkan anak. Aspek ini fokus pada keputusan-keputusan yang berhubungan dengan disiplin, masa depa anak dan pengaruh anak terhadap hubungan pasanagn. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam perkawinan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan apabila itu terwujud. i. Personality Issues Area ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan- kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu Universitas Sumatera Utara berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. j. Equalitarian Roles Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi . B.4. Kriteria Kepuasan Perkawinan Menurut Skolnick dalam Lemme, 1995, ada beberapa kriteria dari perkawinan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain : a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan Ada baiknya dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima antar sesama anggota dalam keluarga. Universitas Sumatera Utara b. Kebersamaan Adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dari keluarga. c. Model parental role Pola orang tua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini dapat membentuk keharmonisan keluarga. d. Penerimaan terhadap konflik-konflik Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga. e. Kepribadian yang sesuai Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama lain. Hal ini menjadi penting karena pasangan saling melengkapi, kelebihan pasangan yang satu dapat menutupi kekurangan pasangan yang lain. f. Mampu memecahkan konflik Kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan perkawinan pasangan tersebut.

C. Perkawinan Beda Agama