II.3. TEORI DIFUSI DAN ADOPSI INOVASI II.3.1.Teori Difusi Inovasi
A. Pengertian Teori Difusi Inovasi
Teori difusi inovasi dikembangkan oleh Everett M. Rogers. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah suatu komunikasi jenis khusus yang yang berkaitan
dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisika sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan
saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu terdapat ketermasaan newness yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang
menyangkut ketidakpastian uncertainty. Derajat ketidakpastian seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi Dilla, 2007: 53.
Difusi inovasi merupakan bagian khusus yang dari proses komunikasi yang ada disebabkan informasi yang dipertukarkan adalah inovasi. Teori difusi
inovasi adalah sebuah model yang menggambarkan aktivitas pertukaran informasi baru yang berlangsung dengan tujuan terjadinya proses adopsi inovasi dalam diri
khalayak Purba, 2006: 57. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani
dan anggota masyarakat pedesaan. Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap, jadi di dalamnya dikenal pula adanya pemula pendapat atau yang
disebut juga dengan istilah agen perubahan. Oleh karenanya teori ini sangat menekankan pada sumber-sumber non-media sumber personal, misalnya
tetangga, teman, ahli, dan sebagainya, mengenai gagasan-gagasan baru yang
Universitas Sumatera Utara
dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya memengaruhi motivasi dan sikap Sendjaja, 2005: 5.17 .
B. Unsur-unsur Difusi Inovasi
Menurut Rogers dan Shoemaker 1971, dalam proses penyebarserapan inovasi, terdapat unsur-unsur utama yang terdiri dari:
1 Suatu inovasi 2 Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu
3 Dalam jangka waktu tertentu 4 Diantara para anggota suatu sistem sosial
C. Atribut Difusi Inovasi
Dalam pandangan masyarakat yang menjadi klien dalam penyebarserapan suatu inovasi, ada lima atribut yang menandai setiap inovasi, yaitu:
1. Keuntungan-keuntungan relatif. Apakah cara-cara atau gagasan baru ini
memberikan keuntungan relative bagi mereka yang kelak menerimanya? 2.
Keserasian. Apakah inovasi yang hendak didifusikan itu serasi dengan nila-nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan?
Begitu pula, apakah inovasi yang dimaksud itu serasi dengan kebutuhan, selera, adat-istiadat, dan karakteristik penting lainnya dari masyarakat
yang bersangkutan?
3. Kerumitan. Apakah inovasi tersebut rumit? Pada umumnya masyarakat
tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit; karena selain sukar dipahami, juga cenderung dirasa sebagai beban.
4. Dapat dicobakan. Suatu inovasi akan lebih cepat diterima bila dapat
dicobakan lebih dahulu dalam ukuran skala kecil sebelum orang terlanjur menerima secara keseluruhan.
5. Dapat dilihat. Bila suatu inovasi dapat dilihat langsung buktinya, maka
orang akan lebih mudah untuk menerimanya, ketimbang yang berupa gagasan-gagasan atau ide yang abstrak Nasution 1990: 15-17.
Universitas Sumatera Utara
II.3.2.Teori Adopsi Inovasi A. Pengertian Teori Adopsi Inovasi
Adopsi di dalam penyuluhan sering kali diartikan sebagai suatu proses mentalitas pada diri seseorang atau individu, dari mulai seseorang tersebut
menerima ide-ide baru sampai memutuskan menerima atau menolak ide-ide tersebut. Proses adopsi, menurut Samsudin 1984, adalah proses dimulai dari
keluarnya ide-ide dari satu pihak kemudian disampaikan pada pihak lain sampai ide tersebut diterima pihak masyarakat sebagai pihak yang kedua. Menurut
Suriatna 1987, karena proses adopsi merupakan proses mentalitas yang bertahap
mulai dari kesadaran awareness, minat interest, menilai evaluation, mencoba trial, dan akhirnya menerapkan adoption maka kita perlu benar-benar
memahami setiap tahapan yang berlangsung pada diri seseorang tersebut agar berbagai faktor penghambat akan diketahui dan dipelajari sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan penyuluhan. Dalam proses penyuluhan, dimana salah satu tujuannya adalah agar terjadi
perubahan sikap perilaku yang mengarah pada tindakan maka prose terjadinya adopsi inovasi yang bertahap sering kali tidak sama pada setiap individu.
Kecepatan dalam mengadopsi suatu inovasi kadang antara satu individu dengan individu yang lain berbeda, ini sangat tergantung bagaimana karakter individu
yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
B. Sifat Sasaran
Berdasarkan tingkat kecepatan dalam mengadopsi inovasi, sasaran penyuluhan di pedesaan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok sasaran,
antara lain: a. Kelompok Perintis innovator, yaitu mereka yang pada dasarnya sudah
menyenangi hal-hal yang baru dan sering melakukan percobaan. b. Kelompok Pelopor early adopter, yaitu orang-orang yang berpengaruh di
sekelilingnya dan merupakan orang yang lebih maju dibandingkan dengan orang-orang di sekitarnya.
c. Kelompok Penganut Dini early majority,yaitu orang-orang yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari orang lain.
d. Kelompok Penganut Lambat late majority, yaitu orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua
orang di sekelilingnya sudah menerimanya. e.
Kelompok Kolot laggard, Yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi Dilla, 2007: 190.
C. Tahapan Putusan Inovasi
Everett M. Rogers dan Floyd Shoemaker memperkenalkan sebuah formula baru dalam proses adopsi inovasi. Teori adopsi tersebut diformulasikan menjadi 4
tahap, yakni: 5.
Pengetahuan : mengetahui adanya inovasi dan memiliki pengertian bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
6. Persuasi: menentukan sikap suka atau tidak suka terhadap inovasi tersebut.
7. Keputusan: terlibat dalam kegiatan yang membawa seseorang pada situasi
memilih apakah menerima atau menolak. 8.
Konfirmasi : mencari penguat bagi keputusan yang telah diambil sebelumnya. Jika informasi yang diperoleh bertentangan maka seseorang
dapat merubah keputusan tersebut Purba, 2006: 57-58.
II.4. Keluarga Berencana II.4.1. Pengertian Keluarga Berencana