Mekanisme respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakheal

14 Tabel 1. Komplikasi dari intubasi Selama laringoskopi dan intubasi Malposisi Intubasi esophagus Intubasi bronchial Trauma jalan nafas Gigi rusak Lacerelasi lidah, bibir dan mucosa Dislokasi mandibula Hipoksia, hiperkarbi Hipertensi, takikardi Hipertensi intracranial Hipertensi intraokuler Laringospasme

2.2.6 Mekanisme respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakheal

King et al, merupakan salah satu dari beberapa kelompok studi awal yang melakukan pengamatan pada respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakheal LETI. Mereka mengusulkan bahwa disritmia jantung, hipertensi, dan takikardia berhubungan dengan LETI sebagai akibat dari penurunan tonus vagal ataupun peningkatan aktivitas simpatoadrenal. Mereka berdalil bahwa peningkatan tekanan darah arteri lebih disebabkan karena peningkatan curah jantung CO daripada peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik SVR. Mereka mencatat bahwa respon tekanan darah tampaknya lebih mudah diblok secara komplet dengan lebih mendalamkan level anesthesia daripada meningkatkan laju jantung HR. Mereka juga mencatat bahwa laringoskopi sendiri dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedangkan intubasi akan memperbesar efek ini dan dapat menimbulkan suatu aritmia jantung. Universitas Sumatera Utara 15 Bedford 29 telah menggambarkan suatu saling keterkaitan antara sistem saraf pusat CNS dan respon kardiovaskuler. Selama LETI, peningkatan respon hemodinamik terjadi karena jalan nafas atas laring, trakhea, dan karina memiliki refleks sistem saraf simpatetis yang dapat bereaksi tidak hanya dengan substansi atau subjek yang berkontak langsung padanya, tetapi juga terhadap faktor lain, seperti level anestesi yang ringan light level of anesthesia. Refleks penutupan glottis laringospasme adalah respon motorik jalan nafas atas terhadap light anesthesia . Nervus glossofaringeal berada di superior permukaan anterior epiglottis. Nervus glossofaringeal dan vagus, keduanya merupakan jalur afferen untuk terjadinya refleks laringospasme dan respon hemodinamik pada tindakan LETI. Nervus vagus memiliki jalur sensorik yang berasal dari daerah setentang bagian distal epiglottis posterior sampai ke jalan nafas bagian bawah. Karena terjadinya laringospasme dimediasi oleh jalur vagal efferen ke glottis, maka refleks ini dapat timbul selama light anesthesia, yaitu ketika ujung-ujung saraf sensorik yang diinervasi oleh vagal di jalan nafas atas terstimulasi. Respons kardiovaskuler pada saat tindakan LETI dimediasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Respon saraf parasimpatis adalah adalah terjadinya sinus bradikardi, yang sering sekali terinduksi pada infan dan anak-anak kecil, akan tetapi terkadang dapat juga terjadi pada orang dewasa. Karena refleks ini dimediasi oleh peningkatan tonus vagal pada nodus sinoatrial, hal ini menunjukkan adanya suatu respon monosinaptik terhadap stimulus noksius yang terjadi. 29 Respon simpatis pada tindakan LETI berupa sinus takikardia. Derbyshire et al 30 melaporkan bahwa pada saat intubasi endotrakheal tidak hanya disertai peningkatan aktivitas simpatetik, akan tetapi juga disertai meningkatnya aktivitas katekolamin adrenomedullari. Respon hipertensi dan takikardi yang biasa terjadi pada tindakan intubasi endotrakheal dihasilkan oleh aktifitas jalur-jalur efferen simpatetik ini. Jalur – jalur polisinaptik yang berasal dari serabut afferen vagal dan glossofaringeus ke sistem saraf simpatetik, melalui batang otak dan medulla spinalis, meyakinkan adanya suatu respons otonomik yang diffus, termasuk peningkatan letupan dari serabut-serabut cardioaccelerator, pelepasan norpeineprin dari terminal Universitas Sumatera Utara 16 saraf adrenergik pada vascular beds, dan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Karena pelepasan rennin dari apparatus juxtaglomerular ginjal diaktivasi oleh beta- adrenergik, maka aktivasi sistem rennin-angiotensin juga turut ambil bagian dalam mencetuskan respon hipertensi pada LETI. 29 Dalam suatu penelitian tentang respon kardiovaskuler terhadap LETI, dilakukan evaluasi terhadap respon laringoskopi dan intubasi trakheal secara terpisah. Dengan menggunakan intubasi nasotrakheal serat optik secara sadar sehingga stimulus akibat laringoskopi rigid dan suksinilkolin dapat dihindari. Hal ini hampir sama dengan penelitian Shribman et al 28 , yang meneliti tentang respon kardiovaskluer dan katekolamin terhadap laringoskopi dengan dan tanpa intubasi endotrakheal. Mereka mendapati bahwa terjadi peningkatan tekanan darah dan konsentrasi katekolamin yang bersirkulasi secara signifikan pada saat tindakan laringoskopi dengan atau tanpa intubasi. Akan tetapi, intubasi berkaitan dengan peningkatan laju jantung yang bermakna, sementara hal ini tidak terjadi jika hanya dilakukan laringoskopi saja. Finfer et al 31 , membandingkan laringoskopi langsung dengan intubasi menggunakan serat optik. Mereka mendapatkan bahwa, baik intubasi dengan laringoskopi dan bronkhoskopi menghasilkan kenaikan tekanan darah dan laju jantung yang signifikan. Sehingga tampak bahwa peningkatan maksimum pada tekanan darah terjadi pada saat laringoskopi, sedangkan laju jantung akan maksimum meningkat pada saat intubasi endotrakheal.

2.3 Nyeri

Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang jelas, cenderung rusak, atau sesuatu yang tergambarkan seperti yang dialami International Association for the Study of Pain . 27 Sensasi nyeri adalah suatu fenomena neuro-biokemikal, ketika terjadi kerusakan jaringan, neurokemikal akan mengaktifasi nosiseptor pada tempat yang rusak. Nosiseptor adalah reseptor nyeri yang ada diseluruh tubuh, letaknya terutama pada permukaan kulit, kapsula sendi, di dalam periosteum, serta disekitar dinding pembuluh darah. 28 Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

4 105 105

Perbandingan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Pada Premedikasi Fentanil 2µg/kgBB Intravena + Deksketoprofen 50 mg Intravena Dengan Fentanil 4µg/kgBB Intravena

1 44 90

Perbandingan Pengaruh Pemberian Fentanil 1 µg/kgBB Dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB Intravena Terhadap Respon Hemodinamik Pada Tindakan Ekstubasi

3 85 94

RESPON KARDIOVASKULER PREMEDIKASI KLONIDIN PER ORAL 2 pG KGBB, 3 pG KGB13, 4 p.G KGBB, DAN 5 ii.G KGBB PADA LARINGOSKOPI INTUBASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 71

PERBANDINGAN EFEK DEKSMEDETOMIDIN 0,75 µg kgBB DENGAN FENTANIL 2 µg kgBB INTRAVENA TERHADAP KEBUTUHAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN RESPON HEMODINAMIK SE TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TRAKHEA | Amri | Healthy Tadulako 8732 28684 1 PB

0 0 14

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 11

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 6

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 13