Nyeri Perbandingan Premedikasi Klonidin 3 μg/KgBB Intravena Dan Diltiazem 0.2 mg/KgBB Intravena Dalam Menumpulkan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Endotrakhea

16 saraf adrenergik pada vascular beds, dan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Karena pelepasan rennin dari apparatus juxtaglomerular ginjal diaktivasi oleh beta- adrenergik, maka aktivasi sistem rennin-angiotensin juga turut ambil bagian dalam mencetuskan respon hipertensi pada LETI. 29 Dalam suatu penelitian tentang respon kardiovaskuler terhadap LETI, dilakukan evaluasi terhadap respon laringoskopi dan intubasi trakheal secara terpisah. Dengan menggunakan intubasi nasotrakheal serat optik secara sadar sehingga stimulus akibat laringoskopi rigid dan suksinilkolin dapat dihindari. Hal ini hampir sama dengan penelitian Shribman et al 28 , yang meneliti tentang respon kardiovaskluer dan katekolamin terhadap laringoskopi dengan dan tanpa intubasi endotrakheal. Mereka mendapati bahwa terjadi peningkatan tekanan darah dan konsentrasi katekolamin yang bersirkulasi secara signifikan pada saat tindakan laringoskopi dengan atau tanpa intubasi. Akan tetapi, intubasi berkaitan dengan peningkatan laju jantung yang bermakna, sementara hal ini tidak terjadi jika hanya dilakukan laringoskopi saja. Finfer et al 31 , membandingkan laringoskopi langsung dengan intubasi menggunakan serat optik. Mereka mendapatkan bahwa, baik intubasi dengan laringoskopi dan bronkhoskopi menghasilkan kenaikan tekanan darah dan laju jantung yang signifikan. Sehingga tampak bahwa peningkatan maksimum pada tekanan darah terjadi pada saat laringoskopi, sedangkan laju jantung akan maksimum meningkat pada saat intubasi endotrakheal.

2.3 Nyeri

Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang jelas, cenderung rusak, atau sesuatu yang tergambarkan seperti yang dialami International Association for the Study of Pain . 27 Sensasi nyeri adalah suatu fenomena neuro-biokemikal, ketika terjadi kerusakan jaringan, neurokemikal akan mengaktifasi nosiseptor pada tempat yang rusak. Nosiseptor adalah reseptor nyeri yang ada diseluruh tubuh, letaknya terutama pada permukaan kulit, kapsula sendi, di dalam periosteum, serta disekitar dinding pembuluh darah. 28 Universitas Sumatera Utara 17 Antara stimuli nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologis yang secara kolektif disebut sebagai nosiseptif. Ada empat proses yang terjadi pada suatu nosiseptif yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik, kimia ataupun panas. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi tadi melalui saraf sensorik. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama dari perifer menuju kornu dorsalis medulla spinalis. Pada kornu dorsalis ini, neuron pertama tersebut akan menyilang garis tengah dan naik melalui traktus spinotalamikus kontralateral menuju talamus, yang disebut neuron kedua. Neuron kedua ini kembali bersinaps di talamus dengan neuron ketiga yang memproyeksikan stimulus nyeri melalui kapsula interna dan korona radiata menuju girus postsentralis korteks serebri. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi dapat berupa augmentasi peningkatan, ataupun inhibisi penghambatan. Persepsi adalah proses terahir, saat stimulasi tersebut mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindak lanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut. 32 Seperti yang telah diketahui bahwa tindakan laringskopi dan intubasi endotrakhea merupakan salah satu prosedur yang menyakitkan. Pengalaman menyakitkan yang diperlukan sebagian pasien yang akan dianesthesi ini seharusnya tidak perlu dialami pasien dengan cara pemberian agen-agen anesthesia seperti sedasi, analgesia dan pelumpuh otot. Universitas Sumatera Utara 18 Gambar 2.3-1. Pain pathway 2.4 Respon Kardiovaskuler Pada Laringoskoi Dan Intubasi Endotrakhea Laringoskopi dan tindakan intubasi endotrakhea biasanya membutuhkan anestesi yang lebih dalam karena tindakan ini akan menstimulasi refleks fisiologis, antara lain pernafasan, kardiovaskuler, dan neurologis. 33,34 Hal-hal ini dapat digolongkan menjadi komplikasi yang disebabkan oleh penekanan struktur saluran nafas dengan ETcuff yang kemudian akan merangsang jalur refleks. Baik sistem saraf simpatis maupun parasimpatis berperan terhadap sejumlah respon yang ditimbulkan. 34 Akibat dari adanya peningkatan rangsangan simpatis oleh karena penekanan pada saraf laringeus superior dan saraf recurren laringeus oleh ujung laringoskop maupun ETT. 35,36,38 Peningkatan rangsangan simpatis ini akan menyebabkan kelenjar suprarenalis mensekresi hormon adrenalin dan noradrenalin sehingga pada sistem kardiovaskuler akan terjadi peningkatan tekanan darah, dan laju jantung. Oleh karena kerja hormon adrenalin dan noradrenalin tersebut maka terjadilah peningkatan permiabilitas membran sel otot jantung terhadap ion natrium dan ion kalsium, serta peningkatan frekuensi denyut jantung akibat pengaruhnya ke nodus SA. Peningkatan permiabilitas terhadap kalsium akan meningkatkan kekuatan Universitas Sumatera Utara 19 kontraksi otot jantung. 25,38,39 Semakin kuat dan lama rangsangan yang ada maka semakin banyak hormon yang disekresi sehingga tekanan darah dan laju darah akan semakin meningkat. 39,40 Eferen dari outflow saraf simpatis untuk jantung berasal dari medula spinalis yang terletak antara thorakal 1 – thorakal 4, sedangkan untuk medula adrenal terletak antara medula spinalis thorakal 3 sampai dengan lumbal. 33,35,41 Outflow tersebut akan dimodulasi oleh pusat supraspinal. Maka dari itu, bila terjadi cedera pada medula spinalis, dapat mengubah respon hemodinamik yang terjadi pada laringoskop dan intubasi endotrakhea. 33,39 Pada tahun 1940, Reid and Brace untuk pertama kalinya mendiskripsikan mengenai respon hemodinamik pada laringoskopi dan intubasi endotrakhea. Laringoskopi and intubasi endotrakhea telah diketahui sebagai stimulus respon simpatoadrenal, yakni hipertensi , takikardi, peningkatan konsentrasi katekolamin dalam plasma, infark miokard, penurunan kontraktilitas miokard, ventricular arhytmias , dan hipertensi intrakranial. 42 Hipoksia dan hiperbarik dapat memperburuk respon otonom. 22,34 Besarnya respon akibat tekanan berkaitan dengan durasi laringoskopi, dan diperberat apabila terdapat kesulitan dalam memasang ET. Perubahan hemodinamik yang bersifat sementara ini tak akan menimbulkan resiko yang merugikan bagi individu sehat, tetapi pada beberapa pasien dapat mengakibatkan timbulnya gagal ventrikel kiri, myocardial ischemia and cerebral hemorrhage . Komplikasi ini biasanya terjadi pada pasien dengan hipertensi, atheroma arteri koroner atau serebral, ischemic heart disease, disfungsi miokard, dan peningkatan tekanan intraokuler serta intrakranial. 25 Berikut ini adalah berbagai macam respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi endotrakhea, antara lain: 34 1. Bradikardi biasanya terjadi pada infan fetus dan anak-anak selama laringoskopi dan intubasi. Hal ini berhubungan dengan respon laringospame. Jarang terlihat pada orang dewasa, reflek tersebut akibat dari peningkatan reflek vagal pada nodus sinoatrialis dan hampir sebuah respon monosinaptik terhadap rangsang yang berbahaya pada jalan nafas. 2. Pada remaja, dan dewasa respon yang paling umum pada intubasi endotrakhea adalah hipertensi dan takikardi, yang dimediasi oleh eferen simpatis melalui saraf Universitas Sumatera Utara 20 kardioakselerator dan ganglion rantai simpatis. Jalur polisinap alami dari afferen vagal dan glossofaringeal ke pusat saraf simpatis melalui batang otak dan medula spinalis yang menghasilkan respon otonom yang menyeluruh yang termasuk pelepasan dari norepinefrin dari saraf terminal adrenergik dan sekresi epinefrin dari medula adrenal. Beberapa diantaranya respon hipertensi oleh karena intubasi endotrakhea juga dihasilkan dari aktivasi sistem renin-angiotensin, dengan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular ginjal, dan end-organ yang diinervasi oleh saraf terminal β-adrenergic. 33,43 Respon neuroendokrin pada intubasi endotrakhea yaitu hipertensi dan takikardi menyebabkan terjadinya berbagai jenis komplikasi pada pasien dengan penyakit jantung. Efek kardiovaskuler yang paling sering terjadi yaitu iskemik miokard pada pasien dengan insufisiensi arteri koroner, dikarenakan laju jantung heart rate dan tekanan darah yang menjadi faktor penentu utama dari kebutuhan oksigen miokard. 41 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang terjadi karena adanya hypertensive-tachycardic response ini harus diikuti dengan peningkatan aliran darah kaya oksigen melalui sirkulasi arteri koroner. Akan tetapi, ketika terdapat satu atau lebih oklusi arteri koroner akan mengakibatkan aliran darah arteri koroner yang relatif tetap, kemampuan untuk meningkatkan suplai aliran darah saat terjadi episode peningkatan kebutuhan oksigen ini menjadi minimal. 24,44 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard secara tiba-tiba dapat mengakibatkan disfungsi miokardinfark jaringan terbuka. 34 Aktivasi dari sistem saraf saraf otonom, intubasi endotrakhea menstimulus aktivitas sistem saraf pusat, yang dibuktikan oleh aktivitas elektroensephalografi EEG, cerebral metabolic rate CMR, cerebral blood flow CBF. Pada pasien compromised intacranial compliance, peningkatan CBF dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial ICP, yang akhirnya dapat menyebabkan herniasi dari isi otak dan severe neurologic compromise. 34 Peningkatan tekanan darah sebagai respon sistem kardiovaskuler terhadap laringoskopi dan intubasi endotrakhea baik tekanan diastolik maupun sistolik terjadi pada 5 detik setelah laringoskopi dan mencapai puncaknya dalam 1-2 menit lalu Universitas Sumatera Utara 21 akan kembali seperti sebelum laringoskopi dalam 5 menit. Pada individu normal rata-rata peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih dari 53 dan 34 mmHg. Laju jantung meningkat rata-rata 23 kalimenit. Respon laju jantung pada laringoskopi sangat bervariasi, meningkat pada 50 kasus. Selama tindakan laringoskopi jarang terjadi perubahan EKG biasanya extrasystol atau ventricular premature contraction , lain halnya pada tindakan intubasi endotrakhea. 45,48 Perubahan hemodinamik ini dapat diredam dengan lidocain atau fentanil. Obat-obat hipotensif seperti sodium nitroprussid, nitroglycerin, hidralazin, penghambat beta, dan penghambat kanal kalsium, juga dijumpai efektif mengurangi respon hipertensi sesaat yang berhubungan dengan tindakan laringoskopi dan intubasi trakheal. 47,48,49 Kesulitan tindakan laringoskopi dijumpai pada lebih dari 40 pasien anak- anak dengan diabetes yang akan dilakukan transplantasi ginjal. Hal ini dapat terjadi karena adanya diabetic stiff joint syndrome, sebuah komplikasi yang sering terjadi pada IDDM insulin depentdent diabetic mellitus, yang menyebabkan berkurangnya mobilitas sendi atlanto-occipital. Pada pasien-pasien diabetic dengan neuropati autonomi terjadi peningkatan resiko henti jantungnafas dan hipotensi intraoperatif yang membutuhkan vassopressor. Kemungkinan terjadi respon pressor yang berlebihan terhadap tindakan intubasi trakhea. 50

2.5 Fentanil

Dokumen yang terkait

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

4 105 105

Perbandingan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Pada Premedikasi Fentanil 2µg/kgBB Intravena + Deksketoprofen 50 mg Intravena Dengan Fentanil 4µg/kgBB Intravena

1 44 90

Perbandingan Pengaruh Pemberian Fentanil 1 µg/kgBB Dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB Intravena Terhadap Respon Hemodinamik Pada Tindakan Ekstubasi

3 85 94

RESPON KARDIOVASKULER PREMEDIKASI KLONIDIN PER ORAL 2 pG KGBB, 3 pG KGB13, 4 p.G KGBB, DAN 5 ii.G KGBB PADA LARINGOSKOPI INTUBASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 71

PERBANDINGAN EFEK DEKSMEDETOMIDIN 0,75 µg kgBB DENGAN FENTANIL 2 µg kgBB INTRAVENA TERHADAP KEBUTUHAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN RESPON HEMODINAMIK SE TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TRAKHEA | Amri | Healthy Tadulako 8732 28684 1 PB

0 0 14

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 11

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 6

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 13