BAB IV PROSES PERALIHAN FUNGSI KAWASAN DARI KAWASAN
PEMUKIMAN MENJADI KAWASAN PERDAGANGAN DI KECAMATAN MEDAN AREA
Pada peralihan kawasan yang terjadi di Kecamatan Medan Area ini terbagi atas dua masa kawasan. Yaitu pada masa Kecamatan Medan Area merupakan
kawasan permukiman dan masa dimana Kecamatan Medan Area merupakan kawasan perdagangan. Kondisi kawasan ini pada saat menjadi kawasan
permukiman dan pada saat menjadi kawasan perdagangan sangat berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat dengan perubahan lingkungan, pola interaksi
masyarakat, kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan tersebut, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah pemaparan bagaimana proses peralihan fungsi kawasan
dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area berdasarkan hasil interpretasi data lapangan.
4.1 Kecamatan Medan Area Pada Masa Menjadi Kawasan Permukiman
Pada zaman Kesultanan Melayu Deli, beberapa Kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Area merupakan wilayah yang masih termasuk dalam
lingkungan istana. Wilayah-wilayah yang diperkirakan oleh masyarakat setempat, yang dahulu merupakan lingkungan istana atau tempat berdirinya puri-puri pada
masa pemerintahan Kesultanan Melayu Deli adalah Kelurahan Kota Matsum I,Kelurahan Kota, Matsum II, dan Kelurahan Kota Matsum IV. Tepatnya wilayah
yang kini sudah berubah menjadi Jalan besar yang dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk. Yaitu Jalan Amaliun, Jalan Puri, Jalan Rahmadsyah, Jalan Utama,
Jalan Laksana, dan Jalan Ismaliyah. Bahkan nama salah satu jalan di wilayah
Universitas Sumatera Utara
tersebut, yaitu Jalan Puri di ambil berdasarkan banyak jumlah Puri-Puri kerajaan yang dibangun di wilayah tersebut pada masa itu.
Nama Kota Matsum sendiri di ambil dari asal kata Matsum yang merupakan nama kecil Sultan Melayu Deli yang memerintah dan berkuasa pada
zaman tersebut, yaitu Maimun Al Rasyid Perkasa Alam. Sultan Maimun Al Rasyid Perkasa Alam juga merupakan Sultan Melayu Deli yang membangun
Istana Maimun dan Mesjid Raya, yang kini menjadi bangunan bersejarah di Kota Medan. Posisi wilayah yang berada dekat dengan Istana Maimun yang merupakan
kesultanan ataupun kerajaan Melayu terbesar di sumatera utara tersebut merupakan faktor dari jumlah sebagaian besar penduduk kecamatan ini adalah
Suku Melayu Deli dan umumnya berasal dari kalangan bangsawan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Kesultanan Melayu Deli di Istana Maimun.
Keberadaan suku melayu deli tersebut mempengaruhi hak kepemilikan tanah di wilayah tersebut, yang sebagian besar merupakan tanah Grant Sultan.
Gambar 7 Istana Tengku Besar yang dahulu terdapat di Jln. Amaliun
Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8 Puri Kesultanan Melayu Deli pada tahun 1940. Yang dahulu terletak
di sekitar Jln. Puri Kelurahan Kota Matsum II Kecamatan Medan Area.
Sumber: Koleksi Pribadi M. Muhar Omtatok
Sedangkan suku lainnya yang menempati Kecamatan Medan Area adalah suku Minang, Batak, Tionghoa dan Jawa. Suku-suku tersebut dikategorikan
sebagai Suku pendatang. Walaupun merupakan Suku pendatang, namun menurut penuturan mayoritas warga setempat Suku Minang, Tionghoa, dan Jawa sudah
menempati Kawasan Medan Area lebih dari seratus tahun yang lalu. Namun pada zaman dahulu, masyarakat suku-suku pendatang tersebut jumlahnya tidak
sebanyak saat ini. Pertambahan penduduk dari suku-suku pendatang di sebabkan oleh adanya proses regenerasi, seperti kelahiran, perpindahan penduduk dari
wilayah lain, atau bahkan dari propinsi lain ke Kecamatan Medan Area yang di akibatkan oleh adanya rekomendasi dari kerabat-kerabat mereka yang sudah lebih
dahulu menempati wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Selama ratusan tahun, masyarakat Kecamatan Medan Area menempati wilayah tersebut dengan fungsi utama sebagai permukiman. Ada yang memang
memiliki bangunan rumah sendiri, baik itu dengan membeli bangunan yang sudah jadi, membangun sendiri, sampai merupakan warisan dari orang tuanya. Namun
banyak juga yang bermukim di wilayah tersebut dengan mengontrak. Walaupun bukan merupakan rumah milik pribadi, umumnya masyarakat yang mengontrak di
wilayah tersebut menempati wilayah Kecamatan Medan Area sudah sejak lama. Hal itu dikarenakan mereka mengontrak dalam jangka waktu yang cukup lama,
dan walaupun berpindah kontrakan itu mereka lakukan masih di wilayah yang sama.
Pada masa Kecamatan Medan Area sebagai kawasan permukiman tersebut pusat perdagangan atau kawasan perdagangan hanya terletak di wilayah tertentu
dan hanya berfungsi sebagai sarana umum saja, tidak menjadi orientasi pembangunan di wilayah tersebut. Kegiatan perdagangan di kawasan ini mulanya
hanya merupakan beberapa minimarket, super market, pasar traditional, juga beberapa pusat perbelanjaan modern yang lebih besar seperti mall dan plaza.
Namun jumlahnya terbatas, hanya sebagai sarana dan pra-sarana saja. Etnis masyarakat yang beragam membuat pola pemukiman mereka
menjadi berkelompok-kelompok. Seperti, ada bagian wilayah yang dominannya merupakan tempat tinggal bagi etnis padang, etnis melayu, ataupun etnis
tionghoa. Walaupun begitu ada juga wilayah yang masyarakatnya saling membaur antar etnis.
Wilayah-wilayah yang sudah di kenal sebagai tempat bermukimnya etnis tertentu di Kecamatan Medan Area diantaranya adalah, Kelurahan Pasar Merah
Universitas Sumatera Utara
Timur, Kelurahan Tegal Sari I, Kelurahan Tegal Sari II, dan Kelurahan Tegal Sari III di dominasi oleh Etnis Jawa. Kelurahan Suka Ramai I, Kelurahan Kota
Maksum I, Kota Maksum II, dan Kelurahan Kota Maksum IV di dominasi oleh Etnis Padang,. Kelurahan Sei Rengas Permata, Kelurahan Sei Rengas II,
Kelurahan Pandau Hulu, dan Kelurahan Suka Ramai II di dominasi oleh Etnis Tionghoa.
Gambar 9 Pengelompokan Masyarakat Kecamatan Medan Area Berdasarkan
Etnis Penduduk
Keterangan Gambar: Wilayah-wilayah yang di dominasi oleh penduduk etnis Tionghoa di beri tanda dengan warna kuning . Sedangkan
wilayah-wilayah yang di dominasi oleh etnis Padang di beri tanda dengan warna hijau. Dan wilayah-wilayah yang di dominasi oleh etnis Jawa di beri
tanda dengan warna merah.
Walaupun terlihat berkelompok-kelompok, namun kehidupan
bermasyarakat di kecamatan ini, dapat disimpulkan sangat harmonis. Karena
Universitas Sumatera Utara
setiap warga masyarakat masih memiliki kesadaran bermasyarakat yang tinggi dan keterbukaan dalam menerima perbedaan. Dimana setiap masyarakat saling
membaur, dan tolong menolong. Hal itu dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan yang sering di lakukan, seperti pengajian, peringatan hari besar yang dirayakan di
setiap lingkungan masing-masing, perkumpulan warga seperti arisan atau serikat tolong menolong, dan kegiatan gotong royong yang rutin di lakukan dalam sekali
dalam sebulan. Untuk golongan etnis tertentu, seperti etnis tionghoa. Walaupun di kehidupan sehari-hari mereka jarang sekali bergabung dengan tetangga-
tetangganya baik yang Etnis Tionghoa itu sendiri maupun Etnis non-tionghoa, mereka masih menyempatkan waktu untuk berpartisipasi dalam perayaan-
perayaan besar tersebut. Selain dalam skala besar, dalam skala kecil seperti antar tetangga yang
rumahnya saling bersebelahan pun mereka memiliki ikatan emosional yang kuat. Hal-hal kecil mulai dari saling berkunjung dan bercengkrama di sore hari, saling
meminjam alat-alat kebutuhan rumah tangga, sampai berkegiatan bersama sering dilakukan. Dapat dikatakan kehidupan masyarakat Kecamatan Medan Area
dahulu sangat terbuka dan memiliki tingkat kepedulian yang tinggi. Hal ini juga di ungkapan oleh Rahimah Lubis, ibu rumah tangga berusia
42 tahun yang bertempat tinggal di jalan Halat. “Dulu kan dek, kami ibu-ibu disini kompak kali. Mau sekolahin anak aja
harus sama. Nanti mau belanja saling nitip-nitip. Tetangganya udah kayak saudara sendiri. Kadang saudaranya pun awak kenal.”
Penuturan Rahimah Juga di benarkan oleh Khadijah. Perempuan yang sehari-harinya membantu suaminya mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci
dan setrika di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurutnya, dahulu warga masyarakat di Kecamatan Medan Area memang merupakan orang-orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan.
Sehingga tidak heran jika satu sama lain saling mengenal walaupun jarak rumah mereka cukup jauh.
“Kan memang ini dulu disini masih saudara-saudara-nya. Walaupun saudara jauh dan tinggalnya juga nggak dekat-dekat kali. Jadi nggak
heran kalau rupanya awak tetanggan sama saudaranya kawan lama awak. Malah kadang rupanya kami pun saling saudaraan.”
Umumnya para ibu-ibu di wilayah tersebut memiliki ikatan kekerabatan yang kuat karena sering menghabiskan waktu dan melakukan kegiatan serupa
bersama-sama. Dan kegiatan-kegiatan tersebut adalah.
1. Berbelanja
Berbelanja bersama baik itu dilakukan di pasar tradisional yang besar, atau sekedar di warung sayur yang sering disebut kedai sampah, terdekat dari
lingkungan tempat tinggal mereka. Ketika berbelanja ibu-ibu tersebut saling bertukar cerita tentang keluh kesah mereka masing-masing dirumah. Menurut
mereka saling sharing seperti itu cukup membantu. Karena ibu-ibu yang lain juga turut memberi solusi atas masalah yang dihadapi atau hanya sekedar
menguatkan dengan mengatakan untuk lebih bersabar. Seperti penuturan Nurhayati. Warga jalan Medan Area Selatan.
“Kadang nanti ada yang mau kasih masukan dan membantu. Tapi ada juga nanti yang cuma bilang ‘sabar ya’. Tapi walaupun begitu, rasanya
agak tenang sikit. Kayak ada yang mendukung kita.” Kegiatan berbelanja tersebut juga menjadi sarana untuk saling mengetahui
kabar, kondisi kesehatan, atau keberadaan. Jika ada yang tidak hadir atau berbelanja di tempat tersebut maka mereka akan mencari tahu, dengan
mengunjungi rumah seseorang yang berhalangan hadir tersebut. Dan jika
Universitas Sumatera Utara
sudah mengetahui sebab ketidak hadiran orang tersebut, si pihak yang berkunjung akan menyebarkan kabar ke ibu-ibu yang lain. Misalnya ada yang
tidak datang karena sakit, maka tetangga-tetangganya yang lain akan berkunjung dan juga tidak segan-segan untuk menawarkan bantuan. Mulai
dari bantuan kecil seperti bersedia membelikan belanjaan tetangganya yang sakit tersebut, walaupun tetap saja menggunakan uang dari si-penitip tadi.
2. Mengantar Anak Sekolah
Umunya warga Kecamatan Medan Area menyekolahkan anak mereka di sekolah- sekolah negeri yang terdekat dari rumah. Kegiatan mengantar anak
sekolah ini berlaku untuk ibu-ibu yang memiliki anak masih duduk di bangku kelas satu sampai kelas dua Sekolah Dasar SD. Ketika mengantar anak
sekolah, para ibu-ibu saling bertukar cerita tentang kehidupan anak masing- masing disekolah. Kekerabatan sang ibu juga mempengaruhi hubungan sang
anak di sekolah. Biasanya, anak-anak yang ibunya memiliki hubungan pertemanan, maka anak-anaknya juga akan berteman baik. Tidak hanya antar
ibu-ibu yang juga memiliki anak seumuran. Hubungan saling membutuhkan juga terlihat terhadap ibu-ibu lain yang anaknya jauh lebih dewasa dari anak
mereka. Ibu-ibu yang anaknya masih kecil, biasanya akan bertanya kepada ibu-ibu yang anaknya sudah cukup besar mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan pendidikan atau kesehatan anaknya. Seperti memilih sekolah yang bagus, bagaimana jika anaknya mengalami gejala-gejala sakit tertentu, sampai
mencari perlengkapan sekolah.
3. Saling Meminjam Barang
Universitas Sumatera Utara
Meminjam barang atau keperluan rumah tangga sudah dianggap sebagai kewajaran dan kebiasaan yang sudah membudaya diantara mereka. Biasanya
meminjam barang ini dilakukan antara tetangga yang rumahnya saling berdekatan. Seperti yang rumahnya saling bersebehlahan sampai yang saling
berhadap-hadapan. Barang-barang yang dipinjamkan biasanya berupa kebutuhan dapur seperti sayur-mayur, gula, garam, cabai, dan lain sebagainya.
Yang nantinya juga akan di ganti atau dikembalikan dengan barang yang serupa. Namun, biasanya pihak yang meminjamkan melihat kuantitas dari
peminjaman tetangganya, jika hanya sedikit mereka akan mengihklaskannya begitu saja. Selain barang kebutuhan dapur, peralatan-peralatan rumah tangga
seperti ember, gunting tanaman, wadah untuk menyiram bunga, sampai piring dan gelas untuk acara-acara pesta, juga tidak sungkan mereka pinjam dan
saling meminjamkan. Menurut mereka, ini sudah merupakan kewajiban antar tetangga untuks aling menolong. Karena mereka sadar, di lingkungan tempat
tinggal, tetangga adalah saudara terdekat mereka yang kelak akan membantu mereka di kala susah.
“Lagian kan yang di pinjam cuma barang-barang kecil. Kelewatan kali lah kalau nggak di kasih. Kecuali kalau barang-barang berharga tadi iya
pulak. Orang pun ngertinya kalau kita nggak mau pinjamkan. Soalnya, nanti kita pun ditolongnya sama orang-orang ini juganya. Bukan sama
orang lain.”
Lanjut Rahimah, yang mengaku sering pinjam meminjamkan barang dengan tetangganya. Hal ini menurutnya, karena warga Kecamatan Medan Area
didominasi oleh kalangan ekonomi menengah kebawah, sehingga saling meminjam barang sangat membantu jika dibandingkan harus membeli barang-
barang tertentu yang harganya cukup mahal dan hanya dipergunakan sekali-sekali.
Universitas Sumatera Utara
Tidak hanya para ibu-ibu, para bapak-bapak pun mengakui kalau dahulu kekerabatan di wilayah tempat tinggalnya ini sangat nyaman untuk dijadikan
tempat tinggal dan kehidupan bertetangga sangat harmonis tanpa memandang status, tingkat pendidika, pekerjaan, dan etnis. Bahkan ada kebiasaan harian yang
rutin mereka lakukan. Kegiatan rutin itu diantaranya adalah mengobrol sambil bersantai di sebuah warung kopi terdekat rumah mereka. Di warung kopi tersebut
mereka biasanya berkumpul sekitar pukul 16;00 WIB sampai pukul 17:30 WIB. Banyak hal-hal yang mereka lakukan. Mulai dari hanya sekedar minum kopi atau
teh bersama, membaca Koran, main kartu, sampai mengobrol banyak hal, mulai dari permasalahan politik maupun hal-hal sepele tentang kenakalan anak masing-
masing. “Kalau dulu enak lah tinggal disini, tiap sore kami bapak-bapak ini suka
duduk-duduk di warung kopi itu. Campur semua disitu, dari yang haji, PNS, kerja di Bank, sampai tukang becak kayak aku ini. udah kayak
saudara lah. Kadang nanti ada yang rumahnya itu jauh disana, tapi masih di sempat-sempatinnya datang buat ngobrol-ngobrol sama kami.”
Ungkap Zainal, seorang pria berdarah padang yang sudah sejak lahir atau 53 tahun bermukim di kawasan tersebut.
Mereka beranggapa bahwa dengan kegiatan-kegiatan yang terkesan sepele dan merupakan rutinitas sehari-hari itu tanpa disadari memunculkan rasa
kekeluargaan dan menciptakan keakraban diantara mereka.
Tabel 6 Jenis-Jenis Kegiatan Masyarakat Organisasi Yang Terdapat di
Kecamatan Medan Area Pada Masa Kawasan Permukiman NO.
Kategori Kegiatan
Jenis-Jenis Nama-Nama Kegiatan
1. Organisasi
Masyarakat Organisasi
Pemuda
a. Ikatan Pemuda Karya
b. Pemuda Pancasila
c. Organisasi Remaja
Universitas Sumatera Utara
Mesjid
Organisasi Umum
a. Organisasi Masyarakat
Etnis Tertentu Paguyuban.
Misalnya: Aceh Sepakat Puja
Kesuma.
b. Kegiatan Ibu-ibu PKK
di setiap Lingkungan.
2. Kegiatan Sosial
Individu
a. Silaturahmi pada hari
raya b.
Silaturahmi di hari-hari biasa, umumnya di
lakukan pada pagi sore hari.
c. Menjenguk tetangga
sakit, dan kemalangan.
Kelompok
a. Ikut berpartisipasi pada
kegiatan sbesar yang diadakan tetangga,
seperti panitia pesta perkawinan.
b. Arisan Ibu-ibu setiap
bulannya di setiap lingkungan.
c. Gotong royong
d. STM Serikat Tolong
Menolong
3. Kegiatan
Keagamaan Perayaan Besar
Kegiatan Keagamaan
a. Pengajian rutin yang
dilakukan beberapa hari dalam seminggu di
mesjid-mesjid setiap lingkungan.
b. Halal bi halal
diselenggarakan oleh pihak pengurus Mesjid,
lingkungan, kelurahan, kecamatan.
c. Wirid
Perayaan Hari Besar
a. Perayaan maulid Nabi,
diselenggarakan oleh Kepala Lingkungan.
b. Perayaan 17 Agustus
setiap Lingkungan. Kecamatan Medan Area dahulu juga secara tata ruang, atau kondisi
lingkungan dapat dikatakan mendekati ciri-ciri pemukiman yang baik. Seperti
Universitas Sumatera Utara
kondisi jalan, sarana dan prasarana, sampai ruang terbuka hijau yang cukup. Kondisi permukiman yang baik dan memenuhi standart permukiman memiliki
peran dalam kenyaman bertempat tinggal bagi masyarakat yang mendiami kawasan permukiman tersebut.
Sebagai kawasan yang memang didominasi oleh permukiman, ukuran jalan di kecamatan ini umumnya tidak terlalu luas dan lebar seperti jalan besar
atau jalan raya. Karena disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat yang memang memanfaatkan jalan hanya untuk berlalu lalang biasa, bepergian dari
suatu tempat ke tempat lain. Kenderaan yang melewati jalan tersebut biasanya hanya kederaan-kenderaan pengangkut penumpang, seperti mobil, motor, becak,
dan bajaj. Bukan alat pengangkut barang seperti, container, pick-up, truk pasir, dan kenderaan besar lainnya. Sehingga jalanan yang kecil tidak pernah
dipermasalahkan oleh masyarakat. Karena memang pada kenyataannya, kondisi jalanan saat itu yang memang dalam keadaan baik karena tidak berlubang dan
aspal yang rata, jarang menimbulkan hal-hal buruk, seperti salah satunya kecelakaan.
“Lumayan bagus dulu jalanan disini. Mana ada yang bolong-bolong kayak gini. kalaupun bolong, kecil aja bolongnya. Abis itu langsung di
tambal sama pemerintah sini. Jalanan di gang-gang kecil aja kebanyakan di semen kok dulu, biar bagus. Apa lagi jalan-jalan yang di pasar itu.”
Kata Yusrizal warga jalan Rahmadsyah yang menyebut ‘pasar’ untuk jalan besar.
“Iya dek, sekarang sikit-sikit jalannya rusak ku lihat. Ngeri kali pulaknya yang lewat. Truk semua. Padahal kan ini bukan jalan untuk truk. Hancur
lah jalan kita dibuatnya.” Tambah Arif, warga jalan Puri yang juga hadir di tempat yang sama ketika
peneliti melakukan wawancara.
Universitas Sumatera Utara
Selain kondisi jalan, ruang yang terbuka hijau yang dahulu masih terlihat karena masih banyaknya pohon-pohon yang tumbuh di kawasan ini. Jenis-jenis
pepohonan yang dahulu sering di jumpai di Kecamatan Medan Area adalah Pohon Saga, Pohon Palem, dan Pohon Bunga Tanjung. Pohon-pohon tersebut tumbuh di
pinggir-pinggir jalan besar atau jalan raya tepat di depan rumah-rumah penduduk. Selain menambah keindahan lingkungan Kecamatan Medan Area, pohon-pohon
tersebut juga secara tidak langsung m ember jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya. Tapi sayangnya pohon-pohon tersebut harus di tebang karena
pembangunan ruko-ruko yang marak berkembang saat ini membutuhkan ruang yang lebih luas, sehingga pohon-pohon yang sudah lama tumbuh di pinggir-
pinggir jalan dan ukurannya lumayan besar dianggap sebagai pengganggu dalam pembangunan ruko. Sehingga lingkungan yang asri karena di tumbuhi pohon-
pohon tersebut berubah menjadi gersang dan tidak terawat. Ketika peneliti bertanya kepada para warga, hal-hal apa saja yang berubah
ketika kawasan ini masih menjadi kawasan permukiman sampai ketika sudah menjadi kawasan perdagangan, banyak warga yang mengeluhkan tentang Air
yang sering macet dan terkadang tidak keluar selama satu harian. Hal ini jelas menghambat kehidupan mereka, karena Air bersih merupakan kebutuhan pokok
dalam kehidupan sehari-hari. “Payah kali sekarang air keluar dari keran itu. Udah pakai pompa pun
masih susah juga keluarnya. Heran aku.”
Kata Mariati warga etnis Jawa yang bertempat tinggal di jalan A.R Hakim. Warga setempat berasumsi bahwa, air yang dahulu lancar dan sekarang
menjadi kurang lancar di karena penduduk di wilayah tersebut sudah terlalu padat. Sehingga kebutuhan penggunaan air menjadi meningkat di wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10 Contoh Rumah Penduduk Yang di Bangun Pada Masa Kecamatan
Medan Area Masih Merupakan Kawasan Permukiman
Keterangan Gambar: Pada Gambar di Atas Dapat di Lihat Bahwa Rumah dengan Jalan Besar atau Jalan Raya Tidak Memiliki Pembatas
Seperti Pagar.
Tingkat keamanan juga sering di risaukan saat ini. Sangat berbeda dengan dahulu yang dapat dikatakan aman dan tentram. Saat ini kebakaran, penculikan,
dan pencurian menjadi hal-hal yang begitu di waspadai. Sekitar tahun 1995-an masyarakat Kecamatan ini kebanyakan tidak memiliki pagar di rumah mereka.
Halaman rumah dibiarkan saja langsung bertemu dengan jalan besar tanpa ada pembatas seperti pagar. Mereka mengatakan karena saat itu, sesama tetangga
saling perduli dan saling tahu. Sehingga kalau ada orang asing yang terlihat mencurigakan di depan rumah tetangganya, mereka langsung memberi tahu dan
menolong. Sehingga dahulu, sering sekali para perampok gagal beraksi di wilayah tersebut karena ketahuan warga sekitar dan diserahkan ke yang berwajib.
“Kalau sekarang, ninggalin kereta di dalam rumah yang udah di pagar aja kita takut. Bisa pulak siang-siang ada maling. Kalau dulu maling baru
Universitas Sumatera Utara
beraksi kalau malam. Sekarang karena disini orangnya nggak peduli- peduli lagi, siang malampun bisa ada maling.”
Yahya, pria berusia 42 tahun yang juga pernah menjadi korban pencurian sepeda motor menjelaskan.
Kebakaran juga merupakan momok menakutkan saat ini bagi warga Kecamatan Medan Area. Dahulu kebakaran juga merupakan hal yang langka.
Walaupun masih ditemui permukiman yang padat dan setiap dindingnya terbuat dari kayu juga berdempetan dengan tetangganya, kebakaran jarang terjadi.
Mereka mengatakan, bahwa rumah yang tidak berjarak itu membuat mereka lebih hati-hati. Karena mereka tahu, jika mereka lengah, tidak hanya mereka yang rugi,
melainkan juga tetangga mereka ikut dirugikan. Selain itu, dalam proses peralihan kawasan ini, kebakaran juga di takutin
karena merupakan dari skenario peralihan kawasan. Warga setempat menyadari bahwa wilayah mereka saat ini sangat di inginkan untuk di jadikan sebagai
kawasan perdagangan. Banyak pihak-pihak yang berbuat curang agar masyarakat penduduk asli wilayah itu mau berpindah kekawasan lain dan menjual rumah serta
tanah mereka. Sayangnya harga yang ditawarkan oleh pihak pengusaha tidak sesuai sehingga ditolak. Untuk tetap menjalankan niatnya, ada oknum-oknum
yang memakai cara tidak baik seperti membakar perumahan warga dengan skenario yang sudah di rencanakan. Setelah rumah-rumah tersebut hancur, mereka
kembali berdatangan dan menawarkan untuk membeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang ditawarkan semula. Walaupun begitu, tetap saja harga yang
ditawarkan tidak sesuai dengan kerugian yang sudah didapatkan warga tersebut. Pekerjaan warga Kecamatan Medan Area memang beragam. Mulai dari
PNS, Guru swasta, Dosen, Pedagang di pasar tradisional, sampai Penarik becak
Universitas Sumatera Utara
yang sering merangkap menjadi kuli bangunan. Tetapi, ada pembedaan jenis pekerjan antara laki-laki dan perempuan yang jelas terlihat. Kalau kaum laki-laki
umunya bekerja di pemerintahan, lembaga pendidikan, dan sektor publik lainnya, dan bersifat sebagai mata pencaharian pokok. Maka kaum perempuan di sektor-
sektor domestik dan bersifat sebagai mata pencaharian tambahan. Dahulu, ibu-ibu di wilayah tersebut kebanyakan hanya sebagai ibu rumah
tangga. Walaupun bekerja hanya bekerja sambilan dan merupakan pendapatan sampingan. Karena pendapatan pokok merupakan tanggung jawab para suami.
Dan yang rata-rata ibu-ibu tersebut mencari nafkah dengan memanfaatkan keahlian mereka. Bukan bekerja di sektor publik. Pekerjaan yang menjadi pilihan
para ibu-ibu untuk bekerja diantaranya adalah menjadi buruh cuci dan setrika, menjahit, penjaga anak baby sitter, dan pembantu rumah tangga yang hanya
bekerja setengah hari. Pada masa itu, penghasilan dari pekerjaan tersebut yang lumayan kecil
memang hanya mampu sebagai tambahan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Untuk pekerjaan pekerjaan di bidang domestik seperti buruh cuci
setrika, baby sitter, dan pembantu rumah tangga setengah hari, hanya di beri upah sekitar Rp. 150.000 sampai Rp. 400.000 setiap bulannya. Sedangkan untuk
pekerjaan yang mengandalkan keahlian seperti penjahit, mereka mendapat upah dari Rp. 50.000 sampai 150.000 untuk setiap potong pakaian yang mereka
jahitkan. “Ya nggak dapat lah dek duit segitu untuk semua kebutuhan rumah
tangga. Untuk makan, sekolah anak, uang listrik air. Belum lagi bayar kontrakan rumah. Cuma sampingan lah itu.”
Universitas Sumatera Utara
Mariaty menjelaskan. Wanita yang memiliki suami seorang pegawai honorer di kelurahan juga mengatakan bahwa ia mencari penghasilan sampingan
karena ada suruhan dari sang suami. Sedangkan para kaum laki-laki bekerja untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya sebagai kewajiban pokok, bukan sebagai tambahan. Walaupun begitu, pada umumnya bapak-bapak di wilayah tersebut tidak tercatat sebagai
pekerja tetap di tempat ia bekerja. Melainkan hanya sebagai honorer yang masa kerjanya tidak jelas sampai kapan berakhir.
Dan, sering juga di jumpai para bapak-bapak yang bekerja merangkap dan kedua pekerjaanya itu rutin dilakukan dan dianggap sebagai pekerjaan tetap.
“ Disini biasa begitu. Nanti pagi dia jadi guru. Sore sampe malamnya narik becak. Ada juga yang biasanya kerja di kelurahana, tapi juga
ngajar-ngajar anak ngaji.” Kata Yahya, yang dahulu juga sempat menjabat sebagai kepala lingkungan
kepling di lingkungannya. Dari penuturan para warga, menunjukan bahwa dominannya masyarakat
Kecamatan Medan Area tidak memiliki penghasilan yang memang benar-benar mencukupi keperluan mereka. Warga setempat sering menyebut pekerjaan mereka
sebagai ‘mocok-mocok’. Pada tahun 1998 wilayah kecamatan Medan Area yang juga didominasi
oleh etnis tionghoa, mengalami imbas dari konflik pada zaman orde baru. Dimana pada masa itu, etnis tionghoa di anggap sebagai pendatang dan harus
meninggalkan wilayah tersebut. Karena adanya desakan dari masyarakat setempat dan konflik yang terjadi saat itu semakin memanas, sebagian besar Etnis Tionghoa
memilih untuk meninggalkan wilayah tersebut dan menutup usaha mereka yang
Universitas Sumatera Utara
juga berada di wilayah tersebut. Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Pada awal tahun 2000, disaat situasi konflik mulai stabil dan masyarakat setempat
sudah bisa menerima Etnis tionghoa kembali, mereka pun mulai datang dan bermukim kembali ke Kecamatan Medan Area dan mulai membuka usaha
kembali. Berawal dari hal tersebut, kegiatan perdagangan mulai berkembang dan semakin beragam jenisnya. Hal tersebut juga memicu pertumbuhan penduduk dan
beragamnya etnis di kawasan tersebut.
4.2 Kecamatan Medan Area Pada Masa Menjadi Kawasan Perdagangan