Elemen Karakteristik Pemanfaatan Lahan Elemen Karakteristik Bangunan Elemen Karakteristik Sirkulasi

urbanisasiadalah “is a process of becoming urban” maka dalam artian fisiko spasial, urbanisasi bebrarti berubahnya kenampakan fisiko spasial kekotaan. Dengan kata lain, urbanisasi merupakan proses berubahnya ketiga elemen morfologi kekotaan tersebut dari sifat-sifat kedesaan menjadi sifat-sifat kekotaan.

a. Elemen Karakteristik Pemanfaatan Lahan

Elemen karakteristik pemanfaatan lahan ditekankan pada bentuk atau tipe pemanfaat lahan semata.

b. Elemen Karakteristik Bangunan

Tinjauan ini menekankan pada pembahasan fungsi dari sebuah bangunan, fungsi mana selalu berasosiasi dengan orientasi pemanfaatannya. Sesuatu kota selalu diciri khas oleh dominasi fungsi bangunan yang berorientasi pada kegiatan kekotaan atau sektor non agraris.

c. Elemen Karakteristik Sirkulasi

Secara harfiah pengertian sirkulasi adalah peredaran dan yang dimaksudkan dengan pengertian sirkulasi disini adalah hal yang berkaitan denga peredaran barang, jasa dan informasi, namun yang ditekankan adalah prasaranan yang memfasilitasi peredaran barang, jasa dan informasi tersebut, yaitu jaringan transportasi dan komunikasi. Pada penelitian ini juga terdapat konflik kepentingan yang menjadi sebuah lingkaran permasalahan. Pada satu sisi, tatanan sosial sangat diperlukan untuk membentuk sense of community yang di perlukan suatu kawasan hunian untuk menghadapi perubahah baik secara revolusioner maupun evolusioner. Di sisi lain, tatanan fisik yang berbeda akan memicu perilaku yang berbeda karena hubungan timbal balik antara pola perilaku dengan milleu pada kawasan. Perubahan yang Universitas Sumatera Utara terjadi perlu di kendalikan agar fenomena privatisasi ruang, ruang terbuka yang terdefinisi buruk, dan sebagainya tidak mengegser kepentingan pembentukan ruang-ruang terbuka publik yang berkualitas sebagai wadah kehidupan sosial pada kawasan tersebut. Habermas dalam Susan 2009:75 mengemukakan konflik sebagai sesuatu yang inheren dalam system masyarakat. Hal ini tidak lepas dari fakta hubungan kekuasaan dalam sistem social, dan sifat kekuasaan adaalh menominsi dan diperebutkan. Fakta ini menciptakan steering problem masalah yang selalu muncul. Dijelaskan juga bahwa, kelompok yang berada dalam struktur dengan berbagai perangkat wewenang mampu mengarahkan berbagai bentuk kebijakan pada orang lain di luar struktur wewenang tersebut. Kondisi ini merupakan bentuk dominasi. Pada penelitian mengenai proses peralihan kawasan yang terjadi di Kecamatan Medan Area ini, terdapat permasalahan tanah grant sultan mendominasi kawasan Kecamatan Medan Area. Berdasarkan Hak atas tanah sebelum UUPA Undang-Undang Pokok Agraria, dimana dalam Hukum Agraria sebelum berlakunya UUPA terdapat dua kutub hukum, yaitu: 1. Hukum Agraria adat, dimana hukum ini berasal dari adat istiadat atau kebiasaa penduduk pribumi yang telah menjadi aturan atau norma yang harus dipatuhi. Hukum ini mengenal hak atas tanah seperti hak ulayat, hak milik dan hak pakai. 2. Hukum Agraria Barat, dimana hukum ini adalah hukum yang sengaja diterapkan oleh Belanda sejak zaman penjajahan di Indonesia. Hukum ini Universitas Sumatera Utara juaga bisa disebut Hukum Perdata Barat, hukum ini melahirkan hak-hak atas tanah seperti hak eigendom, hak opsal, hak arfpacth, hak gebruik. Dalam Hukum Agraria sebelum berlakunya UUPA ini juga di terangkan mengenai Grant Sultan. Dimana diterangkan bahwa Hak Grant adalah Hak atas tanah atas pemberian Hak Raja raja kepada bangsa asing. Hak Grant dapat disebut juga Geran Sultan, Geran Datuk atau Geran Raja. Gak Grant dikenal ada 3 macam. Yaitu, Grant Sultan adalah merupakan hak untuk mengusahakan tanah, yang diberikan oleh Sultan kepada para kaula Swapraja. Hak Grant Sultan ini, didaftar dikantor Pejabat Pamong Praja. Grant Controleur adalah hak yang diberikan kepada para bukan kaula Swapraja. Hak dimaksud disebut Controleur, karena pendaftarannya dilakukan di kantor Controleur. Hak ini banyak diubah menjadi Hak Opstal atau Hak Erfpacht. Grant Deli Maatschappy adalah hak yang diberikan oleh Sultan kepada Deli Maatschappy, lalu Deli Maatscheppy diberikan wewenang untuk memberikan bagian bagian tanah Grant kepada pihak ketiga atau pihak lain. Sedangkan hak-hak atas tanah juga di atur dalam UUPA. Siregar 2001 mengemukakan untuk memahami pengertian dari “hak-hak atas tanah” harus diawali dari pengertian “tanah” dan “tanah hak”, baru kemudian berlanjut tentang kewenangan yang diberikan Negara kepada seseorang atau badan hukum atas tanah itu. Seperti yang tercantum dalam Pasal 4. Dimana ayat 1 pada pasal tersebut berisi; Atas dasar hak menguasai dari Negara… ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Universitas Sumatera Utara Sedangkan ayat 2 pasal 4 UUPA adalah, berbunyi sebagai berikut; Hak- hak atas tanah… meberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan… dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Siregar juga menambahkan jenis-jenis hak atas tanah telah diatur di dalam UUPA tetapi tidak limitative. Namun di dalamnya tidak tercantum secara eksplisit tanah hak ulayat. Hak ini merupakan sinyal bahwa pengaturan tanah hak ulayat secara tuntas masih memerlukan waktu setelah diberlakukannya UUPA tersebut. Untuk Hak-hak atas tanah sendiri di atur pada Pasal 16 ayat 1 UUPA. Dimana hak-hak atas tanah dibagi atas delapan hak. Hak-hak tersebut yaitu mencakup pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, dan Hak lain-lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53. Pasal 53 ayat 1 UUPA yang disebutkan di atas berisi sebagai berikut; Hak- hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat. Selain hak-hak atas tanah yang disebutkan pada pasal 16 UUPA, juga dikenal hak atas tanah berdasarkan cara perolehan haknya, apakah melalui permohonan hak atau perjanjian pemberian hak. Universitas Sumatera Utara Siregar mengungkapkan Hak primer, Hak sekunder, serta Hak ulayat atas tanah. Yaitu sebagai berikut: 1. Hak Primer Hak primer atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seorang atau badan hukum yang pertama kali berasal dari hak bangsa Indonesia dan diperoleh secara original melalui permohonan hak kepada Negara, seperti yang hak milik, hak guna bangunan di atas tanah Negara, hak guna usaha, hak pakai di atas tanah Negara dan hak pengelolaan. 2. Hak Sekunder Hak sekunder atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum yang berikutnya bukan pertama kali berasal dari tanah hak seseorang atau badan hukum berdasarkan perjanjian pemberian hak dan diperoleh secara derivative, seperti hak milik di atas tanah hak pengelolaan, hak guna bangunan di atas tanah hak milik dan tanah hak pengelolaan, hak sewa di atas tanah hak milik, hak usaha bagi hasil di atas tanah hak milik, hak gadai di atas hak milik dan hak menumpang di atas hak milik. 3. Hak Ulayat tidak diatur tegas sebagaimana tanah-tanah hak yang ditetapkan pada pasal 16 UUPA sekalipun pada pasal 3 UUPA hak ulayat itu diakui. Jika hak ulayat itu didudukkan sebagaimana tanah hak yang diatur pada pasal 16 UUP maka hak atas tanah yang diberikan diatasnya seperti tanah hak penggarapan turun-temurun yang diberikan kepada masyarakat adat pada pencetakan sawah dapat dianggap sebagai hak sekunder atas tanah dan hak ulayatnya adalah hak primer. Tetapi jika hak Universitas Sumatera Utara ulayat itu ditempatkan sebagai miniature hak bangsa atas bumi, air, dan ruang angkasa maka hak yang timbul atas hak ulayat itu seperti hak penggarapan turun temurun yang disebut di atas adalah sebagai hak primer atas tanah. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN