Proses Peralihan Fungsi Kawasan: Dari Kawasan Permukiman Menjadi Kawasan Perdagangan (Study Kasus Pada Masyarakat Kecamatan Medan Area Kota Medan)

(1)

PROSES PERALIHAN FUNGSI KAWASAN: DARI KAWASAN

PEMUKIMAN MENJADI KAWASAN PERDAGANGAN

(Study Kasus pada Masyarakat Kecamatan Medan Area, Kota

Medan)

D

I

S

U

S

U

N

OLEH

SARI HATI

070901029

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Sari Hati NIM : 070901029 Departemen : Sosiologi

Judul : Proses Peralihan Fungsi Kawasan: Dari Kawasan Permukiman Menjadi Kawasan Perdagangan (Study Kasus Pada Masyarakat Kecamatan Medan Area Kota Medan)

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

( Prof. Rizabuana, M.Phil.,Ph.D) ( Dra. Lina Sudarwati, M.Si )

NIP. 196 109 291 986 011 002 NIP. 196 603 181 989 032 001

Dekan,

( Prof. Dr. Badaruddin, M.Si ) NIP. 196 805 251 992 031 002


(3)

ABSTRAK

Permasalahan peralihan kawasan bukan merupakan hal yang asing lagi. Seperti yang terjadi di Kecamatan Medan Area Kota Medan, yang mana kawasan ini awalnya di dominasi oleh permukiman, kini beralih menjadi kawasan perdagangan. Hal ini di tandai dengan meningkatnya jumlah pertokoan dan kegiatan perdagangan di kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode observasi, analisis data, dan menggunakan kuisioner untuk melihat persentase dari persepsi masyarakat.

Dalam peralihan kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area, dapat diidentifikasikan bahwa saat ini hampir seluruh wilayah tersebut telah di dominasi oleh kegiatan perdagangan. Peran pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia sangat diperlukan agar dapat menyesuaikan diri dan mampu bersaing agar tidak tertinggal oleh pembangunan dan kemajuan zaman. Proses peralihan yang terjadi di Kecamatan Medan Area didasari oleh beberapa faktor pendukung, yaitu faktor ekonomi, faktor pariwisata, letak lokasi yang strategis, dan tersedia lahan-lahan kosong potensial untuk di jadikan kawasan perdagangan. Tanggapan masyarakat menunjukkan, bahwa dalam proses peralihan kawasan yang bermula pada awal tahun 2000 ini, tidak hanya berdampak negatif maupun positif kepada kondisi fisik lingkungan dan infrastruktur, melainkan juga kepada kondisi sosial, budaya, dan perekonomian masyarakat, dan munculnya konflik-konflik lahan serta kesenjangan etnis.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PROSES PERALIHAN FUNGSI KAWASAN: DARI KAWASAN PEMUKIMAN MENJADI KAWASAN PERDAGANGAN (Study Kasus pada Masyarakat Kecamatan Medan Area, Kota Medan)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, maka skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari penulisan proposal saat penelitian dan sampai selesainya skripsi ini oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Mama Nur’aini dan Ayah Muhammad Yunus yang telah melahirkan, merawat, mendidik, ananda dengan segenap cinta, doa serta kasih sayang yang teramat besar dan tulus. Demikian juga buat Abang-abang dan Adik-adik Alm. Yus Mulyadi, Yus Hanizar, Yus Sabrani, Yus Bardani, Muthia Wani, dan Nurhayati.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga pernah membimbing saya dalam memahami Sosiologi.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi. Beliau yang telah memberikan pengajaran yang sangat berarti selama saya menjadi mahasiswa, juga turut memberi masukan-masukan yang sangat berarti ketika saya mengajukan judul dan selama saya mengerjakan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Rizabuana Ismail, M.Phil, Ph.D sebagai dosen Pembimbing Akademi sekaligus dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang telah membimbing penulis semenjak awal kuliah sampai pada penyelesaian skripsi ini. Dengan begitu banyaknya kesibukan, beliau masih bersedia


(5)

meluangkan waktu kepada penulis untuk memberikan masukan berupa nasehat serta materi yang sangat berguna bagi penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.Sp selaku Seketaris Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Seluruh dosen pengajar Departemen Sosiologi yang telah membimbing saya selama menjadi mahasiswa. Memberi saya pengetahuan-pengetahuan khususnya di bidang Sosiologi yang bermanfaat bagi saya selaku mahasiswa Sosiologi. Terima kasih Bapak dan Ibu Dosen.

7. Seluruh pegawai departemen dan pendidikan yang telah membantu dan mendukung proses penyelesaian studi dalam urusan administrasi baik di departemen maupun di pendidikan. Terutama kepada Kak Nurbaiti selaku pegawai administrasi bagian pendidikan dan juga kepada Kak Fenni Khairifa selaku pegawai administrasi Jurusan Sosiologi.

8. Kepada keluarga angkat yang telah membesarkan, merawat, dan mendidik saya. Mama Azimar Muchtar, serta Abang-abang dan Kakak-kakak ipar, Rizka Muchtar ST & Dian Haerani A.md, Fikar Muchtar ST & Almh. dr. Yessi Roza, dr M. Aron Pase Sp.Pd & drg Dewi Puspita Sari Simatupang. Terimakasih masih tetap mendukung dan menyayangi saya sampai saat ini.

9. Kepada kekasih saya Junaedy Sebayang ST dan keluarga Bapak Ahmad Jamal Sebayang SH, M.hum yang juga ikut berpartisipasi dan membagi ilmunya selama pengerjaan skirpsi saya, dan Ibu Marina Ginting.

10.Seluruh teman-teman mahasiswa departemen Sosiologi khususnya stambuk 2007 yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.

Medan, May 2013


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5 Definisi Konsep ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian Pustaka ... 17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi Penelitian ... 43

3.2.1 Deskripsi Wilayah ... 43

3.2.2 Potensi Wilayah ... 45

3.3 Unit Analisi dan Informan ... 47

3.3.1 Unit Analisis ... 47

3.3.2 Informan ... 48

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.4.1 Data Primer ... 55

3.4.2 Data Sekunder ... 56


(7)

BAB VI PROSES PERALIHAN FUNGSI KAWASAN DARI KAWASAN

PEMUKIMAN MENJADI KAWASAN PERDAGANGAN DI

KECAMATAN MEDAN AREA

4.1Kecamatan Medan Area Pada Masa Menjadi Kawasan

Permukiman ... 59 4.2 Kecamatan Medan Area Pada Masa Menjadi Kawasan

Perdagangan ... 76 4.3 Perubahan Kondisi Mata Pencaharian Penduduk Pada

Masa Peralihan Kawasan Permukiman Menjadi Kawasan

Permukiman di Kecamatan Medan Area ... 93 4.4 Permasalahan Lahan / Bangunan Ketika Masa Peralihan

Kawasan Permukiman Menjadi Kawasan Perdagangan ... 103

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 109 5.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Nama Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Pertokoan,

dan Pasar di Kecamatan Medan Area, Kota Medan ... 2 Tabel 2: Jumlah Pasar dan Pertokoan di Kecamatan Medan Area ... 4 Tabel 3: Data-data Saran dan Pra-sarana di Kecamatan Medan

Area ... 46 Tabel 4: Data-data Sekolah di Kecamatan Medan Area pada Setiap

Kelurahan ... 46 Table 5: Industri-industri Rumah Tangga di Kecamatan Medan

Area ... 47 Tabel 6: Jenis-Jenis Kegiatan Masyarakat & Organisasi Yang

Terdapat di Kecamatan Medan Area Pada Masa Kawasan

Permukiman ... 68 Tabel 7:Perubahan Pola Interaksi Pada Masa Kawasan Perdagangan

Dengan Pada Masa Kawasan Permukiman ... 84 Tabel 8: Jenis-Jenis Kegiatan Masyarakat & Organisasi Yang Terdapat di Kecamatan Medan Area Pada Masa Kawasan

Perdagangan ... 87 Tabel 9: Jenis Perdagangan Yang Ada di Kecamatan Medan Area ... 96


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Peta Kecamatan Medan Area, Kota Medan ... 3

Gambar 2: Teori Kosentris Burgess ... 19

Gambar 3: Pola Perubahan Kosentris Spasial ... 24

Gambar 4: Pola Perubahan Dispersi Spasial ... 25

Gambar 5: Hubungan Antara Budaya dan Sistem Seting ... 27

Gambar 6: Posisi Kecamatan Medan Area Pada Kota Medan... 44

Gambar 7: Istana Tengku Besar yang dahulu terdapat di Jln. Amaliun Kelurahan Kota Matsum IVKecamatan Medan Area ... 60

Gambar 8: Puri Kesultanan Melayu Deli Pada Tahun 1940 ... 61

Gambar 9: Pengelompokan Masyarakat Kecamatan Medan Area Berdasarkan Etnis Penduduk ... 63

Gambar 10: Contoh Rumah Penduduk Yang di Bangun Pada Masa Kecamatan Medan Area Masih Merupakan Kawasan Permukiman ... 72

Gambar 11: Rumah-Rumah Pada Masa Kawasan Peralihan yang Kini di Jual ... 78

Gambar 12: Ruko-ruko Yang di Bangun di Kecamatan Medan Area ... 79

Gambar 13: Rumah-Rumah Yang Berada Dalam Gang di Kecamatan Medan Area ... 80

Gambar 14: Rumah-Rumah Yang Berada di Jalan Besar di Kecamatan Medan Area ... 81

Gambar 15: Proses Penambalan Jalan di Kecamatan Medan Area ... 83

Gambar 16: Mall / Plaza Terbesar Yang Terdapat di Kecamatan Medan Area ... 96

Gambar 17: Salah Satu Toko Retail Yang Ada di Kecamatan Medan Area ... 97

Gambar 18: Pusat Perdagangan di Kecamatan Medan Area Yang Menggunakan Bangunan Ruko ... 99

Gambar 19: Pusat Perdagangan di Kecamatan Medan Area Yang Menggunakan Bangunan Kios ... 100


(10)

Gambar 20: Contoh Dalam Satu Bangunan Ruko Terdapat Lebih


(11)

ABSTRAK

Permasalahan peralihan kawasan bukan merupakan hal yang asing lagi. Seperti yang terjadi di Kecamatan Medan Area Kota Medan, yang mana kawasan ini awalnya di dominasi oleh permukiman, kini beralih menjadi kawasan perdagangan. Hal ini di tandai dengan meningkatnya jumlah pertokoan dan kegiatan perdagangan di kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode observasi, analisis data, dan menggunakan kuisioner untuk melihat persentase dari persepsi masyarakat.

Dalam peralihan kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area, dapat diidentifikasikan bahwa saat ini hampir seluruh wilayah tersebut telah di dominasi oleh kegiatan perdagangan. Peran pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia sangat diperlukan agar dapat menyesuaikan diri dan mampu bersaing agar tidak tertinggal oleh pembangunan dan kemajuan zaman. Proses peralihan yang terjadi di Kecamatan Medan Area didasari oleh beberapa faktor pendukung, yaitu faktor ekonomi, faktor pariwisata, letak lokasi yang strategis, dan tersedia lahan-lahan kosong potensial untuk di jadikan kawasan perdagangan. Tanggapan masyarakat menunjukkan, bahwa dalam proses peralihan kawasan yang bermula pada awal tahun 2000 ini, tidak hanya berdampak negatif maupun positif kepada kondisi fisik lingkungan dan infrastruktur, melainkan juga kepada kondisi sosial, budaya, dan perekonomian masyarakat, dan munculnya konflik-konflik lahan serta kesenjangan etnis.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, dan juga sebagai salah satu faktor penunjang taraf hidup manusia. Berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, definisi rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan pemukiman adalah suatu kawasan yang di dominasi oleh perumahan dan berfungsi sebagai tempat tinggal. Pemukiman dapat juga di definisikan sebagai kawasan yang didominasi oleh hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal.

Sedangkan kawasan perdagangan adalah kawasan atau wilayah yang di dominasi oleh kegiatan perdagangan, tempat perniagaan, ataupun pertokoan. Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Giatnya aktivitas perdagangan suatu negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya serta menjadi tolak ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri. Sehingga bisa dibilang perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Melalui perdagangan pula suatu negara bisa menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga sehingga secara tidak langsung perdagangan juga berhubungan erat dengan dunia politik.

Saat ini, peralihan kawasan bukanlah hal yang asing. Salah satunya adalah peralihan kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan. Salah satu wilayah yang mengalami peralihan dari kawasan pemukiman menjadi kawasan


(13)

perdagangan adalah Kecamatan Medan Area. Kecamatan Medan Area adalah salah satu dari

Kecamatan Medan Area berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun di sebelah barat, Kecamat sebelah selatan, dan kecamatan sebalah utara. Pada tahun 107.558 jiwa. Luasnya adalah 9,05 km² dan kepadatan penduduknya adalah 20.005,80 jiwa/km² (Wikipedia.com).

Tabel 1

Nama Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Pertokoan, dan Pasar di Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

No Nama

Kelurahan

Jumlah Penduduk

Jumlah Pertokoan Jumlah Pasar 1999 2005 2009 1999 2005 2009

1 Sukaramai I 11.046 67 67 9 - - -

2 Sukaramai II 8.195 85 385 60 1 1 2

3 Tegal Sari I 12.147 200 200 10 - 1 1 4 Tegal Sari II 6.931 10 11 385 1 1 1 5 Tegal Sari III 10.895 - 8 201 - - - 6 Kota Matsum I 13.056 10 20 15 - - -

7 Kota Matsum II 8.830 - - 20 - - -

8 Kota Matsum IV

16.579 6 15 1 - - -

9 Pasar Merah Timur

13.234 6 12 68 - - -

10 Pandau Hulu II 10.473 52 58 71 - - - 11 Sei Rengas II 6.127 230 230 232 2 2 2 12 Sei Rengas

Permata

4.065 24 24 13 - - -

Total 121.578 690 1.029 1.085 4 5 6

Sumber: Badan Pusat Statistik Profinsi Sumatera Utara; Kecamatan Medan Area dalam Angka 1999, 2005, 2010 dan Data Rekapitulasi Penduduk Kecamatan Medan Area Tahun 2011.


(14)

Gambar 1: Peta Kecamatan Medan Area, Kota Medan

Sumber: Badan Pusat Statistik Profinsi Sumatera Utara: Kecamatan Medan Area dalam Angka 2010.

Sebagian besar wilayah di atas telah berubah menjadi pusat perdagangan. Perdagangan yang terjadi di kawasan tersebut beragam jenisnya, mulai dari usaha kecil seperti warung internet, toko grosir kebutuhan pokok, dan warung nasi padang. Sampai usaha yang tergolong besar seperti toko pakaian, restaurant, toko kompresor dan pusat perbelanjaan modern. Tingkat perdagangan di kawasan ini dapat di katakan mengalami peningkatan. Hal ini di dukung oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) Profinsi Sumatera Utara mengenai banyaknya pasar dan pertokoan di Kecamatan Medan Area sebagai berikut:


(15)

Tabel 2

Jumlah Pasar dan Pertokoan di Kecamatan Medan Area.

Tahun 1999 2005 2009

Jumlah Pasar 4 5 6

Jumlah Pertokoan 690 1.029 1.085

Total 694 1.034 1.091

Sumber: Badan Pusat Statistik Profinsi Sumatera Utara; Kecamatan Medan Area dalam Angka 1999, 2005,dan 2010.

Pada data diatas, jumlah pertokoan sudah mencakup jumlah swalayan / mini market dan mall / plaza yang ada di kecamatan tersebut. Kemunculan pasar swalayan / mini market dan mall / plaza mulai terlihat pada tahun 2009, dimana terdapat 7 swalayan / mini market dan 3 mall / plaza. 1 swalayan / mini market terdapat di kelurahan Pasar Merah Timur, begitu juga pada Kelurahan Tegal Sari III, Kelurahan Kota Matsum IV, Kelurahan Sei Rengas Permata dan Kelurahan Pandau Hulu II yang masing-masing memiliki 1 swalayan / mini market. Sedangkan 2 swalayan / mini market lainnya terdapat di Kelurahan Suka Ramai II. Pertumbuhan pertokoan mengalami kondisi yang tidak stabil di wilayah tertentu. Seperti pada Kelurahan Suka Ramai II yang mengalami peningkatan cukup drastis dari tahun 1999 ke tahun 2005, yaitu dari 85 pertokoan menjadi 385, namun mengalami penurunan kembali pada tahun 2009 yaitu menjadi 60 pertokoan. Berbeda dengan hal tersebut Kelurahan Tegal Sari II dan Kelurahan Tegal Sari III mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dimana Kelurahan Tegal Sari II pada tahun 1999 sampai 2005 hanya memiliki 10 pertokoan, namun peningkatan di Kelurahan tersebut terlihat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 385 pertokoan. Dan Kelurahan Tegal Sari III pada Tahun 1999 sama sekali tidak memiliki pertokoan, pertokoan di wilayah tersebut mulai terlihat di tahun 2005 yaitu sebanyak 8 pertokoan. Peningkatan jumlah pertokoan di wilayah ini terlihat


(16)

di tahun 2009 yaitu terdapat 201 pertokoan. Selain wilayah-wilayah tersebut pada Kelurahan lain di Kecamatan Medan Area juga mengalami peningkatan maupun penurunan jumlah pertokoan, tetapi peningkatan dan penurunan di wilayah tersebut tidak terlalu mencolok.

Adanya pengurang, serta pertambahan jumlah pertokoan di setiap beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Area disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya adalah perpindahan toko ke wilayah yang lebih strategis di Kelurahan lain namun masih berada di Kecamatan yang sama. Serta adanya pembangunan pertokoan pada saat survei dilakukan. Pembangunan pertokoan dalam bentuk ruko dan komplek pertokoan memang mulai marak-maraknya sekitar tahun 2000. Namun secara keseluruhan, jumlah pertokoan di Kecamatan Medan semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi karena semakin banyaknya minat dari pengusaha untuk membangun serta meningkatkan usaha mereka semenjak awal tahun 2000 tersebut.

Pada data yang terlihat dari Tabel 1 jumlah pasar dari tahun 1999, 2005, sampai 2009 mengalami penambahan jumlah yang meningkat, yaitu 4 pasar pada tahun 1999, 5 pasar pada tahun 2005, dan 6 pasar pada tahun 2009. Jenis pasar yang ada di Kecamatan Medan Area adalah pasar tradisional. Jenis barang yang diperdagangankan pada pasar tradisional tidak jauh berbeda dengan pasar modern, yaitu barang-barang perlengkapan kebutuhan manusia seperti pakaian, bahan makanan, dan barang kebutuhan sehari-hari. Yang berbeda dari pasar tradisional dengan pasar modern adalah suasana pasar, sistem pelayanan dan sistem perdagangan. Dimana pada pasar tradisional dalam sistem perdagangannya terdapat sistem tawar menawar harga, berbeda dengan pasar modern yang telah


(17)

menentukan harga dengan label yang ditempelkan pada barang dan tidak dapat ditawar. Dalam segi apsek ruang, pasar harus memperoleh ruang yang strategis sehingga menguntungkan dari segi finansial, akses kepada pembeli, waktu, dan lainnya. Suatu ruang dianggap strategis pagi pasar adalah merupakan wilayah yang dilewati oleh jalur kendraan, daerah penghasil (daerah pertambangan, industri, dan sebagainya), dan daerah pemukiman.

Pada awalnya, Kecamatan Medan Area di dominasi oleh Etnis Padang dan Jawa. Tetapi di mulai pada awal tahun 2000 mayoritas Etnis Tionghoa semakin memenuhi kawasan tersebut. Memang, sebelumnya sudah ada Etnis Tionghoa di kawasan tersebut, namun ketika tahun 1998 masyarakat Tionghoa sempat menghindari kawasan tersebut di karenakan adanya konflik pada peralihan zaman orde baru menjadi zaman reformasi. Pada saat itu, banyak dari etnis tionghoa yang menutup usaha mereka dan pergi dari kawasan tersebut.

Lokasi Kecamatan Medan Area yang cukup strategis baik dari aspek ekonomi seperti perkantoran maupun pariwisata, seperti Airport, Istana Maimun, dan Mesjid Raya. Membuat peluang untuk membuka usaha atau kawasan perdagangan di daerah tersebut sangat menjanjikan. Selain itu, banyak lahan-lahan kosong yang terdapat di derah tersebut, terutama di Kelurahan Kota Matsum I, Kota Matsum II, dan Kota Matsum IV. Di tiga Kelurahan yang masih termasuk dalam Kecamatan Medan Area itu banyak terdapat tanah-tanah Grant Sultan yang tidak dihuni, walaupun beberapa banyak juga Tanah-tanah Grant sultan tersebut yang telah dibangun pemukiman, namun pemilik pemukiman tidak memiliki hak atas tanah, hanya memiliki hak atas bangunan saja. Sehingga pemiliki tanah atau ahli waris tanah Grant Sultan tersebut memiliki hak untuk menjual tanah-tanah


(18)

tersebut yang notabene adalah Etnis Tionghoa. Ada juga para pemilik tanah yang memang sedari awal sudah membeli tanah tersebut, menjualnya kembali karena harga jual tanah yang cukup tinggi.

Bagi masyarakat, mengalami peralihan kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan bukanlah hal yang mudah. Karena mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Seperti jalanan yang semakin sering mengalami kerusakan karena seringnya truk-truk konteiner pemasok barang yang melewati jalanan depan rumah mereka. Tidak hanya itu, kecelakaan juga sering terjadi karena jumlah kenderaan yang berlalu lalang tidak sesuai dengan lebar jalan yang ada. Banyaknya pertokoan membuat semakin banyak kenderaan yang belalu-lalang. Baik kenderaan pembeli, maupun pegawai toko. Karena dahulunya tempat tersebut adalah pemukiman, sehingga lebar jalannya tidak sesuai dengan lebar jalan untuk kawasan perdagangan.

Dalam hal pekerjaan, masyarakat mengalami perubahan. Dari yang bekerja sebagai pekerja tidak tetap, banyak dari mereka yang memiliki pekerjaan tetap. Baik menjadi satpam, penjaga malam toko, sampai pegawai toko seperti pramuniaga ataupun kasir. Para ibu-ibu rumah tangga yang biasanya bekerja sambilan sebagai buruh cuci dan setrika di rumah para tetangga mereka yang merupakan warga pribumi, menjadi pengasuh anak atau pekerja rumah tangga di tempat para warga non pribumi di daerah tersebut. walaupun jenis pekerjaannya cenderung sama, namun mereka mendapat upah jauh lebih tinggi dari pada bekerja pada keluarga warga pribumi. Jika biasanya bekerja di tempat warga pribumi mereka mendapat upah sekitar Rp 400.000-Rp 600.000, sedangkan


(19)

bekerja dengan warga non pribumi mereka mendapat upah sekitar Rp 800.000- Rp 1.800.000.1

1. Mengindetifikasikan kawasan-kawasan mana saja yang telah beralih fungsi dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area.

Namun, perubahan kebiasaan bersosialisasi juga terlihat pada masyarakat ini. Karena sekarang sudah beralih menjadi kawasan perdagangan, mereka tidak bertetangga dengan sesama warga yang bermukim. Tetapi rumah-rumah mereka bertetangga dengan toko-toko, sehingga mereka tidak bisa leluasa berinteraksi seperti dulu, berinteraksi layaknya antar tetangga. Saat ini karena kurangnya interaksi antar tetangga, masyarakat banyak memilih hanya berada dirumah saja dan melakukan interaksi dengan kerabat mereka lain dari pada tetangga. Dan suasana rumah mereka menjadi tertutup, karena kurangnya interaksi sesama tetangga.

Berdasarkan keadaan di atas, maka peneliti melakukan kajian tentang tanggapan masyarakat yang mengalami proses peralihan dari kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penting bagi suatu penelitian untuk menentukan perumusan masalah dari permasalahan yang akan diteliti, untuk melihat fokus pembahasan permasalahan yang sedang diteliti. Adapun perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah:

1


(20)

2. Menggambarkan bagaimana proses peralihan yang terjadi sehingga kawasan yang sebelumnya adalah kawasan permukiman dan sekarang menjadi kawasan perdagangan.

3. Tanggapan masyarakat tentang peralihan fungsi yang terjadi sehingga kawasan ini menjadi kawasan perdagangan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui secara detail dan mendalam bagaimana proses, serta tanggapan masyarakat terhadap peralihan fungsi kawasan dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan yang terjadi di Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini terbagi dalam dua manfaat. Yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Yang dimaksud dengan manfaat teoritis dan manfaat praktis adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai peralihan suatu kawasan dari kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu-ilmu sosial khususnya study Sosiologi Perkotaan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam bentuk bacaan untuk memperkaya wawasan setiap individu yang membaca hasil penelitian ini dan


(21)

menjadi bahan perbandingan referensi dalam meneliti masalah yang serupa dengan penelitian ini.

1.5. Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitan ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian, agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini. Maka batasan-batasan konsep yang akan di berikan, yaitu:

1.5.1 Kawasan Pemukiman

Batasan tentang kawasan permukiman adalah kawasan inti yang seringkali mendominasi dalam suatu kawasan perkotaan. Kawasan ini menjadi pusat berawalnya kegiatan yang keberadaannya sering kali mengikuti perkembangan kawasan lainnya. Setiap kawasan fungsional yang di kembangkan akan membutuhkan kawasan pemukiman untuk mengakomodasi perkembangan masyarakat yang beraktifitas di dalam kawasan yang di kembangkan.

Perkembangan kawasan tersebut pada dasarnya dapat digolongkan kedalam dua jenis, yaitu:

1. Pemukiman yang berkembang karena faktor historis. Pemukiman jenis ini umumnya di tenggarai sebagai titik awal perkembangan suatu wilayah atau kota yang berkembang secara alami pada lokasi-lokasi yang dekat dengan sumber daya alam yang di gunakan manusia untuk hidup seperti sungai dan lahan pertanian yang subur. Berkaitan dengan hal tersebut, umumnya permukiman jenis ini berkembang secara sporadis di sekitar sumber daya alam tersebut.


(22)

2. Pemukiman yang berkembang karena di ciptakan. Untuk pemukiman jenis yang kedua adalah pemukiman yang berkembang karena di ciptakan oleh pengembang. Pemukiman ini di kembangkan pada lokasi-lokasi yang umumnya berada di pinggiran kota untuk meng-akomodir pertumbuhan pusat-pusat baru di pinggiran kota tersebut. Pemukiman jenis kedua ini juga di kembangkan untuk memeratakan perkembangan wilayah atau kota, serta memenuhi kebutuhan perumahan penduduk.

Berkenaan dengan kedua jenis tersebut, dalam suatu wilayah atau kota, perkembangan dari kawasan pemukiman sangat rentan terhadap adanya perkembangan yang tidak terkendali. Adanya permintaan perumahan yang cukup tinggi yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan pengembangan kawasan pemukiman yang memadai, menyebabkan perkembangan kawasan pemukiman ini menjadi salah satu pemberi sumbangan terhadap terjadinya fenomena urban. Selain itu berbagai persoalan pembangunan juga banyak muncul dari kawasan pemukiman, yaitu perumahan liar dan pemukiman kumuh, yang seringkali berdampak lebih lanjut pada meningkatnya tingkat kesenjangan masyarakat, tingginya angka kriminalitas, dan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Berkaitan dengan banyaknya persoalan pembangunan yang muncul dari perkembangan kawasan pemukiman, maka kawasan pemukiman merupakan salah satu kawasan yang perlu dilakukan penanganan secara khusus, namun dalam konteks keruangan, penyelesaiannya tidak mungkin dilakukan secara bersamaan.

Mayoritas dari pemukiman yang berada di Kecamatan Medan Area dapat di katakan pemukiman yang tidak memadai karena beberapa wilayah di kawasan tersebut tidak mendapat fasilitas air bersih yang memadai, walaupun


(23)

rumah-rumah di kecamatan tersebut menggunakan layanan air bersih dari perusahaan air miliki pemerintah, namun tidak semua saluran air di rumah-rumah penduduk berjalan lanjar. Untuk dapat memproleh air bersih, mereka harus menggunakan pompa air listrik agar saluran air menjadi lancar. Kondisi jalan juga tidak dapat di katakan dalam kondisi baik, karena masih terdapat jalanan-jalanan rusak dan berlubang yang mengganggu aktifitas sehari-hari masyarakat sekitar. Ketersedian ruang terbuka hijau di kawasan tersebut sangat sulit ditemukan, padahal ruang terbuka hijau merupakan bagian dari persyaratan sarana dan prasarana yang baik bagi suatu pemukiman. Sistem dreinase dan permasalahan sampah juga tidak terorganisir dengan baik. Hal ini dapat di lihat berdasarkan keadaan parit-parit yang tidak mengalir karena adanya penyumbatan ataupun hambatan karena tumpukan sampah yang menggenangi parit tersebut.

Kawasan pemukiman di kecamatan ini juga dapat di katakan sebagai pemukiman prioritas, karena letak yang strategis dan memiliki nilai ekonomis. Letak yang strategis dapat di lihat dari akses jalan yang menuju ke arah jalan raya atau pusat kota seperti Jalan Sisingamangaraja, Jalan Juanda, Jalan Husni Thamrin, dan Jalan Sutomo. Selain akses jalan, kawasan ini juga strategis karena mendekati fasilitas-fasilitas umum seperti airport, kawasan wisata, perkantoran, pasar, rumah sakit, dan pusat hiburan. Dan kawasan ini merupakan kawasan rawan banjir jika hujan lebat dan turun dalam waktu yang cukup lama.

Jenis pemukiman yang terdapat di kawasan ini tidak hanya rumah yang umum terdapat di wilayah pemukiman lain, tetapi juga ada paviliun dan rumah susun. Masyarakat Kecamatan Medan Area tidak semua memiliki hak atas tanah bagi rumah mereka, melainkan hanya memiliki hak atas bangunan yang mereka


(24)

bangun di atas tanah sewaan yang merupakan tanah grant sultan. Kondisi bangunan di wilayah ini secara umum merupakan bangunan-bangunan lama yang terlihat dari bentuk dasar bangunannya, walaupun sebagian besar pemilik rumah sudah melakukan renovasi pada rumah mereka.

1.5.2 Kawasan Perdagangan

Kawasan perdagangan secara umum di definisikan sebagai kawasan yang mayoritas kegiatannya adalah perdagangan atau jual beli. Kawasan perdagangan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Suatu wilayah layak dikatakan sebagai kawasan perdagangan jika memiliki beberapa ketentuan, seperti akses jalan yang baik, sistem transportasi yang memadai, lingkungan yang strategis, dan lain sebagainya. Perdagangan merupakan suatu hal yang penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara.

Perdagangan adalah semua tindakan yang tujuannya menyampaikan barang untuk tujuan hidup sehari-hari, prosesnya berlangsung dari produsen kepada konsumen. Orang yang pekerjaannya memperjual-belikan barang atas prakarsa dan resiko, di namakan pedagang. Perdagangan di bedakan atas perdagangan besar dan perdagangan kecil. Dalam perdagangan besar jual beli berlangsung secara besar-besaran. Dalam perdagangan besar, barang tidak di jual atau di sampaikan langsung kepada konsumen atau pengguna, sedangkan dalam perdagangan kecil, jual beli berlangsung secara kecil-kecilan dan barang di jual langsung kepada konsumen. Sementara itu, pedagang sendiri jenisnya bermacam-macam. Ada pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang dari pintu ke pintu (door to door), pedangang kios, pedangang kaki lima, grosir (pedagang besar),


(25)

pedagang supermarket dan sebagainya. Jenis-jenis pedagang ini lazim di bedakan berdasarkan pada cara menawarkan barang dagangannya masing-masing.

Kegiatan perdagangan yang di lakukan di Kecamatan Medan Area mayoritas di lakukan oleh etnis Tionghoa, namun persaingan mulai terlihat dengan banyaknya pengusaha-pengusaha yang berasal dari etnis Pribumi mulai bermunculan. Kegiatan perdagangan di kawasan ini tidak hanya menjajakan barang seperti toko grosir bahan pokok, toko pakaian, toko makanan, dan lainnya. Melainkan juga menjajakan jasa, seperti jasa laundry, jasa pengiriman barang, jasa penyewaan angkutan antar kota, dan lainnya.

Pada awalnya kegiatan perdagangan yang terjadi di kawasan ini berupa perdagangan kecil yang berkembang menjadi perdagangan besar dalam kurun waktu kurang lebih selama dua belas tahun belakangan. Perkembangan yang memberi dampak peralihan dari kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan ini di mulai pada awal tahun 2000 hingga sekarang. Awalnya mayoritas pedagang memanfaatkan rumah mereka sebagai tempat berjualan, namun seiring dengan berkembangnya usaha mereka beberapa pedagangan memutuskan untuk berpindah tempat tinggal dan murni hanya melakukan perdagangan di kawasan tersebut. Keputusan tersebut dilakukan karena adanya pertimbangan beberapa hal, salah satu di antaranya seperti sudah banyaknya langganan di sekitar kawasan tersebut. Keadaan ini juga menjadi alasan bagi pedagang-pedagang lain dalam melihat peluang. Tingkat kebutuhan masyarakat sekitar daerah tersebut yang cukup tinggi dan jumlah populasi yang cukup padat dengan kepadatan penduduk 20.005,80 jiwa/km² untuk luas wilayah 9,05 km². Selain jumlah penduduk yang cukup padat, seperti yang sudah di sebutkan bahwa


(26)

kondisi wilayah di Kecamatan Medan Area tergolong strategis dan bernilai ekonomi tinggi. Sikap masyarakat yang cukup dapat menerima hal baru juga menjadi semakin berkembangannya perdagangan-perdagangan baik dalam skala kecil maupun skala besar berkembang pesat. Sehingga kawasan tersebut di dominasi oleh perdagangan, maka dari itu Kecamatan Medan Area dapat di sebut sebagai kawasan perdagangan.

1.5.3 Peralihan Fungsi Kawasan

Peralihan fungsi kawasan adalah kawasan yang mengalami pergeseran fungsi dari suatu fungsi menjadi fungsi yang lain. Dalam penelitian ini terjadi dengan beralihnya fungsi suatu kawasan dari yang awalnya adalah kawasan permukiman menjadi kawasan yang berfungsi sebagai kawasan perdagangan.

Banyak peralihan kawasan yang terjadi saat ini, seperti peralihan kawasan pertanian menjadi kawasan permukiman, kawasan hutan lindung menjadi kawasan perkebunan, kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan, dan jenis peralihan kawasan lainnya. Beberapa alasan suatu kawasan beralih fungsi adalah dengan adanya kebutuhan masyarakat yang lebih dominan, karakteristik masyarakat yang menduduki kawasan tersebut, sampai dengan penataan tata ruang yang kurang baik. Peralihan kawasan berjalan secara bertahap, atau dapat dilihat prosesnya dalam jangka waktu yang cukup panjang. Berbeda dengan perubahan yang terlihat berdasarkan hasil, peralihan lebih melihat sesuatu berdasarkan pada proses terciptanya.

Proses pada suatu peralihan dapat juga di sebut sebagai transisi, sehingga masyarakat yang mengalami peralihan kawasan seperti yang dialami oleh


(27)

masyarakat Kecamatan Medan Area ini dapat di sebut masyarakat transisi. Ciri-ciri masyarakat transisi dapat di lihat seperti adanya pergeseran dalam bidang pekerjaan, seperti pergeseran dari tenaga kerja pertanian ke sektor industri. Adanya pergeseran pada tingkat pendidikan. Di mana sebelumnya tingkat pendidikan rendah, tetapi sekarang mempunyai tingkat pendidikan yang meningkat. Mengalami perubahan ke arah kemajuan, masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan jaman. Tingkat mobilitas masyarakat tinggi, biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya.

Transisi juga dialami oleh masyarakat Kecamatan Medan Area yang mengalami peralihan kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan. Transisi juga menunjukan bahwa suatu wilayah mengalami peralihan ataupun perubahan. Selain semakin banyaknya bangunan Ruko (Rumah-Toko) di wilayah tersebut yang menggantikan bangunan-bangunan rumah, pekerjaan dan kebiasaan masyarakat juga terlihat mengalami perubahan. Namun sayangnya, fasilitas di kawasan tersebut tidak cukup memadai untuk sebuah kawasan perdagangan. Hal tersebut banyak menyebabkan kecelakaan lalu lintas, bencana alam seperti banjir, sampai kebakaran yang menyebar luas di karenakan bangunan yang saling berdampingan. Dampak dari peralihan kawasan ini tidak hanya merugikan pedagang yang ada di wilayah tersebut, melainkan juga merugikan masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut. Hal ini sering menjadi penyebab konflik antara pedagang dengan pemukim, karena dinilai hanya menguntungkan satu pihak saja.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Masalah pemukiman merupakan masalah tanpa akhir. Bukan hanya di wilayah perkotaan saja, namun juga di wilayah pedesaan. Hariyanto (2010) mengemukakan perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan makmur. Perumahan dan permukiman juga merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana, dan berkesinambungan.

Hariyanto juga menjelaskan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal / lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan dan penghidupan (UU No 4/1992). Permukiman dapat pula didefinisikan sebagai kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja untuk


(29)

mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi-fungsi perumahan tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Munculnya permasalahan pemukiman dapat di sebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Kurang terkendalinya pembangunan pemukiman dan perumahan sehingga menyebabkan munculnya kawasan kumuh pada beberapa bagian kota yang berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan.

2. Keterbatasan kemampuan dan kapasitas dalam penyediaan perumahan dan pemukiman yang layak huni, baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

3. Pembangunan sumber daya manusia dan kelembagaan masyarakat yang masih belum optimal khususnya menyangkut kesadaran akan pola hidup sehat.

4. Kurang di pahaminya kriteria teknis pemanfaatan lahan pemukiman dan perumahan khususnya yang berbasis pada ambang batas daya dukung lingkungan dan daya tampung ruang.

Tata ruang juga berkaitan erat dengan terciptanya pemukiman yang baik. Konsep tata ruang dalam lingkungan pemukiman, berkaitan erat dengan manusia serta seperangkat pikiran dan perilakunya, yang bertindak sebagai subjek yang memanfaatkan ruang-ruang yang ada dalam hubungan kepentingan kehidupannya. Dalam hal ini, gagasan pola aktivitas suatu masyarakat yang merupakan inti dari sebuah kebudayaan, menjadi faktor utama dalam proses terjadinya bentuk rumah dan lingkungan suatu hunian, (Rapoport, 1969: 46).


(30)

Dalam kajian sosiologi perkotaan, permasalahan struktur ruang kota sering dikaitkan dengan Teori Kosentris.

Gambar 2

Skema Teori Kosentris Burgess, 1925

Sumber: Wikipedia.com

Pada gambar 4 diatas, dapat dilihat keterangan sebagai berikut:

1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat

2. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal ma kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan


(31)

industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.

3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's

homes.

4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.

5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi. 6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.

Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central

Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan

berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan,


(32)

perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).

Penurunan kualitas kehidupan di kawasan pemukiman di tengah-tengah kota, memaksa mereka yang tidak mampu menanggung beban ekonomi pemeliharaan kualitas yang ada, untuk berpindah ketempat lain yang umumnya adalah wilayah pinggiran kota dan membentuk kawasan “rumah petak” yang paralel penyebarannya dengan penyebaran lapisan-lapisan yang lebih mampu. Pola pemekaran wilayah pemukiman tidak memecahkan masalah penurunan kualitas kehidupan di tengah kota, kalau ditinjau dari sudut pandang pemikiran sosiologi. Selain itu juga terjadi labilitas struktur pelapisan masyarakat di kawasan pemukiman karena tidak memungkinkan penggalangan kepemimpinan antar lapisan yang kuat, yang hanya terjadi karena interaksi yang datang dari pergaulan berjangka waktu lama, Wahid (1984).

Dengan semakin padatnya kawasan perkotaan, maka pasti akan timbul masalah-masalah yang ada di perkotaan tersebut. Masalah tersebut antara lain:

1. Kemiskinan

2. Keamanan dan ketertiban kota 3. Lapangan pekerjaan

4. Perumahan dan pemukiman

5. Pelayanan publik (transportasi, sarana prasarana perkotaan dan pelayanan dasar)


(33)

7. Pemanfaatan lahan yang berlebihan.

Urbanisasi yang kian bertambah diperkotaan akan memaksa pada kebutuhan lahan yang banyak, kebutuhan lahan tersebut memang diakibatkan oleh faktor ekonomi salah satunya. Pembangunan gedung, apartemen, hotel-hotel, pusat perbelanjaan, adalah agenda rutin yang ada diperkotaan dan seakan-akan hal tersebut tidak ada titik hentinya.

Pemanfaatan lahan yang berlebihan tersebut akan mengakibatkan ketersediaan akan lahan yang produktif berkurang, sehingga hal ini akan menyebabkan sulitnya berbagai pihak untuk menjalankan agendanya, khususnya pemerintah dan masyarakat. Pemerintahan diperkotaan tersebut akan kesulitan menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang sudah secara nasional harus diterapkan disetiap kota diseluruh indonesia, karena ini adalah kebijakan dari pusat yang harus dilaksanakan oleh pemerintahan daerah masing-masing. Selain RTH, pemerintah tentunya akan kesulitan untuk mengatur dan mendesain tata ruang kota yang pas dan nyaman untuk masyarakat, karena memang urbanisasi yang tak terkendali mengakibatkan tak ada satupun ruang yang kosong selain perumahan dan pusat perekonomian.

Selain pemerintah tentunya pihak yang menjadi korban dari urbanisasi diperkotaan adalah masyarakat diperkotaan sendiri, mereka akan semakin kesulitan dalam membuat ijin untuk mendirikan bangunan (IMB), karena pemerintah daerah tersebut mungkin akan menerapkan kebijakan yang ketat terkait setiap pendirian bangunan apalagi dari masyarakat.


(34)

Prihanto (2010) menemukan dan mengkaji faktor-faktor proses mega urban, menemukan mekanisme kerja atau proses mekanisme megaurban berlangsung, dan mengkaji dampak yang timbul dari proses tersebut, terutama spasial, sosial-budaya, ekonomi, dan kependudukan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perkembangan kota Semarang sebagai kota besar di bidang industri, perdagangan, jasa, dan pendidikan memiliki pengaruh terhadap daerah-daerah pinggiran kota. Pengaruh tersebut adalah:

1. Aspek kependudukan, dengan terjadinya pergeseran mata pencaharian penduduk daerah pinggiran kota dari pertanian ke non pertanian.

2. Aspek sosial-budaya, terlihat pada terjadinya akulturasi budaya antara para pendatang dan penduduk asli daerah pinggiran kota.

3. Aspek fisik spasial, terjadi alih fungsi lahan daerah pinggiran kota. Dari daerah pertanian, menjadi pemukiman, perdagangan, dan industri.

Dalam penelitian ini di katakan, bahwa gawatnya perkembangan kota-kota di negara berkembang, termasuk Indonesia di sebabkan kegagalan kebijakan industrialisasi modern di satu sisi dan kegagalan pertanian di sisi lain. Persoalan tersebut tidak diimbangi oleh perencanaan dan perancangan kota yang baik, sehingga membawa berbagai permasalahan. Seperti, kerusakan infrastruktur kota, polusi, kemiskinan, ketiadaan ruang publik, dan berbagai permasalahan sosial lainnya yang disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara kekuasaan dan peran serta masyarakat. Akibatnya kota-kota di negara berkembang kehilangan identitas kulturalnya karena pengaruh kapitalisme global yang terus menekan karakteristik lokal yang unik.


(35)

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan teori spasial permukiman. Adapun secara terminologis, Mulyati dalam Prihanto (2008:2) mengemukakan bahwa spasial adalah ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal, dan bentuk bangunan yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat.

Pola spasial permukiman terbagi atas dua kategori, yaitu pola spasial permukiman desa dan pola spasial permukiman kota. Pola spasial permukiman pada pinggiran kota awalnya terbentuk dari aktifitas penduduk tani di desa, dengan ciri-ciri sebagian besar daerahnya adalah lahan-lahan pertanian yang mengarah pada pola spasial kota.

Subroto dalam Prihanto (2008: 3) memandang permasalahn perubahan spasial pinggiran kota dalam dua tipe pola perubahan. Yaitu pola perubahan kosentris spasial dan pola perubahan dispersi spasial.

Gambar 3


(36)

a. Pola perubahan kosentris spasial (a pattern of spasial concentric), terbentuk oleh adanya jalan kelas satu yang menghubungankan ataupun memotong komunitas pinggiran kota.

Gambar 4

Pola Perubahan Dispersi Spasial

b. Pola perubahan disperse (pembubaran) spasial, terbentuk oleh adanya pembagian spasial secara merata dari suatu kelompok komunitas urban (urban fringe), akibat di bangunnya jalan-jalan penghubung. Pola ini dapat disebut pola katak lompat (leap frog model).

Pada penelitian ini, terdapat perubahan secara cepat dari fungsi sederhana kawasan hunian atau pemukiman menjadi fungsi campuran yang kompleks secara cepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pada kawasan tersebut adalah pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, dan pertambahan fungsi kawasan yang relatif beragam. Fungsi hunian yang merupakan dominasi pada awalnya, menjadi meluas dan bergeser kombinasi fungsi yang jauh lebih kompleks.


(37)

pada kawasan di tandai dengan hadirnya usaha penginapan, warung makan, dan usaha-usaha jasa yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan komunitas. Sejalan dengan pertambahan sektor komersial makan akan mempengaruhi harga jual tanah di kawasan tersebut yang semakin meningkat.

Shahab dalam Prihanto (2003:3) menyebutkan ada empat hal yang biasanya terjadi dalam suatu masyarakat lama menurut teori perubahan sosial, yaitu:

1). Adanya deprivasi relatif, yakni suatu perasaan tersisihkan dari orang lain dan kalangan tertentu yang baru masuk dalam kehidupan masyarakat. 2). Adanya dislokasi, yaitu perasaan tidak punya tempat dalam tatanan sosial yang sedang berkembang.

3). Adanya disorientasi, yaitu perasaan seperti tidak punya pegangan hidup akibat tidak ada lagi yang bisa dipertahankan.

4). Negativisme, yaitu perasaan yang mendorong ke arah pandangan serba negatif kepada tatanan yang baru berkembang, dengan sikap tidak percaya, curiga, bermusuhan dan melawan.

Keterkaitan antara budaya dan rumah sebagai salah satu unsur pembentuk permukiman dijelaskan Rapoport (1969:46) bahwa rumah tidak hanya dapat dipandang sebagai bentuk fisik yang tersusun dari serangkaian struktur saja, namun merupakan bentuk dari fenomena budaya yang berasal dari lingkungan pergaulan yang dimiliki.

Selanjutnya E.B. Taylor (dalam Soekanto, 2000:188) memberikan pengertian tentang kebudayaan, yaitu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat dan lain


(38)

kemampuan-kemampuan serta kebiasaan–kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Gambar 5

Hubungan Antara Budaya dan Sistem Seting

Keterkaitan antara budaya dan rumah sebagai salah satu unsur pembentuk permukiman dijelaskan Rapoport dalam Prihanto (2004: 4) bahwa rumah tidak hanya dapat dipandang sebagai bentuk fisik yang tersusun dari serangkaian struktur saja, namun merupakan bentuk dari fenomena budaya yang berasal dari lingkungan pergaulan yang dimiliki.


(39)

Selanjutnya E.B. Taylor dalam Prihanto (2004:4) memberikan pengertian tentang kebudayaan, yaitu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan–kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Faktor budaya akan menentukan perilaku seseorang, yang antara lain tercermin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya dalam masyarakat serta menentukan macam wadah kegiatan tersebut.

Suweda (2011) mengemukakan bahwa pergeseran guna lahan banyak disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya pertambahan penduduk, pertambahan aktivitas penduduk, dan bertambahnya luas wilayah terbangun perkotaan. Dalam Penelitian ini menyimpulkan bahwa perencanaan dan pengintegrasian ruang perkotaan haruslah berdasar kepada potensi, kendala, dan limitasi yang di miliki. Demikian pula pertimbangan manusianya sebagai pemakai ruang tersebut, sehingga ada keterkaitan antara ruang perkotaan dengan warganya. Dalam suatu ruang perkotaan yang bagus, antara ruang dan massa harus memiliki hubungan yang baik sehingga bentukan antara ruang solid (massa bangunan) dan ruang void (ruang terbuka) memenuhi standar perencanaan yang ideal. Ruang perkotaan juga harus mempunyai suatu sistem keterkaitan antara fungsi satu dengan fungsi lain, ataupun antara kawasan satu dengan kawasan lainnya sehingga tidak terjadi terpisah-pisah dan dapat di akses oleh seluruh warga masyarakat.

Dalam penelitian ini juga menawarkan solusi permasalahan umumnya cende-rung berbasis pada multi aspek/sektor, yaitu melalui pengelolaan perkotaan (Kapasitas daerah, SDM, Kelembagaan, Pembiayaan), manajemen keterkaitan antar kota dalam sistem perkotaan (ke-senjangan kota-kota besar dan


(40)

metropoli-tan dengan kota kecil-menengah dan per-desaan) dan melalui kerja sama antar wilayah (misalnya dalam pengelolaan air baku, TPA, bencana, dst).

Suweda mengemukakan perencanaan dan pengintegrasian ru-ang perkotaan haruslah berdasarkan kepa-da potensi, kendala dan limitasi yang di-miliki. Demikian pula pertimbangan ma-nusianya sebagai pemakai ruang tersebut, sehingga ada keterikatan antara ruang per-kotaan dengan warganya.

Dyah (2010) juga menegaskan bahwa akibat dari pertumbuhan kota yang cukup tinggi serta kenyataan akan terbatasnya ruang kota, membawa dampak dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya adalah keterbatasan pemukiman. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas pemukiman yang terwujud. Penelitan yang di lakukan di kawasan segi empat Tunjungan ini dikarenakan kawasan tersebut merupakan kawasan padat bangunan dan padat penduduk. Penelitian ini untuk meng-indentifikasikan karakteristik pemukiman dan faktor-faktor yang mempengaruhi arahan penataan pemukiman dan menyusun arahan penataan pemukiman berdasarkan faktor yang berpengaruh tersebut.

Hasil dari penelitian ini adalah mengarahkan penataan pemukiman seperti perbaikan sarana dan prasarana pemukiman seperti pengadaan air bersih, ruang terbuka hijau, perbaikan sistem drainase serta sistem persampahan. Pengaturan intensitas bangunan pada kawasan pemukiman berupa pembatasan Koefisien Dasar Bangunan (KDB ) 70% dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 140% serta pengendalian intensitas kawasan perdagangan dan jasa, penataan sosial kemasyarakatan serta peningkatan ekonomi, yang merupakan suatu usaha


(41)

penanganan permasalahan dan pengoptimalan potensi yang terdapat pada pemukiman tersebut.

Kawasan segi empat Tunjungan adalah merupakan kawasan pusat kota yang tidak teratur. Memiliki sarana dan prasarana pemukiman yang kurang memadai, hal ini terlihat dari sistem drainase yang kurang berfungsi, jaringan jalan yang tidak berpola, permasalahan air bersih yang kurang lancar, dan sistem persampahan yang belum di kelola dengan baik. Kawasan ini juga telah mengalami pemanfaatan lahan yang sangat tinggi, sehingga jalan sebagai aksesibilitas dari dan menuju kawasan, semua permukaan lahan telah tertutup oleh dasar bangunan hampir 100% . Hal ini tidak sesuai dengan 30% kawasan yang seharusnya menjadi kawasan terbuka hijau.

Suweda (2011) melihat ketidak mampuan dalam menangani dan mengantisipasi perkembangan perkotaan yang demikian pesat telah menimbulkan berbagai isu-isu permasalahan kawasan perkotaan, seperti:

1. Betambahnya angka kemiskinan 2. Kurangnya lapangan pekerjaan

3. Tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan 4. Meningkatnya kebutuhan perumahan sederhana 5. Kemacetan lalu lintas yang semakin meningkat

6. Terbatasnya akses terhadap jaringan air bersih dan sanitasi 7. Makin berkurangnya ruang terbuka hijau di perkotaan 8. Penanganan masalah persampahan yang kurang terpadu 9. Kebijakan pengelolan sektor informal yang belum optimal


(42)

Dengan demikian arah kebijakan pembangunan perkotaan di masa depan harus memenuhi fungsi entity kawasan/wilayah tersebut, yang dapat di deskripsikan secara detail sebagai berikut:

1. Nyaman/ layak huni (livable). Memenuhi kebutuhan manusia akan kenyamanan hidup, fisik, sosial budaya, dan lingkungan.

2. Berkelanjutan (sustainable). Antisipasi terhadap perubahan iklim dan bencana alam serta memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang.

3. Berkeadilan (justice). Menyediakan ruang hidup dan berusaha bagi seluruh golongan masyarakat perkotaan.

4. Pendorong pertumbuhan (engine of growth). Mampu berkompetisi dalam perkembangan ekonomi global dengan memanfaatkan potensi sosial budaya dan kreatifitas lokal (ekonomi kreatif), serta mampu menciptakan hierarki pasar bagi kota menengah kecil, dan perdesaan.

Selain itu, Penelitian mengenai pergeseran sosial pada masyarakat peralihan juga pernah dilakukan oleh Riyadi (1997). Dalam penelitian ini, Riyadi mengambil kasus pada peralihan kawasan desa menjadi kota. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa pergeseran sosial yang terjadi pada masyarakat peralihan desa menjadi kota ini merupakan perubahan sosial yang cepat dan progresif. Perubahan yang cepat itu meliputi berbagai aspek kehidupan dan merupakan masalah bagi institusi-institusi sosial, seperti: agama, pendidikan,industri, perekonomian, keluarga, dan pemerintahan. Masalah-masalah tersebut menunjukkan pada berbagai masyarakat sebagai side effect dari perubahan sosial.


(43)

Riyadi juga mengaitkan peralihan kawasan dengan modernisasi. Dimana salah satu faktor yang paling berkaitan dengan peralihan desa ke kota adalah modernisasi. Menurutnya, modernisasi suatu masyarakat adalah proses transformasi atau perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Modernisasi juga banyak membawa beberapa perubahan cara hidup masyarakat, baik di desa maupun di kota.

Pengaruh kota ditengah-tengah atau atau disekitar pedesaan semakin terasa dan tampak semakin jelas, baik positif maupun negatif. Interaksi yang timbul antara desa dan kota itu telah menimbulkan berbagai gejalan sosial, ekonomi, budaya, dan politik di desa maupun di kota dan di sepanjang jalur hubungan antara desa dan kota. Misalnya mengenai kehidupan keluarga, permukiman desa dan kota, mata pencaharian masyarakat desa dan kota yang berbeda, dan mekanisme pemerintahan desa dan kota yang juga berbeda. Gejela-gejalan tersebut selain mengarah pada keserasian, juga mengarah pada berbagai kesenjangan.

Penelitian lain yang masih membahas tentang peralihan ataupun pergeseran fungsi wilayah juga di lakukan oleh Amar (2006). Penelitian ini mengambil objek penelitian di kawasan Kawasan Talise koridor Jalan Yos Sudarso Kota Palu. Talise merupakan kawasan yang sangat strategis, karena kawasan ini telah di jadikan sebagai pintu gerbang dari arah utara, meskipun dengan pemekaran wilayah kota sekarang secara teritori yang menjadi gerbang utara kota adalah kelurahan Pantoloan dan Baiya, namun kawasan Talise secara faktual-visual masih tetap menjadi gerbang utama bagian utara. Kawasan Talise yang terletak dalam Kota Palu pada hakekatnya dapat di kembangkan sebagai


(44)

objek wisata, di antaranya adalah kawasan wisata cagar budaya penggaraman dan kawasan wisata pantai.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa di kawasan tersebut, yaitu kawasan Talise telah terjadi pergeseran fungsi yang cukup signifikan yang di karenakan meningkatnya konstelasi kegiatan perdagangan ataupun jasa, terutama pada areal sepanjang pinggiran pantai yang tadinya di gunakan sebagai tempat penggaraman tradisionil, namun saat ini bergeser fungsi menjadi kawasan perdagangan dengan penggunaan bangunan jenis rumah toko (Ruko) berlantai dua. Melihat pesatnya pergeseran fungsi ini, maka perlu dilakukan pengaturan dalam perencaan teknis kawasan tersebut. karena kawasan perencanaan tersebut berbatasan dengan pantai, maka sangat potensial untuk dikembangkan berbagai sarana rekreasi disamping sebagai lahan konversi penghijauan kota.

Dalam penelitian ini melihat berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palu 1999-2009, kawasan perencanaan masuk dalam BWK A (Utara) atau SWP II, dengan fungsi kegiatan permukiman, perdagangan regional, jasa, pemerintahan lokal, serta rekreasi dan olahraga. Kawasan ini termasuk salah satu tempat terkonsentrasinya kegiatan perkotaan dan paling banyak menarik pergerakan dan meningkatnya konstelasi kegiatan perdagangan/jasa. Dengan demikian jelaslah bahwa Koridor Jl. Yos Sudarso Palu sebagai kawasan perencanaan RTBL ini adalah kawasan yang memliki karaktersitik khusus baik dari segi fungsi maupun pemanfaatannya.

Dalam penelitian lain, Sunaryo (2004) melihat penataan ruang yang memadukan pola aktivitas dengan perubahan fisik kawasan. Dalam penelitian ini berbicara pada konteks perubahan kawasan hunian pinggir kota Yogyakarta.


(45)

Pertumbuhan fisik fungsi-fungsi non hunian pada kawasan pada setiap tahunnya merubah dengan cepat karakter-karakter ruang terbuka yang menjadi wadah fungsi sosial kawasan. Permasalah terletak pada kesanggupan adaptasi tatanan sosial yang tidak secepat kemampuan tatanan fisik untuk berubah. Perubahan tatanan fisik erat kaitannya dengan perubahan pola aktivitas. Tatanan fisik yang berbeda akan memicu perilaku yang berbeda karena hubungan tibal balik antara pola perilaku dengan milleu pada kawasan. Perubahan pola aktivitas pada kawasan yang tidak dapat berasimilasi secepat perubahan elemen fisik yang mengakomodasinya cenderung menghasilkan ketimpangan adaptasi antara pola aktivitas dan perilaku (sebagai aspek tatanan sosial) dengan tatanan fisik.

Dalam penelitianya Sunaryo juga mengungkapkan kawasan hunia cenderung bersifat tidak statis, selalu berkembangn dan berubah atas faktor ekonomi, demografi, ataupun teknologi transportasi. Karena penambahan penduduk, fungsi dan pemanfaatan lahan akan berkembang dan bahkan berubah. Semua ini akan berpengaruh pada komponen kawasan. Yaitu pola jalan, guna lahan, tipologi bangunan atau struktur bangunan. Lang dalam Sunaryo (2004:4) mengemukakan setiap tatanan fisik akan mengundang atau memicu perilaku tertentu dalam beraktifitas. Sebagai sebuah lingkungan fisik dan social, sebuah kawasan akan selalu memiliki hubungan timbal balik (synormorphy) antara standing pattern of behavior dengan milieu.

Pada kawasan yang sedang berubah, pola aktivitas akan berasimiliasi dengan tatanan fisik yang mengakomodasinya dan sebaliknya. Akan tetapi, perubahan yang terlalu cepat cenderung menimbulkan permasalahan ketimpangan antara pola aktivitas dengan lingkungan fisiknya. Hall & Porterfield dalam


(46)

Prihanto (2004:4) berpendapat bahwa pada konteks kawasan yang sedang megalami perubahan baik social, fisik, maupun teknologi, ikatan komunitas diperlukan agar masyarakatnya adaptif terhadap perubahan tersebut. Lebih lanjut lagi ditekankan oleh Lozano dalam Sunaryo (2004:4), suatu perkembangan kawasan permukiman tanpa sense of community akan menuju pada perubahan yang mengarah pada degradasi fisik maupun non fisik.

Dapat disimpulkan – dengan fungsi ruang publik sebagai wadah interaksi sosial masyarakat dan ruang dimana semua lapisan masyarakat bertemu dan berinteraksi – bahwa ruang publik potensial sebagai katalisator pembentuk ikatan sosial dalam sebuah komunitas. Ruang publik pada sebuah kawasan potensial sebagai ruang bersama dimana pelaku-pelaku aktivitas dari berbagai fungsi dalam kawasan bertemu dan berinteraksi.

Pengertian elemen fisik ruang kota diletakkan sebagai dasar kerangka analisis. Shirvani dalam Sunaryo (2004:4) menguraikan elemen fisik perancangan ruang kota terdiri dari guna lahan, sistem penghubung, ruang terbuka pendukung aktivitas, tata bangunan dan sistem penanda.

1. Guna Lahan : Hal utama dalam guna lahan adalah distribusi fungsi yang merata di ruang kota untuk meningkatkan vitalitas kota selama 24 jam sehari.

2. Pendukung Aktivitas : Pendukung aktivitas erat kaitannya dengan fungsi dan guna lahan meliputi semua kegunaan dan fungsi yang dapat memperkuat ruang publik kota dari segi aktivitas maupun penggunaan ruang yang saling melengkapi.


(47)

3. Sistem Penghubung : Termasuk dalam komponen sistem penghubung adalah jalur kendaraan, parkir, dan jalur pejalan kaki. Sebagai struktur lingkungan perkotaan, fungsi sirkulasi adalah sebagai elemen pembentuk, pengarah, dan pengatur pola aktivitas dan terfokus pada pergerakan.

4. Tata Bangunan : Tata Bangunan meliputi : Skala; Ketinggian; Ketebalan (bulk) ; Garis sempadan, pengaruhnya pada maju mundur bangunan; Penampilan bangunan; Karakter (style); Warna, bahan, dan tekstur. Peranan tata bangunan adalah sebagai pendefinisi ruang publik dalam suatu kawasan. Interaksi antar fungsi dan aktivitas dalam suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh skala ruang yang terbentuk oleh tata bangunan.

5. Ruang Terbuka : Ruang terbuka merupakan ruang antar bangunan meliputi semua bentuk lanskap, hardscape (jalan dan jalur pejalan kaki), ruang hijau, kanal, kolam, menara air, taman dan area rekreasi di kawasan perkotaan. Dalam konteks peningkatan kualitas ruang publik, hal yang terpenting dalam perancangan ruang terbuka adalah mendukung terjadinya interaksi sosial di dalamnya.

Identifikasi sifat kekotaan secara fisikal pada umumnya didasarkan pada konsep Urban Morphology (morfologi urban), pemahaman morfologi kota tidak dapat melepaskan diri dari pendekatan kota sebagai proses. Smailes (1955) dalam Yunus (2006:10) mengemukakan bahwa terdapat 3 elemen utama morfologi kota yang digunakan sebagai indicator untuk mengenali sifat kekotaan dari segi fisikal. Ketiga elemen tersebut adalah elemen land use characteristic, elemen building characteristic, dan elemen circulation characteristics. Oleh karena pengertian


(48)

urbanisasiadalah “is a process of becoming urban” maka dalam artian fisiko spasial, urbanisasi bebrarti berubahnya kenampakan fisiko spasial kekotaan. Dengan kata lain, urbanisasi merupakan proses berubahnya ketiga elemen morfologi kekotaan tersebut dari sifat-sifat kedesaan menjadi sifat-sifat kekotaan.

a. Elemen Karakteristik Pemanfaatan Lahan

Elemen karakteristik pemanfaatan lahan ditekankan pada bentuk atau tipe pemanfaat lahan semata.

b. Elemen Karakteristik Bangunan

Tinjauan ini menekankan pada pembahasan fungsi dari sebuah bangunan, fungsi mana selalu berasosiasi dengan orientasi pemanfaatannya. Sesuatu kota selalu diciri khas oleh dominasi fungsi bangunan yang berorientasi pada kegiatan kekotaan atau sektor non agraris.

c. Elemen Karakteristik Sirkulasi

Secara harfiah pengertian sirkulasi adalah peredaran dan yang dimaksudkan dengan pengertian sirkulasi disini adalah hal yang berkaitan denga peredaran barang, jasa dan informasi, namun yang ditekankan adalah prasaranan yang memfasilitasi peredaran barang, jasa dan informasi tersebut, yaitu jaringan transportasi dan komunikasi.

Pada penelitian ini juga terdapat konflik kepentingan yang menjadi sebuah lingkaran permasalahan. Pada satu sisi, tatanan sosial sangat diperlukan untuk membentuk sense of community yang di perlukan suatu kawasan hunian untuk menghadapi perubahah baik secara revolusioner maupun evolusioner. Di sisi lain, tatanan fisik yang berbeda akan memicu perilaku yang berbeda karena hubungan timbal balik antara pola perilaku dengan milleu pada kawasan. Perubahan yang


(49)

terjadi perlu di kendalikan agar fenomena privatisasi ruang, ruang terbuka yang terdefinisi buruk, dan sebagainya tidak mengegser kepentingan pembentukan ruang-ruang terbuka publik yang berkualitas sebagai wadah kehidupan sosial pada kawasan tersebut.

Habermas dalam Susan (2009:75) mengemukakan konflik sebagai sesuatu yang inheren dalam system masyarakat. Hal ini tidak lepas dari fakta hubungan kekuasaan dalam sistem social, dan sifat kekuasaan adaalh menominsi dan diperebutkan. Fakta ini menciptakan steering problem (masalah yang selalu muncul).

Dijelaskan juga bahwa, kelompok yang berada dalam struktur dengan berbagai perangkat wewenang mampu mengarahkan berbagai bentuk kebijakan pada orang lain di luar struktur wewenang tersebut. Kondisi ini merupakan bentuk dominasi.

Pada penelitian mengenai proses peralihan kawasan yang terjadi di Kecamatan Medan Area ini, terdapat permasalahan tanah grant sultan mendominasi kawasan Kecamatan Medan Area. Berdasarkan Hak atas tanah sebelum UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), dimana dalam Hukum Agraria sebelum berlakunya UUPA terdapat dua kutub hukum, yaitu:

1. Hukum Agraria adat, dimana hukum ini berasal dari adat istiadat atau kebiasaa penduduk pribumi yang telah menjadi aturan atau norma yang harus dipatuhi. Hukum ini mengenal hak atas tanah seperti hak ulayat, hak milik dan hak pakai.

2. Hukum Agraria Barat, dimana hukum ini adalah hukum yang sengaja diterapkan oleh Belanda sejak zaman penjajahan di Indonesia. Hukum ini


(50)

juaga bisa disebut Hukum Perdata Barat, hukum ini melahirkan hak-hak atas tanah seperti hak eigendom, hak opsal, hak arfpacth, hak gebruik. Dalam Hukum Agraria sebelum berlakunya UUPA ini juga di terangkan mengenai Grant Sultan. Dimana diterangkan bahwa Hak Grant adalah Hak atas tanah atas pemberian Hak Raja raja kepada bangsa asing. Hak Grant dapat disebut juga Geran Sultan, Geran Datuk atau Geran Raja. Gak Grant dikenal ada 3 macam. Yaitu, Grant Sultan adalah merupakan hak untuk mengusahakan tanah, yang diberikan oleh Sultan kepada para kaula Swapraja. Hak Grant Sultan ini, didaftar dikantor Pejabat Pamong Praja. Grant Controleur adalah hak yang diberikan kepada para bukan kaula Swapraja. Hak dimaksud disebut Controleur, karena pendaftarannya dilakukan di kantor Controleur. Hak ini banyak diubah menjadi Hak Opstal atau Hak Erfpacht.

Grant Deli Maatschappy adalah hak yang diberikan oleh Sultan kepada Deli Maatschappy, lalu Deli Maatscheppy diberikan wewenang untuk memberikan bagian bagian tanah Grant kepada pihak ketiga atau pihak lain.

Sedangkan hak-hak atas tanah juga di atur dalam UUPA. Siregar (2001) mengemukakan untuk memahami pengertian dari “hak-hak atas tanah” harus diawali dari pengertian “tanah” dan “tanah hak”, baru kemudian berlanjut tentang kewenangan yang diberikan Negara kepada seseorang atau badan hukum atas tanah itu. Seperti yang tercantum dalam Pasal 4. Dimana ayat 1 pada pasal tersebut berisi; Atas dasar hak menguasai dari Negara… ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.


(51)

Sedangkan ayat 2 pasal 4 UUPA adalah, berbunyi sebagai berikut; Hak-hak atas tanah… meberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan… dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Siregar juga menambahkan jenis-jenis hak atas tanah telah diatur di dalam UUPA tetapi tidak limitative. Namun di dalamnya tidak tercantum secara eksplisit tanah hak ulayat. Hak ini merupakan sinyal bahwa pengaturan tanah hak ulayat secara tuntas masih memerlukan waktu setelah diberlakukannya UUPA tersebut.

Untuk Hak-hak atas tanah sendiri di atur pada Pasal 16 ayat 1 UUPA. Dimana hak-hak atas tanah dibagi atas delapan hak. Hak-hak tersebut yaitu mencakup pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, dan Hak lain-lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Pasal 53 ayat 1 UUPA yang disebutkan di atas berisi sebagai berikut; Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat.

Selain hak-hak atas tanah yang disebutkan pada pasal 16 UUPA, juga dikenal hak atas tanah berdasarkan cara perolehan haknya, apakah melalui permohonan hak atau perjanjian pemberian hak.


(52)

Siregar mengungkapkan Hak primer, Hak sekunder, serta Hak ulayat atas tanah. Yaitu sebagai berikut:

1. Hak Primer

Hak primer atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seorang atau badan hukum yang pertama kali berasal dari hak bangsa Indonesia dan diperoleh secara original melalui permohonan hak kepada Negara, seperti yang hak milik, hak guna bangunan di atas tanah Negara, hak guna usaha, hak pakai di atas tanah Negara dan hak pengelolaan.

2. Hak Sekunder

Hak sekunder atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum yang berikutnya (bukan pertama kali) berasal dari tanah hak seseorang atau badan hukum berdasarkan perjanjian pemberian hak dan diperoleh secara derivative, seperti hak milik di atas tanah hak pengelolaan, hak guna bangunan di atas tanah hak milik dan tanah hak pengelolaan, hak sewa di atas tanah hak milik, hak usaha bagi hasil di atas tanah hak milik, hak gadai di atas hak milik dan hak menumpang di atas hak milik.

3. Hak Ulayat tidak diatur tegas sebagaimana tanah-tanah hak yang ditetapkan pada pasal 16 UUPA sekalipun pada pasal 3 UUPA hak ulayat itu diakui. Jika hak ulayat itu didudukkan sebagaimana tanah hak yang diatur pada pasal 16 UUP maka hak atas tanah yang diberikan diatasnya seperti tanah hak penggarapan turun-temurun yang diberikan kepada masyarakat adat pada pencetakan sawah dapat dianggap sebagai hak sekunder atas tanah dan hak ulayatnya adalah hak primer. Tetapi jika hak


(53)

ulayat itu ditempatkan sebagai miniature hak bangsa atas bumi, air, dan ruang angkasa maka hak yang timbul atas hak ulayat itu seperti hak penggarapan turun temurun yang disebut di atas adalah sebagai hak primer atas tanah.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Pendekatan kualitatif menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah Azwar (2005:5). Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Tujuan dari studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu, kelompok, lembaga, ataupun komunitas, Azwar (2005:8).

Dengan metode ini diharapkan dapat melihat secara intensif proses peralihan fungsi kawasan dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan yang terjadi di Kecamatan Medan Area. Baik itu berawal dari latar belakang, status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi dan berkaitan dengan penelitian ini.

3.2 Lokasi Penelitian 3.2.1 Deskripsi Wilayah

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Kecamatan Medan Area adalah salah satu dari 21 Kecamatan yang berada di Kota


(55)

Medan, Profinsi sumatera utara, dan terdiri dari 12 kelurahan. Kecamatan Medan Area berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun di sebelah barat, Kecamatan kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 107.558 jiwa. Luasnya adalah 9,05 km² dan kepadatan penduduknya adalah 20.005,80 jiwa/km²

Gambar 6

Posisi Kecamatan Medan Area Pada Peta Kota Medan

Sumber: Pemkomedan.go.id

Keterangan gambar: Kecamatan Medan Area terlihat pada gambar yang diberi tanda lingkaran merah.


(56)

Adapun yang menjadi pertimbangan dalam penetapan lokasi penelitian pada penelitian ini di karenakan adanya fakta-fakta yang menunjukan peralihan yang terjadi di kawasan ini, seperti: Munculnya bangunan Rumah Toko (Ruko) yang berfungsi sebagai tempat berdagang dalam jumlah yang lebih besar, dibadingkan dengan Bangunan Rumah biasa yang memang hanya berfungsi utama sebagai tempat tinggal. Berubahan Pola perilaku pada masyarakat di kawasan ini, baik dalam hal perilaku interaksi, perilaku berkegiatan, pola pikir, sampai dengan keputusan dalam memilih pekerjaan.

Selain itu, wilayah Kecamatan Medan Area dipilih karena juga merupakan wilayah yang familiar bagi peneliti. Karena peneliti bermukim di wilayah tersebut sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2009. Sehingga peneliti juga menyaksikan dan memahami sedikit banyak-nya mengenai kondisi dan situasi wilayah Kecamatan Medan Area. Khususnya pada masa peralihan dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan yang mulai terjadi pada awal tahun 2000.

3.2.2 Potensi Wilayah

Potensi wilayah dapat dilihat dari sarana dan pra-sarana serta kegiatan-kegiatan yang ada di Kecamatan Medan Area. Sarana dan pra-sarana yang ada di Kecamatan Medan Area yaitu merupakan fasilitas-fasilitas umum yang di butuhkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Seperti, rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, sampai lapangan olahraga.

Selain sarana dan pra-sarana, di Kecamatan Medan Area juga terdapat industri-industri rumah tangga unggulan yang sudah cukup dikenal di Kota Medan. Seperti, sulaman bordir, sepatu / sandal, pengolahan kopi dan Kerupuk


(57)

Ubi, Roti, san sebagainya. Industri-industri rumah tangga ini sangat berperan dalam perekonomian masyarakat-masyarakat di Kecamatan Medan Area. Dengan adanya industri-industri rumah tangga ini, selain membuka lapangan pekerjaan yang dapat memperkecil angka pengangguran juga dapat mengasah sumber daya manusia di Kecamatan Medan Area menjadi lebih baik.

Tabel 3

Data-data sarana dan Pra-sarana di Kecamatan Medan Area

NO. Nama Sarana dan Pra-sarana Jumlah

1. Rumah Ibadah 155 unit

2. Rumah Sakit 4 unit

3. Puskesmas 3 unit

4. Balai Pengobatan Umum (BPU) 11 unit

5. Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) 3 unit

6. Lapangan Olahraga 21 unit

Tabel 4

Data-data Sekolah di Kecamatan Medan Area pada Setiap Kelurahan N O. Nama Kelurah an TK Nege ri TK Swast a SD Nege ri SD Swast a SMP Nege ri SMP Swast a SMA Nege ri SMA Swast a Univ / Akade mi Swasta 1 Sukaram

ai I

- 3 11 1 - 1 - - -

2 Sukaram ai II

- 1 - - - 2

3 Tegal Sari I

- 1 - 1 - 1 - - -

4 Tegal Sari II

- 2 2 2 - 1 - - 1

5 Tegal Sari III

- 2 3 3 - 2 - 2 -

6 Kota Matsum I

- 1 2 - - - -

7 Kota Matsum II

- 2 2 3 - 4 - 4 -

8 Kota Matsum IV

- 2 - 2 - 2 - 1 -


(58)

Merah Timur

10 Pandau Hulu II

- 1 2 2 1 2 1 2 -

11 Sei Rengas II

- - - 1

12 Sei Rengas Permata

- 2 - 3 - 3 - 2 1

Jumlah - 21 28 20 1 20 1 14 5

Total Sekolah 21 48 21 15 5

Tabel 5

Industri-Industri Rumah Tangga di Kecamatan Medan Area NO. Jenis Industri

Rumah Tangga Jumlah Usaha /Unit Rata-Rata Produksi /Bulan Jumlah Tenaga Kerja 1. Perabot Rumah Tangga 12 unit usaha 1534 set 69 orang

2. Moulding dan

Komponen Bahan Baku

2 unit usaha 250.000 ton 10 orang

3. Komoditi anyaman 2 unit usaha 46.000 buah 23 orang

4. Sulaman Bordir 24 unit usaha 73.272 potong 120 orang

5. Sepatu / Sandal 48 unit usaha 611.140 pasang 327 orang

6. Konfeksi 191.287 unit usaha

4766 lusin 1.860 orang

7. Komoditi Pengolahan Kopi

13 unit usaha 890 ton 70 orang

8. Komoditi Syrup

Markissa

4 unit usaha 53.000 slusin 18 orang

9. Komoditi Roti / Bika Ambon

8 unit usaha 366.400 kotak 40 orang

10. Komoditi Produksi Kerupuk Ubi

2 unit usaha 81.500 bungkus 9 orang

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah suatu yang diperhitungkan sebagai subjek dalam suatu penelitian. Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut “unit of analysis”. Hal ini dimungkinkan karena


(59)

setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial. Yaitu, individu, kelompok, organisasi, sosial. Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian.

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengalami dampak pada peralihan kawasan dari kawasan pemukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian, Bungin (2007:76). Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Medan Area, baik yang hanya bermukim di wilayah tersebut maupun yang melakukan aktivitas perdagangan.

Pada pemilihan informan peneliti mengaktegorikan pada dua kategori, yaitu informan kunci dan informan biasa.

a. Informan Kunci

Informan kunci adalah masyarakat yang menempati wilayah tersebut, dari sebelum munculnya peralihan kawasan sampai terjadinya peralihan kawasan di Kecamatan Medan area dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan, atau disebut juga sebagai penduduk lama.

Penentuan informan kunci ini didasari oleh pemikiran, bahwa masyarakat-masyarakat tersebut dinilai memahami dan mengetahui kondisi dan situasi


(60)

Kecamatan Medan Area, mulai dari masih menjadi kawasan permukiman sampai pada proses peralihan kawasan menjadi kawasan perdagangan.

Berikut adalah profil-profil informan kunci, yang merupakan penduduk lama di kecamatan Medan Area dan masih menempati wilayah tersebut sampai penelitian ini dilakukan.

1. Rahimah Lubis

Ibu rumah tangga berusia 42 tahun yang bertempat tinggal di jalan Halat. Sudah sejak lahir tinggal di Kecamatan Medan Area, karena orangtuanya juga merupakan penduduk asli kecamatan Medan Area. Ibu dari empat anak ini mengatakan kalau saat ini ia sudah tidak merasakan kenyamanan tinggal di tempat tinggalnya saat ini. Tapi untuk pindah dari kawasan tersebut ia mengatakan juga terlalu berat karena sudah terbiasa tinggal di kawasan yang menurutnya cukup strategis ini.

2. Zainal Arifin Piliang

Pria berdarah padang yang sudah sejak lahir atau 53 tahun tinggal di Kecamatan Medan Area ini sehari-harinya berprofesi sebagai penarik becak motor. Sebelum menjadi penarik becak motor, Zainal bekerja sebagai penarik becak dayung dan sekali-sekali berkerja tidak tetap sebagai kuli bangunan.

Walaupun merasa tersisih dengan warga-warga pendatang yang memiliki pekerjaan lebih baik yaitu sebagai pedagang di kawasan tersebut. Ia mengaku juga sangat mendukung kawasan ini berubah menjadi kawasan perdagangan. Karena menurutnya, selama ini Kecamatan Medan Area sering dianggap sebagai kawasan kumuh. Sehingga kemunculan-kemunculan pertokoan-pertokoan tersebut dapat merubah pandangan orang terhadap Kecamatan Medan Area.


(1)

badan sosial.

3. Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang.

HAPUSNYA HAK

Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai

Hak milik hapus bila:

1. Tanahnya jatuh kepada negara,

a. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;

b. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; c. karena ditelantarkan;

d. karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).

Hak guna usaha hapus karena: 1. Jangka waktunya berakhir 2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; 3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

4. Dicabut untuk kepentingan umum;

Hak guna bangunan hapus karena:

1. Jangka waktunya berakhir; 2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; 3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

4. Dicabut untuk kepentingan

Hak pakai hapus karena: 1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau

dalam perjanjian pemberiannya;

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau


(2)

2. Tanahnya musnah.

5. Ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah;

7. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1960.

umum;

5. Ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah;

7. Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1960.

pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:

a. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban

pemegang hak dan/atau dilanggarnya

ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau b. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian

penggunaan Hak Pengelolaan; atau


(3)

c. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

4. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961;

5. Ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah;

7. Hapus karena hukum (pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat subyek

yang berhak/dapat memegang Hak Pakai).


(4)

Interview Guide

Nama :

Alamat :

Pekerjaan :

Usia :

Etnis :

Lama Berdomisili :

1. Apakah menurut anda terjadi peralihan fungsi kawasan dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan di Kecamatan Medan Area? 2. Hal-hal apa sajakah yang menunjukan adanya peralihan fungsi kawasan di

Kecamatan Medan Area?

3. Menurut anda hal-hal apa sajakah yang menyebabkan peralihan fungsi kawasan?

4. Apakah dampak-dampak yang disebabkan oleh adanya peralihan fungsi kawasan ini?

5. Menurut anda kondisi mana yang lebih baik, ketika kecamatan Medan Area masih menjadi kawasan permukiman atau kawasan perdagangan? 6. Menurut anda, apakah peralihan fungsi kawasan ini akan terus berlanjut?


(5)

Kuisioner

Nama :

Alamat :

Pekerjaan :

Usia :

Etnis :

Lama Berdomisili :

1. Apakah menurut Anda kawasan Kecamatan Medan Area mengalami peralihan fungsi kawasan dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah menurut anda peralihan fungsi kawasan akan masih terus berlangsung?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah menurut anda saat ini Kecamatan Medan Area nyaman untuk di jadikan sebagai permukiman?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah Kecamatan Medan Area strategis/cocok untuk dijadikan sebagai kawasan perdagangan?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah menurut anda proses peralihan fungsi kawasan di kelola dengan baik?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah menurut anda terjadi perubahan pola hidup yang diakibatkan oleh peralihan kawasan?

a. Ya b. Tidak


(6)

7. Apakah terjadi perubahan pola interaksi antara anda dan tetangga dengan munculnya pertokoan-pertokoan di Kecamatan Medan Area?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah anda di untungkan dengan adanya peralihan fungsi kawasan di Kecamatan ini?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah menurut anda hanya etnis tertentu yang di untungkan dengan adanya peralihan kawasan ini?

a. Ya b. Tidak

10.Apakah menurut anda lebih banyak dampak positif yang di sebabkan oleh peralihan fungsi kawasan di Kecamatan Medan Area?

a. Ya b. Tidak

11.Apakah menurut anda lebih banyak dampak negatif yang disebabkan oleh peralihan fungsi kawasan di Kecamatan Medan Area?

a. Ya b. Tidak