Analisis Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
responden, terkait Pilpres 2014 lalu. Berdasarkan data dari 100 responden yang dipilih secara acak dalam penelitian ini, diperoleh
responden yang menyatakan tidak berpartisipasi dalam pemilihan presiden tidak menggunakan hak pilih sebanyak 30 orang, dan
yang menyatakan berpartisipasi dalam pemilihan presiden menggunakan hak pilih sebanyak 70 orang, sebagaimana terlihat
pada Tabel 18 di bawah ini: Tabel 18. Karakteristik Partisipasi Pemilih
No Responden Jumlah
Persentase
1 Golput
30 30
2 Memilih
70 70
Total 100
100
Sumber: Olah data, 2015 Berdasarkan karakteristik responden yang telah dijelaskan pada
Tabel 18, maka diketahuilah karakterisasi atau latar belakang responden yang memberikan data dalam penelitian ini. Dalam suatu penelitian
lapangan, hal ini dapat dijadikan tolok ukur awal, apakah data yang dihasilkan akurat sesuai dengan kompetensi responden yang
dibutuhkan. Diketahui pula bahwa dari 100 responden ada sebanyak 30 orang yang tidak berpartisipasi menggunakan hak pilihnya. Ke-30
responden inilah yang akan dianalisis dengan serangkaian teknik statistik dengan bantuan program SPSS. Demikianlah karakteristik
responden telah dideskripsikan dengan jelas dan seharusnya sudah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan sebagai pemberi informasi
atau data yang akan diolah dan diinterpretasikan dalam penelitian ini.
b Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam
penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan adalah metode nilai kemiringan kurva atau nilai keruncingan kurva.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data riil membentuk garis kurva cenderung simetris terhadap mean U.
sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Gambar 7 Histogram Uji Normalitas Data
Gambar 8 Kurva Uji Normalitas
Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa kurva berdistribusi normal dan plot data mengikuti garis diagonal, yang berarti data simetris
terhadap mean-nya. Hal ini dapat diartikan bahwa data-data yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti pola distribusi yang normal.
Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dibentuk telah memenuhi asumsi normalitas.
c Uji Regresi Linier 1 Koefisien Determinasi
Tabel 19. Koefisien Determinasi Variabel X terhadap Y
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.584
a
.341 .318
3.203 a. Predictors: Constant, variabelX
b. Dependent Variable: VariabelY
Sumber: Olah data, 2015 Uji regresi digunakan untuk mengetahui besarnya
kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat, dapat dilihat dari hasil nilai koefisien determinasi. Besarnya nilai
koefisien variabel kondisi topografi terhadap variabel partisipasi pemilih = 0,341 atau 34,1, artinya variabel kondisi topografi
mampu menerangkan variasi variabel pemilih yang tidak
berpartisipasi 34,1 dan sisanya 65,9 dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
2 Persamaan Regresi dan Uji Hipotesis Tabel 20. t hitung dan Signifikansi Variabel X terhadap Y
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error
Beta 1 Constant
-2.170 5.067
-.428 .672 variabelX
.670 .176
.584 3.809 0.07 a. Dependent Variable: VariabelY
Sumber: Olah Data, 2015 Persamaan regresi yang dibentuk dari pengaruh antara
variabel kondisi topografi X terhadap partisipasi pemilih Y adalah sebagai berikut :
Y = 2.170 + 0,670 X Y = Kondisi Topografi
X
=
Partisipasi Pemilih Angka koefisien regresi 0,670 menyatakan bahwa setiap
penambahan satu nilai variabel kondisi topografi Y akan menurunkan tingkat partisipasi pemilih nilai X sebesar 0,670 kali.
3 Uji F Uji F digunakan untuk membuktikan pengaruh variabel kondisi
topografi X terhadap partisipasi pemilih Y, pada level of significant = 0,05.
Tabel 21. F-hitung dan Signifikansi Variabel X dan Y
ANOVA
b
Model Sum of Squares Df Mean Square
F Sig.
1 Regression 148.804 1
148.804 3.508 0.07
a
Residual 287.196 28
10.257 Total
436.000 29 Sumber : Olah data, 2015
a. Predictors: Constant, variabelX b. Dependent Variable: VariabelY
Menurut Tabel di atas diketahui besarnya F hitung = 3,508 lebih kecil dari F Tabel = 4,20, karena F hitung F Tabel maka Ho
diterima. Hal ini berarti bahwa kondisi topografi tidak berpengaruh terhadap adanya tingkat partisipasi pemilih.
Uji F yang dilakukan dengan melihat nilai probabilitas = 0,07 α = 0,05 maka Ho diterima, yang berarti bahwa variabel kondisi
topografi tidak berpengaruh signifikan terhadap partisipasi pemilih. Jadi, sesuai dengan apa yang dihipotesiskan bahwa “terdapat
pengaruh positif antara variabel kondisi topografi terhadap variabel partisipasi pemilih”, maka untuk pemilih di Kabupaten Bantul
hipotesis tersebut tidak terbukti secara statistik. 2. Analisis Hasil Wawancara
Analisis wawancara dilakukan sebagai interpretasi dan deskripsi berdasarkan jawaban narasumber terhadap pertanyaan penelitian. Oleh
karena itu, analisis didasarkan pada setiap item pertanyaan yang diajukan,
yang telah dibatasi dalam kisi-kisi wawancara. Analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Berkaitan dengan apakah bentang lahan Kabupaten Bantul berpengaruh terhadap tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Bantul,
narasumber menyatakan sebagaimana tertera pada kutipan wawancara di bawah ini:
“Secara menyeluruh, pengaruh langsungnya tidak. Tapi pengaruh tidak langsung, itu mungkin. Kondisi wilayah itu kan nanti
mempengaruhi penduduknya ya, bisa dari karakter sosialnya, mata pencaharian, dan sebagainya. Itulah yang berpengaruh.”
Wawancara, 2015 Berdasarkan kutipan wawancara di atas, diketahui bahwa bentang
lahan Kabupaten Bantul tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 lalu. Hal ini dikarenakan bentang
lahan yang menjadi tempat terjadinya segala aktivitas masyarakat, merupakan faktor yang mempengaruhi karakterisasi penduduk. Karakter
penduduk seperti karakter sosial dan jenis mata pencaharian adalah faktor- faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat partisipasi pemilih.
Narasumber menyatakan bahwa siteplan persebaran TPS telah ada sejak lama pada pertanyaan tentang persebaran TPS di Kabupaten Bantul
pada Pilpres 2014 lalu. Lokasi TPS tidak banyak berpindah setiap ada pemilu. Warga biasanya membangun TPS di balai pedukuhan atau rumah
kepala dukuh, rumah ketua RTRW, rumah tokoh masyarakat setempat dan beberapa tempat lain yang dianggap memungkinkan. Berikut ini kutipan
wawancaranya:
“Persebaran TPS di Kab Bantul sebetulnya sudah ada site plan-nya sejak lama. Setiap ada pemilu, kebanyakan proses pemungutan suara
dilakukan di tempat yang sama. Misalnya balai pedukuhan atau rumah kepala dukuh, rumah ketua RTRW atau rumah tokoh
masyarakat dan beberapa tempat lain yang sengaja diperuntukkan sebagai TPS. Yang jelas persebarannya selalu mengacu pada
optimalitas akses menuju TPS. Artinya lokasi TPS juga menentukan adanya pemilih golput.” Wawancara, 2015
Berdasarkan kutipan di atas, narasumber menyatakan bahwa persebaran TPS di Kabupaten Bantul pada dasarnya kemudahan akses
masyarakat menuju lokasi, sehingga aspek penentuan lokasi juga mempengaruhi partisipasi pemilih. Terkait gambaran umum optimalitas
akses menuju TPS pada Pilpres 2014 diketahuilah bahwa akses menuju TPS di Kabupaten Bantul dapat dikatakan sudah bagus. Seluruh TPS telah
direncanakan sejak awal. Berikut ini pernyataan autentik dari narasumber:
“Akses menuju TPS di Kabupaten Bantul bisa dikatakan sudah bagus. Maksudnya semua TPS pastinya lokasinya telah
direncanakan sejak awal. Jadi lokasinya pasti mudah diakses. Tapi tidak menutup kemungkinan pula pada beberapa TPS yang di
plosok-plosok pedukuhan, di daerah-daerah perbatasan dengan kabupaten Gunungkidul, dan beberapa desa di perbukitan di daerah
Pajangan dan Kasihan yang kondisi infrastrukurnya tidak sebaik di daerah dataran. Tapi secara umum, kondisi infrastruktur jalan di
Kabupaten Bantul mayoritas sudah bagus sehingga akses ke TPS harusnya tidak sulit.” Wawancara, 2015
Narasumber menyatakan bahwa mayoritas desa di kecamatan- kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul sudah memiliki jalur aspal. Hal
tersebut tersirat pada tanggapan atas pertanyaan yang diajukan terhadap narasumber tentang infrastruktur di Kabupaten Bantul dan kaitannya
dengan tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 lalu. Kemudian
bangunan-bangunan pemerintahan kecamatan dan pemerintahan desa sudah tergolong baik, sehingga infrastruktur utama yang mendukung kegiatan
masyarakat sudah optimal. Narasumber juga menyatakan bahwa infrastruktur sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Pilpres 2014.
Berikut ini kutipan wawancaranya:
“Infrastruktur Kab Bantul sudah tergolong bagus. Mayoritas seluruh desa di setiap kecamatan sudah memiliki jalan aspal. Mayoritas
sudah memiliki bangunan yang memadai untuk aktivitas administrasi kepemerintahan, kesehatan, dan pendidikan. Jadi
infrastruktur di Bantul tidak menjadi hambatan untuk program apapun. Kalau dikatakan bahwa infrastruktur berpengaruh terhadap
partisipasi pemilih, saya rasa tidak. Karena di Bantul infrastrukturnya sudah bagus. Jalan sudah banyak yang bagus, sudah
aspal, minimal konblok atau cor, itu sudah baik. Jaringan listrik juga sudah menjangkau hingga ke pelosok. Jadi saya rasa infrastruktur
tidak mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih. Hanya saja kalau di daerah pelosok itu tidak ada listrik, ya dari mana masyarakat sana
tahu kalau ada pemilu. Sosialisasi lewat media-media elektronik kan biasanya lebih luas jangkauannya dan lebih efektif ya, nah kalau
tidak ada listrik ya mereka tidak bisa dapat informasi di televisi atau radio. Kira-kira begitu. Wawancara, 2015
Pertanyaan yang diajukan peneliti dalam kelompok pertanyaan untuk memperkuat pemahaman mengenai partisipasi pemilih dan mengenai
tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2014, narasumber menyatakan bahwa masyarakat Bantul mayoritas dapat dikatakan telah memiliki
kesadaran tentang fungsi hak pilih, karena golput pada Pilpres 2014 lalu hanya sebesar 18,69. Menurut narasumber persentase tersebut bisa jadi
merupakan sekumpulan masyarakat yang tidak peduli atau mengesampingkan urgensitas memberikan suara pada Pilpres 2014,
sebagaimana tertuang dalam kutipan wawancara di bawah ini:
“Kesadaran mengenai hak pilih sudah cukup tinggi di kabupaten Bantul. Buktinya golput pada Pilpres 2014 lalu hanya sekitar
18,69, artinya tingkat partisipasinya kan 81,31. Menurut saya, masyarakat telah memiliki kesadaran yang tinggi tentang fungsi
pemilu bagi negara demokrasi. Nah, yang 18,69 persen itulah bisa jadi merupakan sekumpulan masyarakat yang tidak memiliki
kesadaran tentang pentingnya ikut pemilu, atau Pilpres 2014 lalu. Atau sudah sadar tapi punya alasan lain untuk tidak ikut mencoblos”
Wawancara, 2015 Jawaban pada pertanyaan tentang pemahaman masyarakat tentang
partisipasi dalam pemilu, narasumber menyatakan bahwa masyarakat telah memahami apa dampak dan untung-ruginya golput. Masyarakat mendapat
pemahaman tersebut dari kemudahan mengakses media, seperti elektronik, cetak, dan penyuluhan langsung dari pemerintah setempat. Berikut ini
kutipan wawancaranya: “Masyarakat sekarang memiliki banyak akses untuk mendapatkan
informasi atau pengetahuan. Bisa dari TV, koran, internet, dan isu- isu yang berkembang di lingkunganya. Menurut saya, seluruh
pemilih yang ada di Kab Bantul telah memiliki pemahaman tentang golput. Maksudnya masyarakat memahami apa dampaknya golput,
apa untung-ruginya golput atau memilih. Jadi pemahaman tentang partisipasi dalam pemilu sudah cukup mendalam untuk kalangan
masyarakat Bantul.” Wawancara, 2015 Sehubungan dengan respon masyarakat terhadap pasangan capres
dan cawapres serta pengaruhnya terhadap partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 lalu, narasumber menyatakan bahwa masyarakat telah memiliki
banyak akses informasi dari berbagai sudut pandang, dan mempengaruhi pandangan masyarakat. Artinya, masyarakat telah memiliki gambaran
tentang pasangan calon yang akan bertarung pada Pilpres 2014 lalu. Untuk lebih jelas dapat disimak kutipan wawancara berikut:
“Seperti yang sudah saya katakan tadi, masyarakat sudah memiliki multi akses informasi dari berbagai sudut pandang dan isu yang
berkembang. Kampanye dari partai-partai yang mengusung pasangan dalam Pilpres yang turun ke lapangan juga merupakan
sumber informasi terkait seperti apa capres dan cawapres dari kedua pasangan yang diusung. Begitu pula informasi yang diperoleh dari
berbagai media nasional, regional, dan lokal. Semua mempengaruhi bagaimana respon masyarakat. Apalagi di Pilpres kemarin itu black
campaign-nya kan banyak sekali. Cara-cara kampanye negatif seperti itu dapat juga mempengaruhi preferensi pemilih untuk
memilih atau tidak memilih. Ada juga yang memilih atau tidak memilih itu karena suka atau tidak suka dengan pilihan yang ada.”
Wawancara, 2015 Pertanyaan mengenai optimalitas sosialisasi tentang Pilpres 2014 di
Kabupaten Bantul, narasumber menyatakan bahwa sosialisasi jelas sudah optimal. Sosialisasi dari KPU, baik di media maupun langsung ke lapangan
dengan pemerintah setempat telah dilakukan secara matang sehingga masyarakat sudah tahu tentang Pilpres 2014, sebagaimana terlihat dalam
kutipan wawancara berikut : “Jelas sudah sangat optimal. KPU dari tingkat nasional regional dan
lokal telah melakukan sosialisasi secara masif. Dan, Pilpres itu kan pesta demokrasi tingkat nasional. Mana ada media yang melewatkan
momentum tersebut sebagai bulan-bulanan berita. Jadi sosialisasi Pilpres di Bantul dan di Papua pun, saya rasa kurang lebih sama, jika
ditinjau dari segi kontekstual Pilpres itu sendiri. Kalau dari segi intensitas, mungkin tiap daerah bisa berbeda.” Wawancara, 2015
Analisis deskriptif dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui berdasarkan informasi dari narasumber bahwa kondisi topografi Kabupaten
Bantul tidak mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres2014 lalu. Hal ini juga telah dibuktikan dengan hasil analisis kuesioner secara
statistik bahwa kondisi topografi Kabupaten Bantul berpengaruh terhadap partisipasi pemilih pada Pilpres 2014.