Landasan Teori LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
yang sangat menentukan keberlangsungan suatu negara. Oleh sebab itu setiap setiap warga negara harus berperan memberikan suara.
4. Pengertian Partisipasi Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan
negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di negara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah
berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah.
Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. a. Pengertian partisipasi politik
Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keputusan politik akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat.
Dasar inilah yang digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam menentukan isi politik. Perilaku-perilaku yang demikian dalam
konteks politik mencakup semua kegiatan sukarela, dimana seorang ikut serta dalam proses pemilihan pemimipin-pemimpin politik dan turut
serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum. Menurut Miriam Budiarjo 1998: 183, partisipasi politik adalah
kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara
dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan
pemerintah. Menurut Huntington dan Nelson 1990: 6, parpartisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-
pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir
atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal dan efektif atau tidak efektif. Menurut Davis dalam
Sastroatmodjo 1995: 85, partisipasi politik adalah sebagai mental dan emosinal yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada tujuan
atau cita-cita kelompok atau turut bertanggungjawab padanya. Sistem negara demokratis yang mendasari konsep partisipasi politik
adalah bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menentukan tujuan serta masa depan
suatu negara itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang pimpinan. Berdasarkan pengertian mengenai partisipasi
politik di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai
warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpatispasi aktif dalam
kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah. b. Bentuk-bentuk partisipasi politik
Bentuk-bentuk partisipasi politik seorang tampak dalam aktivitas- aktivitas politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal
adalah pemungutan suara voting rentan untuk memilih calon wakil
rakyat atau untuk memilih kepala negara. Di dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff mengidentifkasi
bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut: 1 Menduduki jabatan politik atau adiministarasi,
2 Mencari jabatan politik atau administrasi, 3 Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik,
4 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik, 5 Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik,
6 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik, 7 Paritispasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb.,
8 Partisipasi dalam diskusi politik internal, 9 Partisipasi dalam pemungutan suara.
Sastroatmodjo 1995: 74 juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk paritipasipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan
menjadi dua yaitu partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual dapat berwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi
tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif adalah bahwa kegiatan warga negara secara serentak dimaksudkan untuk
mempengaruhi penguasa seperti dalam kegiatan pemilu. Sementara itu, Milbarth dan Goel dalam Suharno 2004: 104 membedakan partisipasi
politik menjadi beberapa kategori : 1 Apatis, adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri
dari proses politik.
2 Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilu.
5. Pengertian Pemilu Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat 2 kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil
rakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Pemilihan umum dilaksanakan untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat. Pemilihan
umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga
negara dalam bidang politik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, menyatakan
bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia tahun 1945. Pemilihan
umum pemilu merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Oleh sebab itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah
suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus
dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau memperlambat pemilu, maka dapat disebut
sebagai pelanggaran hak asasi.
6. Pemilu Sebagai Objek Kajian Geografi Politik Menurut Peter Taylor dan Ronald Johnson, dalam Glassner 1993:
184-185, ada tiga fokus utama kajian geografi pemilu; a the geography of voting, yang mengkaji pola dan sebaran perolehan suara hasil pemilu, b
pengaruh faktor geografis dalam perolehan suara termasuk hal-hal yang mempengaruhinya seperti kampanye, isu dan propaganda, kandidatcalon,
dan efek ketetanggaan “the neighborhood effect.” Dan, 3 geografi perwakilan, yang mengkaji sistem representasi atau sistem pemilu yang
diterapkan pada suatu wilayah. Berdasarkan pemahaman di atas, maka fenomena pemilih golput
dapat menjadi objek kajian yang menarik karena juga melibatkan banyak faktor terkait kondisi geografi, politik, sosial, bahkan psikologi masa. Hal
ini karena fenomena golput tentu disebabkan oleh adanya ketidaktepatan kondisi dan situasi dalam batasan yang luas yang menyebabkan pemilih
menjadi golput. Itulah sebabnya, dalam penelitian ini tidak hanya membatasi aspek politik saja yang dapat menimbulkan adanya kelompok
golput, tetapi juga aspek geografis yang mencakup bentang wilayah, pola sebaran suara, dan kaitannya dengan penataan TPS. Aspek-aspek keruangan
memang sangat penting dalam suatu aktivitas politik dalam hal ini.