18 Service running time
didapatkan dari survai waktu perjalanan. Pada umumnya
service running time
dibuat standard untuk satu hari, namun pada kota-kota dimana perbedaan waktu perjalanan antara jam sibuk dan tidak sibuk terlalu
mencolok, maka
runnning time
yang berbeda untuk periode waktu harus dipakai dasar penjadwalan.
2.
Dead running time
, yaitu waktu berjalan bus tidak dalam pelayanan.
Dead running time
antar terminal biasanya lebih rendah dari
service running time
, karena kendaraan akan melaju lebih cepat.
b. Lay Over Time
Lay over time
adalah waktu yang mesti ditambahkan pada akhir perjalanan bus, pada bagian tengah perjalanan untuk trayek yang panjang, yang diperuntukkan
bagi pengaturan operasional dan memberikan kepada awak kendaraan untuk beristirahat.
2.12 Penentuan Jumlah Kendaraan
Dalam menentukan jumlah kendaraan yang akan melayani suatu trayek tertentu dapat didekati dengan beberapa cara. Jika kebutuhan pengangkutan yang ada
atau permintaan aktualnya sudah diketahui, kemudian disediakan sejumlah kendaraan untuk melayani trayek tersebut sesuai dengan jumlah kebutuhannya, maka kondisi ini
mendekati permintaan pasar
Market Leads Approach
. Jika konidisi diatur sesuai kriteria atau kinerja pelayanan trayek sebagai acuan alokasi kendaraan pada suatu
trayek tertentu, kondisi ini mendekati penentuan jumlah kendaraan tersebut dengan pendekatan
produksi
Production Leads
approach
. Jika
semata-mata mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah dan trayek yang akan dilayani
diperuntukkan untuk mendukung dan mendorong pengembangan wilayah tersebut pendekatannya mengacu dengan pendekatan arahan perencanaan
Planning Objectives
.
19
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada pasal 28 ayat 1 menyatakan bahwa “Pembukaan trayek baru dilakukan
dengan ketentuan-ketentuan : a. Adanya permintaan angkutan yang potensial, dengan perkiraan faktor muatan di
atas 70 tujuh puluh persen, kecuali angkutan perintis. b. Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai.
Berpedoman kepada ketentuan tersebut, apabila mempunyai matriks asal tujuan perjalanan setelah dipisahkan menurut alat angkutnya angkutan umum,
penentuan jumlah kendaraan yang akan dioperasikan untuk trayek baru dapat digunakan pedoman langkah-langkah berikut Departemen Perhubungan, 2002:
1. Siapkan matriks asal tujuan penumpang angkutan umum. 2. Identifikasi zona-zona potensial yang pergerakan antar zonanya besar serta
belum dilayani angkutan umum secara langsung JP
l
= jumlah penumpang untuk trayek langsung.
3. Identifikasi potensi angkutan pada zona-zona lainnya yang akan dilalui trayek tersebut jika pelayanan yang direncanakan bukan trayek langsung tetapi reguler.
4. Jumlahkan permintaan angkutan pada rencana trayek yang akan dilalui tersebut JP
r
= jumlah penumpang untuk trayek reguler. 5. Tentukan jenis dan kapasitas kendaraan yang direncanakan akan melayani trayek
tersebut K = kapasitas. Kapasitas tiap jenis angkutan umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.