cenderung hangat dan mudah mengungkapkan rasa sayangnya melalui kata-kata maupun sentuhan fisik seperti pelukan atau
ciuman. Bagi Sari, sejak kecil sang ibu merupakan sosok yang dapat diandalkan karena ibu selalu hadir dalam setiap Sari
membutuhkan pertolongan. Perhatian sang ibu kepada Sari juga membuat Sari merasa disayang oleh ibunya. Ibunya selalu
berusaha memperhatikan Sari mulai dari hal-hal kecil, seperti kegiatan Sari, kebutuhan makan, kebutuhan bercerita.
“Ya… Lengket kalo sama mama sih.. Sampe dibilang tuh.. apa.. anak mamih… Hahaha.. Ya emang anaknya mamih kan, cuek aja
saya sih.. Romantis saya mah kalo sama mama… Ya pelukan,
dicium.. Mama jauh lebih hangat lah dari papa.. “
Namun, ibu Sari tidak dapat memenuhi kebutuhan Sari dalam hal finansial
karena sang ibu tidak bekerja dan hanya mengandalkan uang dari ayah Sari yang cenderung tidak stabil
penghasilannya. Terlebih, ketika sang ayah telah sakit kanker, Sari tidak lagi dibiayai oleh ayah maupun ibunya. Hal itu
membuat Sari setiap harinya merasa cemas dan sangat sedih hanya kareana ia memikirkan kelanjutan hidupnya. Konsentrasi
Sari terhadap perkuliahan juga menjadi terpecah dan Sari kebingungan untuk membayar uang kuliah, uang makan, uang
kos atau uang fotocopy dan lainnya.
“Harus.. harus banget.. Mama perhatian banget, selalu nelfon, tanya udah makan belom, makan apa, kegiata
nnya apa… Tapi ya cuma bisa tanya aja.. Kalo soal duit mama nggak bisa bantu
soalnya.. Mama kan nggak kerja kaya papa, papa juga sekarang sakit udah nggak kerja.. Mama akhirnya kerja pabrikan, sekali
dateng Cuma dibayar 20 rebu.. Itu buat pengobatan papa.. Jadi yah… Yah… Gini deh saya.. Bingung juga besok makan apaan… ”
3. Secure Base Menjadi Basis Aman
Perilaku lekat lain yang dimunculkan oleh orang tua sebagai figur lekat sebagai tanda kelekatan yang terjalin ialah dengan
tersedia atau tidak tersedianya orang tua sebagai basis aman bagi Sari untuk eksplorasi. Figur lekat yang peka melihat dunia dari
sudut pandang anak dan memperlakukan anak dengan pemahaman yang mendalam, pemberian kebutuhan dan kasih
sayang. Selain itu, figur lekat juga menunjukkan respons menerima anak secara utuh.
a Ayah-Sari:
Melalui pengalaman bersama ayah dari kecil hingga
dewasa ini, Sari menunjukkan bahwa sosok ayah tidak dapat dijadikan basis aman oleh Sari.
Selain karena relasi keduanya tidak dekat, Sari juga merasa tidak aman dengan
keberadaan ayah karena Sari telah menanamkan persepsi negatif tentang figur ayah yang erat dengan kekerasan
terhadap perempuan. Meskipun kekerasan tersebut tidak ditujukan kepada dirinya, namun hal tersebut tetap membuat
Sari merasa tidak aman karena ia dapat menyaksikan ibunya dilukai oleh sang ayah kapanpun.
“Iya saya ini merasa ayah saya ini negatif walau pada akhirnya dia kembali dan saya sudah berdamai, sudah memaafkan, ayah
saya juga sudah baik, tapi ya sedikit banyak apa yang dialami ibu saya sangat berpengaruh dalam em.. cara saya menilai
lawan jenis.. dalam saya juga dasar-dasar pertimbangan saya memilih pasangan.. Ya gatau juga ya.. Liat ntar deh sambil
jalan aja..
”
Melalui pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa Sari
menjadikan ayah sebagai tolak ukur penetapan standar dalam pemilihan pasangan
di kemudian hari. Ada indikasi rasa cemas dan kebingungan yang ditunjukkan Sari tentang
kriteria pasangan yang ideal karena Sari tidak dapat melihat figur laki-laki baik dari ayahnya.
b Ibu-Sari:
Meskipun Sari memiliki kedekatan dengan ibunya,
namun Sari juga tidak nampak menjadikan ibu sebagai basis aman
bagi dirinya. Ibu dianggap sebagai sosok yang over-protective. Namun sikap tersebut diinterpretasikan oleh
Sari sebagai wujud rasa sayang yang berlebihan sehingga sang ibu tidak ingin anaknya mendapatkan kesulitan. Hal ini
menunjukkan bahwa sang ibu sebenarnya membatasi ruang eksplorasi Sari, yang dinyatakan oleh Bowlby bahwa hal ini
memicu pandangan bahwa dunia tidak aman untuk dieksplorasi. Sikap ibu yang over-protective membuat Sari
tertekan, dan merasa tidak dapat menjadi diri sendiri. Sari
memiliki keinginan untuk memberontak dan bebas. Hal ini juga membuat Sari menutupi atau menyembunyikan diri yang
sebenarnya dan berharap agar dapat secepatnya lepas dari pengawasan ibunya.
“Itu mengajarkan saya untuk tidak terbuka sebenarnya. Tidak bisa menjadi diri sendiri, apa yang kita mau kita nggak bisa ya
kan, kita tertekan.. Ada rasa ingin memberontak, ingin bebas, ingin seperti orang yang lain.. Kaya ‘aduh temen aku enak
banget masa-masa muda, masa-masa remaja itu kan masa yang paling happy.. ya kan bisa menikmati jalan-jalan lah sama
temen, nonton sama temen, hangout gimana lah party sama temen.. itu nggak saya alami. Makanya saya sedikit merasa
gimana sih caranya secepetnya saya tuh bisa lepas gitu..
”
Dapat disimpulkan, pola kelekatan yang terjalin antara Sari
dan kedua orangtuanya tergolong dalam jenis ambivalent-insecure attachment
. Hal ini dapat dilihat dari pola perilaku lekat yang tidak konsisten ditunjukkan oleh orang tua sebagai figur lekat maupun
Sari. Pemenuhan kebutuhan yang inkonsisten dari kedua orang tua terhadap Sari baik dari segi emosional, fisik, maupun finansial turut
memicu munculnya kecemasan yang berkelanjutan untuk menjalankan hidupnya. Selain itu, inkonsistensi emosi juga
ditunjukkan oleh Sari terhadap ibunya. Di satu waktu, Sari merasa sangat menyayangi ibunya dan rela berkorban demi kebahagiaan
ibunya, namun di sisi lain Sari merasa sangat terkekang dan tidak suka dengan cara ibu memperlakukannya seperti anak kecil. Pola
lekat yang insecure ini membuat Sari tumbuh dengan kebingungan. Sari tidak pernah yakin apakah ekspresi kecemasan atau stress yang
dirasakannya perlu untuk ditunjukkan. Ada hambatan dari pola perilaku lekat dan perlindungan yang konsisten oleh orang tua
sehingga muncul perasaan pada Sari bahwa mengeksplorasi dunia dan lingkungan sekitar bukanlah pilihan yang tepat. Hal ini
berdampak pada rendahnya keinginan Sari untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan sempitnya cara pandang Sari terhadap sesuatu.
3. Dinamika Pola Kelekatan Sari dengan Orang Tua dan