Safe Haven Menjadi Tempat Perlindungan

Sang ibu memiliki pandangan bahwa kegiatan yang bersifat positif dan baik bagi anaknya ialah kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur kerohanian. Sari menganggap bahwa dirinya sulit sekali mendapatkan ijin dari sang ibu jika ia menemukan hal baru yang menarik untuk dilakukan. Kekhawatiran sang ibu yang berlebihan membuat Sari membatasi ruang gerak untuk eksplorasi . Ia memilih untuk menjadi pasif dan tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan di kampus. Banyak larangan yang diberikan oleh sang ibu demi kebaikan Sari, dan Sari merasa tidak keberatan dengan hal itu karena Sari meyakini bahwa aturan tersebut dibuat untuk kebaikan Sari. “Saya anak baik.. anak manis dan penurut. Ya itu sih yang diketahui sama papa mama saya..” “Mereka taunya ya saya ikutin, tapi pada kenyataannya saya banyak mangkir juga tertawa.. Ya itu tadi.. Saya kan dilarang pacaran, tapi saya bolak-balik pacaran backstreet gitu.. Itu sih yang menurut saya paling nakal” “Ya… Misal kegiatan di gereja, ikut retreat, latihan nyanyi atau nari di gereja. Di luar itu sih bakal diinterogasi dulu kegiatannya kayak gimana, sama siapa, waktunya kapan, macem- macem lah..”

2. Safe Haven Menjadi Tempat Perlindungan

Salah satu perilaku lekat lainnya yang dapat ditelaah dari relasi Sari dan kedua orang tua ialah perilaku safe haven. Safe haven merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh figur lekat sebagai respons dalam menanggapi perilaku anak yang mencari kedekatan dengannya. Respons tersebut dalam berbentuk pemberian rasa nyaman, kehangatan, ketenangan, atau jaminan akan keselamatan pada waktu dibutuhkan. a Ayah-Sari: Ayah tidak berperan dalam pemenuhan kebutuhan emosional maupun fisik bagi Sari sejak kecil. Sosok ayah dikenal pekerja keras yang selalu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan merupakan satu-satunya pencari nafkah di dalam rumah. Ada masa dalam kehidupan Sari dimana sang ayah masih memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Ayah bukan sosok yang menunda untuk menyenangkan anaknya dan ia tidak ingin melihat anaknya menginginkan sesuatu hingga memohon. Ayah Sari cenderung royal dalam memberikan sesuatu kepada anaknya. “Ayah saya dari saya kecil tuh nggak bisa ngelihat saya ngerengek kalo mau sesuatu. Misal kan saya diajak jalan- jalan gitu, terus ada barang yang saya mau beli, kayak baju gitu, pasti ayah langsung belikan. Dulu tapi itu jaman saya masih kaya.. Cuma ayah kadang diem-diem kasih saya jangan sampai mama saya tau. Ayah tuh kalo beliin baju saya nggak sembarangan dulu, brand bagus, mahal- mahal… Jaman dulu saya SD aja dibeliin celana harganya 300.000. Jaman dulu lho itu, mbak…” Melalui pernyataan di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan Sari yang dipenuhi oleh sang ayah hanya kebutuhan finansial. Sari tidak mendapatkan kehangatan atau rasa nyaman dari sang ayah karena Sari sangat jarang menerima sentuhan fisik dari ayah seperti dipeluk, digendong, dicium, dan lainnya. Hal ini juga menyebabkan Sari seringkali merasa canggung dengan sang ayah dan merasa jauh dengan ayah. Selain itu, ayah menunjukkan inkonsistensi dalam hal pemenuhan kebutuhan finansial Sari setelah sang ayah menikah lagi. Hal ini kerap menimbulkan kecemasan bagi Sari untuk membiayai hidupnya sendiri. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa sosok ayah bukan tempat Sari mencari perlindungan ketika Sari berada dalam situasi yang sulit dan menekan dirinya. b Ibu-Sari: Berbanding terbalik dengan sang ayah, ibu Sari lebih memenuhi kebutuhan fisik dan emosional Sari. Sang ibu cenderung hangat dan mudah mengungkapkan rasa sayangnya melalui kata-kata maupun sentuhan fisik seperti pelukan atau ciuman. Bagi Sari, sejak kecil sang ibu merupakan sosok yang dapat diandalkan karena ibu selalu hadir dalam setiap Sari membutuhkan pertolongan. Perhatian sang ibu kepada Sari juga membuat Sari merasa disayang oleh ibunya. Ibunya selalu berusaha memperhatikan Sari mulai dari hal-hal kecil, seperti kegiatan Sari, kebutuhan makan, kebutuhan bercerita. “Ya… Lengket kalo sama mama sih.. Sampe dibilang tuh.. apa.. anak mamih… Hahaha.. Ya emang anaknya mamih kan, cuek aja saya sih.. Romantis saya mah kalo sama mama… Ya pelukan, dicium.. Mama jauh lebih hangat lah dari papa.. “ Namun, ibu Sari tidak dapat memenuhi kebutuhan Sari dalam hal finansial karena sang ibu tidak bekerja dan hanya mengandalkan uang dari ayah Sari yang cenderung tidak stabil penghasilannya. Terlebih, ketika sang ayah telah sakit kanker, Sari tidak lagi dibiayai oleh ayah maupun ibunya. Hal itu membuat Sari setiap harinya merasa cemas dan sangat sedih hanya kareana ia memikirkan kelanjutan hidupnya. Konsentrasi Sari terhadap perkuliahan juga menjadi terpecah dan Sari kebingungan untuk membayar uang kuliah, uang makan, uang kos atau uang fotocopy dan lainnya. “Harus.. harus banget.. Mama perhatian banget, selalu nelfon, tanya udah makan belom, makan apa, kegiata nnya apa… Tapi ya cuma bisa tanya aja.. Kalo soal duit mama nggak bisa bantu soalnya.. Mama kan nggak kerja kaya papa, papa juga sekarang sakit udah nggak kerja.. Mama akhirnya kerja pabrikan, sekali dateng Cuma dibayar 20 rebu.. Itu buat pengobatan papa.. Jadi yah… Yah… Gini deh saya.. Bingung juga besok makan apaan… ”

3. Secure Base Menjadi Basis Aman

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby) T2 832013016 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby) T2 832013016 BAB II

0 3 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby) T2 832013016 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby)

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby)

0 0 84