Melalui pernyataan tersebut, dapat dilihat bahwa Dinda tidak memiliki cukup keteguhan hati untuk mengakhiri
hubungannya dengan Rendi sehingga Dinda lebih memilih untuk mengabaikan konflik yang terjadi dan terus-menerus
luluh kembali dengan rayuan Rendi. Penyesalan Dinda baru sungguh-sungguh dirasakannya ketika ia mendapatinya
dirinya hamil dan Rendi pergi meninggalkannya.
2. Adanya ketergantungan atas pemenuhan kebutuhan
biologis
Dinda merasa sangat sulit untuk melepaskan Rendi karena Dinda merasa ia telah ketergantungan untuk
melakukan sexual intercourse bersama dengan Rendi. Dinda merasa bahwa ia tidak akan pernah bisa lagi melakukan hal
tersebut dengan laki-laki lain karena Dinda pertama kali melakukannya kepada Rendi. Dinda mengakui bahwa dirinya
ialah sosok yang setia sehingga tidak mudah tertarik lagi dengan laki-laki lain.
“Jadi pas begitu saya putus sama dia kan saya udah nggak, kan saya udah gak melakukan sexual intercouse lagi, dan disana
saya baru tau ternyata, setelah kamu pernah mengalami itu, itu akan menjadi suatu kebutuhan. Dan saya gak mudah untuk
ngelakuin itu sama orang. Jadi saya jadi merasa saya butuh dia ya karena itu..
”
Dorongan untuk melakukan sexual intercourse dengan Rendi terus dirasa oleh Dinda sebagai suatu adiksi yang
mengikatnya dalam relasi berpacaran dengan Rendi. Hal itu juga yang menyebabkan Dinda masih menerima Rendi
meskipun Rendi juga berselingkuh dan melakukan sexual intercourse dengan Devi maupun Becca.
3. Adanya rasa nyaman karena terbiasa bersama
Menurut Dinda, ia mempertahankan Rendi bukan karena tidak ada lelaki lain yang lebih baik dari Rendi. Dinda menyadari
bahwa pasti sangat banyak laki-laki di luar yang lebih baik dari Rendi, namun Dinda merasa sulit untuk membuka hati bagi laki-laki
karena Dinda merasa sudah nyaman dengan Rendi. Kenyamanan yang dirasakan oleh Dinda disebabkan karena Dinda merasa sudah
terlalu terbiasa bersama-sama dengan Rendi. Selama 5 tahun Dinda selalu menghabiskan waktu dengan Rendi, makan, tidur, kuliah,
bermain, jalan-jalan, belanja kebutuhan, dan lainnya. Rendi pun menjadi teman cerita bagi Dinda yang sangat baik dan sabar
mendengarkan setiap keluh kesah Dinda. Sentuhan fisik yang menguatkan dukungan terhadap Dinda melalui pelukan, ciuman,
usapan, juga terus membuat Dinda nyaman dengan Rendi. Keterikatan inilah yang membuat Dinda merasa bahwa dirinya
sudah membentuk kebiasaan harus ditemani oleh Rendi sehingga jika tidak Rendi dalam hidupnya, Dinda akan merasa sangat
kehilangan dan kesepian. Perasaan inilah yang juga menuntun Dinda
untuk mentolerir
seluruh kesalahan
Rendi dan
memaafkannya berulang kali
“Bikin nyamannya itu yang emm… itu kali yah yang bikin saya juga susah lepas dari dia.. Nyaman gatau nyaman apa
kebiasa sama- sama ya.. Ya pokoknya gitu…”
“Mungkin karna kebiasaan bareng. Karena kebiasaan bareng itu jadi kita jadiii biasa bareng, dan kebetulan kita sama-
sama dari luar Jawa, dia lebih nyaman ”.
“Apa ya.. Perhatian dan penyayang dia sih.. Orangnya hangat kalo ke saya sih.. Kalo lagi bener, supportive banget..
Kalo saya cerita tuh sabar dengerin, kasih saran.. Dan anehnya kalo dia yang nyaranin, saya bisa dengerin.. Kan
saya juga itungannya keras kepala ya Mbak Hhehe… Nyaman juga tuh kalo udah mulai affectionate gitu dianya..
Misalnya kaya meluk apa nyium. Kalo pas lagi sedih saya bisa langsung lega gitu rasanya..”
Dinda merasa bahwa dirinya sangat bodoh den gan mempertaruhkan perasaannya terus disakiti dan kini masa
depan diri dan anak yang sedang dikandungnya juga menjadi terancam. Keinginan Dinda untuk meninggalkan Rendi
berulang kali kini harus ditiadakan karena Dinda akan terus
berurusan dengan Rendi dan keluarganya terkait kehidupan sang anak. Namun demikian, Dinda merasa siap untuk
menghadapi berbagai kesulitan yang muncul jika ia menjadi seorang single parent kelak.
2. Gambaran Kelekatan Dinda dan Orang Tua