Analisis Deskriptif Subyek Pertama Sari a Identitas Diri Sari

SARI DINDA Interview 1 26 Maret 2016 9 April 2016 Interview 2 5 April 2016 23 April 2016 Interview 3 25 April 2016 11 Mei 2016 Tabel 4.1 Jadwal Interview Subyek Setelah peneliti mendapatkan informasi yang diperlukan melalui tiga kali wawancara dengan subyek, peneliti mulai membuat verbatim atau transkrip wawancara, tabel analisa transkrip wawancara, dan analisa serta pembahasan kasus secara lengkap dalam bentuk print out. Di samping itu, peneliti juga mencari data sekunder melalui orang-orang terdekat subyek sebagai berikut: SARI DINDA Informan 1 Teman kos A Teman dekat Informan 2 Teman kos B Pacar Informan 3 Ibu Ayah Tabel 4.2 Sumber data sekunder

B. Hasil Penelitian

Setelah peneliti mendapatkan data-data empiris melalui proses wawancara mendalam, kemudian peneliti mulai menganalisis data-data tersebut sehingga menjadi suatu pemahaman yang utuh tentang kedua subyek. Pada sub-bab ini, peneliti membahas analisis subyek satu per satu dengan rinci.

1. Analisis Deskriptif Subyek Pertama Sari a Identitas Diri Sari

Nama : Sari bukan nama sebenarnya Usia : 24 tahun Kota Asal : Solo Kota Domisili : Salatiga Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas SMA Pendidikan Berjalan : Strata 1 Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jurusan : Ekonomi Manajemen dan Bisnis Agama : Kristen Protestan Status Perkawinan Urutan Kelahiran : : Belum Menikah Anak ke-2 dari 2 bersaudara b Hasil Observasi Peneliti melakukan observasi yang sifatnya menambah keterangan data yang diperoleh dari interview. Sepanjang proses interview, peneliti mengamati perilaku Sari yang menunjukkan rasa malu ketika membicarakan mengenai aktivitas seksual yang dilakukan bersama pacarnya. Rasa malu ini dilihat dari wajah Sari yang ditundukkan, volume suara yang mengecil, dan gestur tubuh yang menghindar saat menjelaskan tentang aktivitas seksualnya. Tidak ada perubahan lain yang signifikan ketika membahas tentang sang pacar, termasuk hal-hal yang terkait kekerasan yang dialaminya, Sari dapat menceritakannya dengan nada yang santai dan diiringi tawa sesekali. Kemudian, ekspresi marah ditunjukkan Sari ketika membahas tentang perselingkuhan yang dilakukan ayahnya. Volume suara Sari menjadi keras dan memberi penekanan pada kata- kata seperti ‘selingkuh’, ‘wanita idaman lain’, ‘kawin lagi’. c Latar Belakang Sari Sari merupakan anak dari perkawinan darah Medan yang dilahirkan 24 tahun yang lalu. Meskipun kedua orang tua berasal dari Medan, namun Sari dan keluarga tidak tinggal menetap di Medan. Mereka memutuskan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari Medan, Sari melalui masa SD hingga SMP Sari di kota Bandung, Jawa Barat. Lalu, ketika ia beranjak ke bangku sekolah berikutnya, ia pindah ke Solo, Jawa Tengah hingga ia menempuh jalur pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Salatiga dan mengambil jurusan Ekonomi dengan konsentrasi di bidang Manajemen Bisnis. Sari dan keluarga selalu tinggal dalam satu atap hingga Sari memutuskan untuk berkuliah di luar kota Solo dan membuat dirinya harus berada dalam situasi berjarak dengan orang tua untuk pertama kalinya. Oleh karena jarak kota Solo dan Salatiga dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam perjalanan, Sari menyempatkan diri untuk pulang ke Solo di setiap akhir minggu. Kebiasaan ini dilakukan hingga kurang lebih ia menduduki semester 4 di perkuliahannya. Bungsu dari dua bersaudara ini selalu mendapatkan perhatian khusus dari ayah, ibu, dan kakaknya karena ia satu- satunya anak perempuan dan kedua orang tua menganggap Sari perlu pengawasan yang ekstra ketat agar ia tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat. Latar belakang kepercayaan Kristen yang begitu kuat dipegang teguh oleh sang ibu, membuat ibu justru cenderung over-protective dengan setiap tindakan dan Sari. Sari cenderung dibatasi dalam memilih pergaulan dengan teman sebaya, baju yang dikenakan, dan aktivitas rutin yang dijalani. Hal ini membuat Sari tumbuh menjadi pribadi yang sangat bergantung pada keputusan orang tua dan sulit untuk mengambil keputusan dalam situasi mendesak. Keadaan ekonomi keluarga Sari dapat dikatakan fluktuatif. Keluarga Sari pernah berada dalam situasi berlebihan dari segi materi dan finansial, yakni masa ketika Sari dan keluarganya menetap beberapa waktu di Bandung. Pada masa itu, Sari dapat bersekolah di salah satu sekolah swasta yang bergengsi dan segala kebutuhannya terpenuhi, bahkan berlebihan. Setiap permintaan Sari selalu dikabulkan dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang suka memberi. Semasa SMP, Sari memiliki banyak sekali teman karena Sari dikenal sangat murah hati dan mudah memberi barang- barang pada teman-temannya yang membutuhkan. Namun demikian, tidak semua teman yang ditolongnya bersikap baik terhadap Sari. Beberapa diantaranya justru menyalahgunakan kebaikan dan kelebihan materi yang dimiliki Sari. Setiap uang yang dipinjam oleh teman-temannya tidak pernah dikembalikan dan Sari justru disingkarkan dari pergaulan ketika keluarganya mengalami krisis ekonomi yang cukup drastis. Krisis ekonomi yang dialami keluarga Sari diakibatkan oleh kondisi ayahnya yang saat itu memiliki perempuan idaman lain dan menghasilkan keturunan dari perempuan tersebut. Sebagian besar uang dari penghasilan ayahnya dialihkan pada perempuan itu beserta anaknya. Semenjak itu, keluarga Sari menjadi tidak harmonis dan penuh dengan konflik serta kekerasan yang terjadi antara ayah dan ibu. Kekerasan di dalam rumah terus berangsur terjadi selama sang ayah menjalin hubungan dengan perempuan tersebut. Oleh sebab itu, sang ibu memaksa keluarga untuk pindah ke Jawa Tengah dan menetapkan Solo sebagai tempat tinggal berikutnya. Ibu berencana membawa kedua anak bersamanya. Hal tersebut membuat sang ayah menceraikan perempuan tersebut dan ikut bersama keluarga untuk pindah ke Solo. Sari pun melanjutkan pendidikannya di Solo semasa SMA, dan berkuliah di Salatiga sejak tahun 2007. Hingga 2016 ini, Sari belum menuntaskan pendidikan tingginya dan berungkali berencana untuk meninggalkan perkuliahannya karena merasa tidak mampu untuk mengerjakan tugas akhir. d Analisis Kasus Sari 1. Gambaran Kekerasan dalam Relasi Pacaran Sari-Doni a Identifikasi Jenis Kekerasan Sari berkenalan dengan Doni, pacarnya hingga saat ini, melalui game online yang sering dimainkannya. Mereka menjalin pertemanan kurang lebih satu tahun, saling melihat satu dengan yang lain melalui foto-foto yang diunggah ke jejaring sosial Facebook, bertukar pesan melalui Short Messenger Service SMS, dan menelepon satu dengan yang lain. Keduanya merasa memiliki kecocokan dan menjalani hubungan yang semakin dekat. Selama satu tahun Sari dan Doni saling mengenal satu dengan yang lain, keduanya memutuskan untuk bertemu dan bersepakat untuk menjadi pacar. Selisih usia keduanya ialah 4,5 tahun lebih tua Doni dibandingkan Sari. Pada awal masa pacaran, Doni menunjukkan sikap yang perhatian dan sangat penyayang. Hal ini membuat Sari merasa begitu nyaman menjalani hubungan pacaran dengan Doni. Sari yang berdomisili di kota Salatiga pun tidak merasa berat dijalani karena Doni yang tinggal di Semarang selalu menghampirinya setiap akhir pekan. Masa pacaran Sari dan Doni kini tengah memasuki usia 4 tahun. Namun, memasuki usia 2 tahun pacaran, Doni mulai menunjukkan sifat aslinya yang kasar dengan dirinya. Meskipun Sari pernah mengalami pengalaman yang menyenangkan pada awal pacaran, namun setelah menjalaninya beberapa waktu, Sari mulai mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan bersama Doni. Setelah beberapa waktu pacaran, Sari merasa bahwa yang ditunjukkan pada awal kenalan hingga pendekatan dengan Doni bukan merupakan sifat asli dari Doni. Sifat asli pasangannya ialah sifat yang kasar dan seringkali melukai dirinya. “Wah.. saya bisa katakan masa-masa awal saya pacaran itu sangat berbanding terbalik. Jadi sangat drastis kalo ibaratnya statistik itu indah sekali... dan lalu menjadi yah.. malapetaka ya..” “Mungkin emmm... parahnya aja ya.. sebenernya itu kan proses. Maksudnya sedikit demi sedikit, sedikit demi sedikit mulai ya ada satu dua satu dua yang tadinya awalnya seperti ini kok jadi kaya gini.. kok aslinya kaya gini ya.. tapi yang bener-bener saya rasakan ini saya udah nggak kenal lagi nih.. kayaknya bukan seperti yang saya pikirkan...” Kekerasan baik secara verbal maupun fisik dan seksual kerap terjadi pada hubungan Sari dan Doni yang berusia 3 tahun. Kekerasan dimulai sejak usia pacaran memasuki usia 2 tahun. Kekerasan yang dialami Sari mencakup kekerasan fisik, verbal, dan seksual. Kekerasan seksual merupakan kekerasan pertama yang ditunjukkan oleh Doni dengan mengajak Sari melakukan sexual intercourse dengan landasan cinta dan ingin memiliki seutuhnya. Penolakan yang dilontarkan Sari tidak dihiraukan oleh Doni dan hal tersebut membuat Sari melakukannya dengan keterpaksaan. Kekerasan fisik dialami Sari ketika Doni sedang berada dalam masalah atau terlibat pertengkaran dengan Sari. Doni seringkali menggunakan kata- kata kasar seperti ‘anjing’, ‘bangsat’, ‘babi’, dan lainnya yang melukai hati Sari. Dalam beberapa pertengkaran, Doni juga melemparkan barang-barang yang ada di kamar kos Sari, seperti buku, piring, meja laptop, dan lainnya. Perlakuan kasar tersebut terus berulang dan membuat Sari terkadang ingin mengakhiri hubungan tersebut. Namun, setiap kali Sari ingin memutuskan Doni, Doni selalu mengatakan kepada Sari bahwa tidak akan ada lagi laki-laki yang ingin bersama dirinya karena ia sudah tidak perawan lagi dan menjadi ‘bekas’ Doni. Selain itu, Doni juga melunturkan konsep diri Sari dengan mengatakan bahwa Sari itu tidak cantik, berkelakuan buruk, dan hanya Doni yang dapat menerima dirinya. Perkataan-perkataan seperti itu membuat Sari takut untuk memutuskan Doni dan memilih untuk terus melanjutkan hubungan tersebut. Kata ‘putus’ hanya diungkapkan Sari maupun Doni ketika mereka sedang bertengkar dan cenderung menggunakan emosi sesaat. Ketika pertengkaran telah selesai, Sari dan Doni akan saling merindukan dan kembali bersama lagi. Namun, setelah itu kekerasan tetap terjadi. “Ya.. Bisa dibilang gini.. Eee saya waktu berpacaran sama dia, saya tidak hanya kata-kata, mendapatkan kata-kata yang berintonasi nada tinggi ya, tapi saya malah mendapatkan kasar atau kata-kata yang tidak pantas yang kotor gitu.. misalnya ya mbak tau lah.. kebun binatang, terus udah gitu makian misalnya kata-kata bajingan lah apa lah pokoknya makian seperti itu atau bahkan mungkin dia tidak melakukan percakapan dengan kata- kata yang kasar, tapi dia melakukan tindakan di depan saya yang membuat saya sedikit terancam seperti membanting barang, merusak barang, atau hp-nya dibanting ya sering beberapa kali kalo emosi sama saya hp dibanting sampe rusak beberapa kali, terus dia pernah mukul pintu atau emm apa... tembok.. di depan saya.. sampe berdarah tangannya. Lalu kalo sedang di atas motor, dia sedang mengendarai motor, emm dia juga pernah istilahnya emm apa sih namanya.. kalo dia ada jengkel sama, trus dia ngendarain motornya ugal-ugalan kaya dikencengin gitu seolah- olah kayak nantang bahaya gitukan seperti it u..” “Itu yang pernah saya alami, saya pernah ditampar, saya pernah ditendang, saya pernah emmm... dicekik juga, ya semacam kekerasan yang apa yaa... bentuk fisik yang bener-bener itu kekerasan gitu.. nggak cuma sekedar kesenggol atau apa, memang secara s engaja..” “Aduh… Gimana ya.. Nggak etis lah bahasnya kan.. Pokoknya intinya ya begitu dulu awal-awalnya ya semi-semi diperkosa gitu rasanya… Karena dia maksa, saya udah nggak mau.. Takut sama mama kan kalo ketauan.. Dulu aja ampe saya trauma…Padahal itu kan nggak ngapai- ngapain” Sangat jauh berbeda dengan masa di awal pacaran, Doni yang dikenal sangat penyayang, mulai bersikap over-protective dan posesif terhadap Sari. Doni melarang Sari untuk bergaul dan bepergian dengan teman laki-laki, meskipun untuk mengerjakan tugas kelompok dalam mata kuliah tertentu. Tidak hanya teman laki-laki, Sari juga diminta untuk membatasi pergaulan dengan teman perempuannya. Doni selalu mengingatkan Sari untuk tidak terlalu akrab dan percaya terhadap teman perempuannya dengan menggeneralisasikan pengalaman pertemanan Sari sebelumnya. Doni meyakinkan Sari untuk terus mempercayainya dan menjadikannya satu-satunya orang yang dapat dipercaya oleh Sari. Kekerasan tersebut dialami oleh Sari tanpa Sari mengetahui dengan jelas alasan atau konflik yang menyebabkan kekerasan itu dilakukan Doni terhadap dirinya. Menurut Sari, sikap Doni yang posesif adalah salah satu alasan yang sering dijadikan konflik oleh Doni. Kecemburuan, sikap posesif, dan over protective Doni yang berlebihan berimplikasi pada sempitnya pergaulan Sari di lingkungan sosial. Hal ini turut membuat Sari sangat bergantung pada kehadiran Doni disisinya. “Saya sendiri bingung sampe sekarang ya, maksudnya kadang hal- hal yang menurut saya itu tidak masalah menurut pandangan orang umum pun misalnya saya tanyain kalo saya begini tuh salah atau ngga gitu, dimata saya dan dimata orang-orang yang saya tanyakan itu sebenarnya bukan sesuatu harusnya dipermasalahkan misalnya seperti itu tapi bagi dia itu masalah begitu. Misalnya nih saya lagi kerja kelompok, saya kerja kelompok saya ga mungkin dong saya nolak misalnya kalo dosennya sudah menentukan ini ada cowoknya gitu kan.. padahal bukan saya yang milih gitu kan, misalnya dia merasa kamu ga boleh sekelompok yang ada cowonya, kamu harusnya sama cewe semua. Tapi kalo misalnya kita mau ngerjain kelompok emm yang dimana itu sudah diatur gitu kan, ya kita tidak bisa dong maksudnya ngubah sembarangan dan lagi tuhu posisinya saya mengerjakan tugas kelompok, saya bukan jalan-jalan, saya bukan hangout atau acara-acara bebas yang seperti itu.. dan dia marah misalnya, dia itu jengkel karena saya tetep pergi untuk kerja kelompok, dia bilang kerjain sendiri aja, tapi kan tetap ga mungkin saya kerjakan semua sendiri, ada kalanya saya memang membutuhkan bantuan orang lain. Sedikit posesif yang berlebihan lah seperti itu..” Kekerasan berulang yang dialami Sari terus-menerus dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun membuat Sari merasa terbiasa dengan rasa sakit yang dirasakannya. Sari mulai bisa beradaptasi dengan situasi yang menyakitkan tersebut. Namun demikian, Sari masih merasa dirinya terancam, takut dan tidak nyaman karena Doni bisa ‘kumat’ sewaktu-waktu. “Emm.. sebenernya lebih banyak itu... emm terlalu banyak mungkin ya tertawa kecil, saya jadi tidak bisa emm apa ya gimana ya.. sepertinya segala sesuatunya jadi kasar dia, seperti jadi sesuatu yang biasa, dari ngomong pun udah udah kasar terus, dari cara ngomong nggak ada lemah lembutnya gitu.. dari intonasi dari apa, terus dari tindakan juga.. ya seperti itulah.. ” “Jadi banyak hal-hal yang ekstrim yang dia lakukan untuk membuat kita tuh rasanya takut atau apa.. terancam gitu.. Kaya ngelemparin barang… Itu membuat saya terancam juga, maksudnya emm walaupun itu tidak mengarah kepada saya, tapi saya merasa itu satu tindakan yang sudah kasar ya. ” Melalui klasifikasi yang dikemukakan oleh Murray 2007 terkait jenis kekerasan, dapat diidentifikasi jenis-jenis kekerasan yang diterima Sari dalam relasi pacarannya dengan Doni sebagai berikut: Kekerasan Verbal Name Calling ‘gendut’, ‘jelek’, ‘anjing’, ‘bangsat’, ‘babi’ Monopolizing Time tidak ada waktu bermain dengan teman-teman Making feel insecure dengan menggunakan kata ‘bekas pakai’, ‘nggak laku lagi’ Blaming melimpahkan kesalahan, menuduh Manipulation meyakinkan korban bahwa sang pacar yang terbaik Making threats diancam akan ditinggalkan Interrogating pencemburu, posesif, suka mengatur Breaking items melempar piring, memukul tembok dan lemari, memecahkan gelas Kekerasan Seksual Pemaksaan untuk melakukan sexual intercourse dengan janji akan dinikahi di kemudian hari dan sebagai bukti cinta di antara keduanya. Kekerasan Fisik Ditampar, ditendang, dicekik Tabel 4.3 Identifikasi Kekerasan Relasi Sari-Doni b Jerat Lingkaran Kekerasan dalam Relasi Pacaran Sari-Doni Kekerasan yang kerap terjadi dalam relasi intim Sari dan Doni membentuk suatu pola tarik menarik dan terhubung erat seperti lingkaran. Selama kurang lebih dua tahun Sari berada dalam lingkaran kekerasan yang terus berputar seperti siklus yang rutin. Pertimbangan untuk meneruskan atau mengakhiri hubungan tersebut juga tidak jarang terlintas dalam pikiran Sari. Sari berpikir untuk mengakhiri hubungannya dengan Doni setiap kali Doni melakukan kekerasan terhadap dirinya. Tidak hanya itu, Sari bahkan degan lugas mengutarakan hal tersebut kepada Doni sebagai ultimatum agar Doni berhenti melakukan kekerasan. Keputusan untuk berpisah juga berulang kali dilontarkan baik dari Sari maupun Doni. Namun, keputusan itu disadari oleh kedua pihak hanya bentuk pelampiasan dari emosi sesaat. Sari dan Doni akan saling mencari dan menghubungi satu dengan yang lain ketika ada rasa rindu yang mengingatkan keduanya akan kenangan mereka. Ketika mereka memutuskan untuk kembali, tindak kekerasan akan terulang lagi. Seperti lingkaran kekerasan yang digambarkan oleh Walker 1979, lingkaran kekerasan pun terus mengikat kedua Sari dan Doni sebagai berikut: Gambar 4.1 Lingkaran Kekerasan Relasi Sari-Doni Pada kasus relasi Sari dan Doni, kekerasan terus berlanjut menjadi sebuah siklus yang tak terputus karena relasi yang terjalin diantara keduanya cenderung bersifat tertutup, dalam artian tidak ada orang lain yang dilibatkan dalam relasi tersebut. Rutinitas yang dilalui Sari dan Doni setiap kali mereka bertemu lebih banyak dihabiskan di kos Sari yang terbilang sangat sepi. Kos tempat Sari berdomisili di Salatiga hanya terdiri dari 4 kamar, satu kamar ialah milik empunya kos, 3 kamar lain disewakan ke penghuni kos, salah satunya Sari. Situasi kos Sari dari pagi hingga malam hari sangat sepi karena pemilik kos POWER CONTROL DENIAL

1. TENSION BUILDING- DONI 2. BATTERING - DONI

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa T2 832013002 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga: kajian psikoanalisa

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby) T2 832013016 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby) T2 832013016 BAB II

0 3 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby) T2 832013016 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby)

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Paradoks Cinta: antara pengorbanan dan perpisahan (kebertahanan perempuan korban kekerasan dalam perspektif kelekatan bowlby)

0 0 84