Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena kekerasan dalam keluarga selama ini dianggap sebagai masalah intern yang kurang perlu diketahui oleh publik. Namun pemberitaan kasus kekerasan yang akhir-akhir ini semakin ramai dibicarakan menunjukkan bahwa kasus kekerasan mulai dibuka dan disorot oleh berbagai media massa bahkan dianggap perlu diketahui oleh khalayak umum. Ada banyak sekali kasus kekerasan di Negara Indonesia yang mulai mencuat ke permukaan. Dari seluruh kasus kekerasan tersebut, kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga adalah yang dominan dari seluruh kasus yang ada yakni 302 kasus Kompas, 9 Januari 2002. Dalam berbagai penulisan, termasuk survei yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia WHO di berbagai Negara termasuk Indonesia, kekerasan dalam keluarga bisa menimpa siapa saja, perempuan atau laki-laki; mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga orang berusia lanjut Kompas, 26 Mei 2003. Data-data dalam kompas, 20 Desember 2004 menunjukkan bahwa dari tahun 1992 - 2002 terdapat 2.184 kasus kekerasan terhadap anak dan kasus kekerasan ini terus bertambah setiap tahun Kompas, 22 Juli 2006. Dari peningkatan tersebut, peneliti melihat bahwa tindak kekerasan yang dilakukan terhadap anak mengalami peningkatan yang cukup tajam. Seto Mulyadi Ketua umum Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan bahwa dari pemantauan dan percakapan dengan banyak orang tua, ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menduga 50-60 persen orang tua melakukan kekerasan terhadap anak Kompas, 29 Juni 2003. Data ini menguatkan data sebelumnya dari Departemen Sosial pada tahun 2002, dimana tercatat bahwa diperkirakan sebanyak 43.708 anak mengalami kekerasan fisik yang tersebar di 27 propinsi Pedoman Penanganan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, 2004. Sementara itu data lain yang diperoleh menunjukkan bahwa sebanyak 53,5 Ikawati dan Rusmiyati, 2003 tindak kekerasan terhadap anak dilakukan oleh keluarga sendiri, suatu tempat dimana seharusnya anak mampu tumbuh kembang secara normal, aman dan nyaman. Terkait dengan kasus ini, Owen dan Strauss 1975 mendefinisikan kekerasan domestik keluarga sebagai segala tindakan penganiayaan fisik, seksual atau emosional oleh anggota keluarga. Pendapat lain mengemukakan kekerasan dalam keluarga adalah segala bentuk penganiayaan, perlakuan yang menyimpang, atau penolakan yang dialami oleh orang dewasa atau anak-anak dalam suatu hubungan keluarga, dalam suatu hubungan yang intim, atau dalam hubungan yang ditandai adanya ketergantungan Department of Justice of Canada, 2003. Berbagai bentuk kekerasan dalam suatu keluarga merupakan suatu tindakan yang melanggar Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dapat dilihat pada penjelasan pasal 13 huruf d yang menjelaskan tentang perlakuan kejam seperti tindakan atau perbuatan secara zalim, keji, benci atau tidak menaruh belas kasihan kepada anak dan pelaku kekerasan dalam dijerat oleh UU PKDRT Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 44. Hukuman yang diberikan berupa hukuman pidana atau hukuman denda sesuai dengan tingkat kekerasan fisik yang dilakukan. Suharto dalam Huraerah, 1998, mengelompokkan kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan secara fisik physical abuse, kekerasan secara psikologis psychological abuse, kekerasan secara seksual sexual abuse, dan kekerasan secara sosial social abuse. Menurut Suharto dalam Huraerah, 1998 pula, kekerasan anak secara fisik adalah penyiksaan terhadap anak dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Sedangkan kekerasan psikispsikologis merupakan hardikan atau penyampaian kata-kata kasar terhadap anak. Tidak banyak yang mengetahui bahwa kekerasan terhadap anak dapat menimbulkan dampak-dampak tertentu pada perkembangan anak, baik secara fisik maupun secara psikologis. Secara fisik, kekerasan dapat menimbulkan luka- luka seperti memar-memar bruiser, goresan-goresan scrapes, dan luka bakar burns hingga kerusakan otak brain damage, cacat permanent permanent disabilities, dan kematian death Gelles dalam Huraerah, 2006. Menurut Gelles pula , dampak secara psikologis dapat seumur hidup seperti rasa harga diri rendah a lowered sense of selfworth, ketidakmampuan berhubungan dengan teman sebaya an inability to relate to peers, masa perhatian tereduksi reduced attention span, dan gangguan belajar learning disorder. Kasus kekerasan yang dialami pada masa tahap perkembangan anak dapat menjadi bahaya yang potensial karena peristiwa yang dialami oleh anak merupakan sebuah pengalaman pribadi Hurlock, 1996, dimana pengalaman pribadi menurut Hurlock pula PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan dalam perkembangannya. Kasus-kasus kekerasan di atas telah banyak terjadi dan berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah yang salah satunya dengan mendirikan rumah perlindungan dan pusat trauma untuk anak, namun demikian hanya sedikit yang mampu tersentuh oleh lembaga-lembaga tersebut. Kasus-kasus ini seperti tenggelam dan dianggap sebagai masalah keluarga yang tidak layak dikonsumsi oleh publik terlebih apabila dibawa ke meja hukum. Akibatnya kasus kekerasan bagaikan fenomena gunung es, dimana hanya beberapa saja yang tampak di permukaan. Tanpa disadari kasus kekerasan terhadap anak telah merambah ke hampir seluruh lapisan masyarakat. Contoh secara nyata seperti yang dialami oleh Nn. Nn adalah seorang anak laki-laki berumur 6 tahun dan merupakan anak pertama dari 2 dua bersaudara. Nn dan adiknya lahir tanpa diketahui siapa ayah Nn dan tinggal di daerah kumuh dengan kondisi ekonomi di bawah rata-rata. Ibu Nn bekerja sebagai pengamen sekaligus wanita tuna susila sehingga seringkali tidak dapat bertemu dengan Nn maupun adik Nn. Nn dititipkan dan dirawat oleh kakeknya. Dari kakek ini Nn sering mendapat perlakuan kekerasan secara fisik dan psikis tanpa alasan yang jelas. Bahkan tindak kekerasan sering dialami oleh Nn meskipun Nn tidak melakukan suatu kesalahan. Kekerasan yang dialami oleh Nn antara lain dibentak, dimaki sambil dipukul dengan atau tanpa menggunakan kayu, ditendang, dibentur-benturkan ke dinding sampai diinjak-injak. Tindak kekerasan tersebut terus diulangi setiap hari pada waktu tertentu oleh kakek Nn, seakan seperti sudah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dijadwalkan. Perlakuan kekerasan tersebut dilakukan pula kepada adik Nn bahkan ibu Nn pun seringkali melakukan kekerasan fisik terhadap Nn dan adiknya. Perlakuan kekerasan yang dialami oleh Nn dan adiknya dilakukan agar mendapatkan uang serta simpati dari orang lain. Cara yang dilakukan adalah membawa Nn ke jalanan dalam kondisi penuh luka untuk meminta-minta atau mencari sumbangan dengan alasan memerlukan uang untuk membawa Nn berobat. Kakek maupun ibu Nn tidak memperdulikan kondisi fisik maupun psikologis yang dialami oleh Nn. Semakin Nn luka parah maka semakin banyak pula uang yang didapatkan sehingga ketika luka fisik Nn mulai mengering, perlakuan kekerasan kembali dialami oleh Nn. Beberapa waktu lalu adik Nn akhirnya meninggal karena menderita tulang punggung patah dan Nn ditemukan oleh pihak berwenang untuk kemudian diserahkan pada panti asuhan bagian trauma center. Sampai saat ini pihak panti masih belum memberi ijin pada ibu Nn untuk bertemu dengan Nn. Hal ini dilakukan untuk melindungi Nn dari perlakuan kekerasan yang mungkin dapat terulang setelah sebelumnya dibujuk pulang oleh ibunya. Dari berbagai fakta yang telah disebutkan, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan mendeskripsikan lebih dalam mengenai dampak psikologis Nn. Melalui penelitian ini diharapkan permasalahan Nn menjadi mudah untuk dipahami sehingga dalam perkembangan Nn selanjutnya dampak psikologis akibat dari kekerasan yang dialami oleh Nn dapat diminimalisir. Berdasarkan kasus yang dialami oleh Nn, maka peneliti secara khusus meneliti tentang dampak psikologis anak akibat dari kekerasan terutama kekerasan secara fisik dan psikispsikologis.

B. Rumusan Masalah Penelitian