Subjek Penelitian Metode Analisis Data

sangat luas dan berbeda satu dengan yang lain sehingga memungkinkan munculnya gejala-gejala lain selain dalam PTSD Post-Traumatic Stress Disorder. Untuk mengetahui memperoleh data yang menunjukkan bahwa subjek mengalami PTSD Post-Traumatic Stress Disorder, maka peneliti menggunakan wawancara serta tes psikologi yaitu tes inteligensi CPM dan tes proyektif Grafis; CAT.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 1 satu anak laki-laki yang menjadi korban kekerasan dalam keluarga berumur 6 tahun. Pemilihan subjek didasarkan pada data kasus kekerasan dalam keluarga dan telah dinyatakan sebagai kasus kekerasan terhadap anak yang murni secara hukum. Saat ini subjek telah berumur 7 tahun, namun peristiwa kekerasan yang terjadi adalah ketika subjek berumur 6 tahun. Penelitian ini dilakukan ketika subjek juga masih berumur 6 tahun, sehingga data yang digunakan merupakan data pada masa awal kanak-kanak dengan rentang usia 6 tahun ke bawah.

D. Metode Pengumpulan Data

Marshall dan Rossman dalam Poerwandari, 2001 menyampaikan bahwa data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya hasil penelitian. Data dari sumber berbeda, dengan teknik pengumpulan yang berbeda akan menguatkan derajat manfaat studi pada setting yang berbeda. Sumber data penelitian ini terdiri dari 2 sumber yaitu data primer PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kepada subjek, pramusosial dan pembina panti sekaligus psikolog. Data sekunder diperoleh dari tes psikologi yaitu tes inteligensi dan tes proyektif. Adapun jenis tes inteligensi yang digunakan adalah CPM Colour Progressive Matrices, sedangkan jenis tes proyektif adalah tes Grafis dan CAT Children’s Apperception Test.

1. Wawancara

Wawancara interview adalah situasi peran antar pribadi face to face, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancara, atau responden Kerlinger, 2000. Menurut Banister, dkk Poerwandari, 1998, wawancara kualitatif dilakukan dengan maksud memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut. Wawancara dilakukan secara langsung kepada subjek untuk memperoleh keakuratan data sekaligus menjaga kerahasiaan data subjek. Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur lebih fleksibel karena selain menggunakan pedomanpanduan wawancara, peneliti juga bebas untuk mengajukan pertanyaan di luar panduan sehingga data dan informasi yang diperoleh lebih mendalam. Wawancara semi terstruktur merupakan kombinasi dari wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur Nietzel, 1994. Wawancara semi terstruktur dapat juga disebut sebagai wawancara tak standar yang bersifat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI luwes dan terbuka. Walaupun pertanyaan yang diajukan ditentukan oleh maksud dan tujuan penelitian, namun muatan, runtutan, dan rumusan kata- kata terserah pada pewancara Kerlinger, 2000. Ada beberapa langkah dalam wawancara sebagai tuntunan Nietzel, 1994, yaitu : 1 Wawancara Awal Hal penting yang perlu dilakukan pada wawancara awal adalah melakukan rapport. Rapport ini dilakukan untuk menjalin hubungan yang baik, nyaman, dan harmonis dengan subjek. Rapport ini juga mendorong subjek untuk berbicara secara bebas dan bersahabat tentang masalah yang dihadapi. Kemampuan interviewer untuk membangun rapport pada wawancara awal ini dapat membentuk proses wawancara selanjutnya sehingga akan diperoleh data dan informasi yang jelas mengenai diri dan masalah subjek. 2 Wawancara Pertengahan Ada tiga teknik dalam tahap wawancara pertengahan ini, yaitu : a Teknik tidak langsung Pada pertengahan wawancara ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pendekatan pertama adalah dengan pendekatan secara open-ended. Dengan pendekatan open-ended ini klien diberikan kekebasan untuk memulai sesuai keinginannya dan memudahkan klien untuk masuk pada pokok masalah yang dihadapinya. Pendekatan yang kedua adalah dengan mendengarkan secara aktif untuk mendorong klien mengekspresikan diri secara penuh. Pendekatan yang ketiga adalah dengan mempharafrasekan perkataan klien. Hal ini dilakukan untuk membantu mengklarifikasikan pernyataan dari klien serta feedback dari interviewer sendiri. Pendekatan yang terakhir adalah dengan melakukan refleksi yang penekananya bukan saja pada mengulang isi dari perkataan subjek tetapi juga menyoroti perasaan subjek. b Teknik langsung Teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan informasi khusus dan memberikan kebebasan pada klien untuk merespon perrtanyaan interviewer. Pada teknik ini seorang interviewer perlu berhari-hati dalam mengajukan pertanyaan secara langsung untuk mengeksplorasi masalah subjek karena dapat menimbulkan kesalahpahaman. c Kombinasi teknik langsung dan tidak langsung Wawancara pertengahan yang dilakukan dengan menggunakan kedua teknik tersebut karena sifat wawancara yang fleksibel. Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan teknik kombinasi pada wawancara pertengahan karena memudahkan peneliti untuk dapat menggali lebih dalam mengenai informasi penting dari subjek. 3 Wawancara Penutup Pada wawancara penutup yang perlu dilakukan adalah membuat kesimpulan dari apa yang telah dilakukan selama proses wawancara. Hal terpenting adalah mengklarifikasi terjadinya kesalahpahaman pada saat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI proses wawancara dilakukan dan melakukan evaluasi yang telah dilakukan untuk membantu proses selanjnutnya. Wawancara dilakukan dengan mengunakan suatu panduan atau daftar pertanyaan yang akan diajukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Namun peneliti dapat lebih fleksibel karena peneliti bebas mengajukan pertanyaan di luar panduan apabila dimungkinkan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Informasi yang akan digali terhadap subjek dilakukan dengan menggunakan panduan sebagai berikut : a Wawancara mengenai latar belakang subjek Bagaimana keadaan atau latar belakang keluarga subjek, perlakuan ibu, adik, serta kakek subjek. Dalam wawancara ini pula akan digali secara mendalam mengenai bentuk kekerasan apa saja yang telah dialami oleh subjek. b Wawancara mengenai keadaan subjek saat ini Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui akibat secara psikologis dari perlakuan kekerasan terhadap subjek di masa lalu. Akibat tersebut yaitu mengalami PTSD atau stress yang terjadi akibat dari kekerasan yang dialami. Kondisi ini meliputi ingatan akan peristiwa traumatik, sikap menghindari dari peristiwa traumatik, serta respon-respon yang muncul akibat kekerasan yang dialami trauma. Wawancara juga dilakukan terhadap orang-orang yang dekat dengan subjek significant others. Dalam hal ini adalah pembina sekaligus psikolog PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI subjek di panti serta pramusosial yang merawat dan selalu bersama-sama dalam keseharian subjek karena saat ini subjek tidak bersama keluarganya melainkan di panti. Wawancara terhadap significant others ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang akurat mengenai dampak psikologis serta perkembangan pada diri subjek. Selain itu hal tersebut juga dilakukan untuk mengetahui perilaku subjek secara verbal dan non verbal.

2. Tes Psikologi

Tes psikologi digunakan oleh peneliti untuk menambah data dan informasi mengenai subjek penelitian. Dalam Cichetti dan Coheni 1995, dikatakan bahwa anak-anak umumnya menunjukkan ekspresi posttraumatic dengan bermainmenghidupkan kembali traumanya dalam bentuk gambar atau kata- kata, fantasi dan melakukan tindakan yang menggambarkan tentang ketidakberdayaan dalam menghadapi peristiwa traumatik. Maka berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti menggunakan tes proyektif Tes Grafis dan CAT- A sebagai penguat penggambaran dampak psikologis subjek, serta tes inteligensi CPM untuk mengetahui taraf kecerdasan subjek sehingga dapat diketahui apakah subjek mampu melakukan komunikasi dengan peneliti.

a. Tes Inteligensi

CPM digunakan sebagai salah satu alat tes psikologi dalam penelitian ini untuk melengkapi tes Grafis dan CAT. Tujuan dilakukannya tes CPM adalah untuk mengetahui sejauh mana subjek mampu melakukan komunikasi secara wajar dengan peneliti sehingga peneliti dapat melakukan wawancara berkaitan dengan peristiwa traumatis yang dialami oleh subjek. Sternberg dalam Azwar 1999 mengungkapkan bahwa tes ini juga dapat digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan, dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Beberapa fungsi tersebut dikaitkan dengan dampak psikologis subjek yang muncul melalui ingatan yang berulang, konsentrasi serta pikiran-pikiran yang muncul. Hal ini berpengaruh dengan tingkat kecerdasan subjek dimana semakin tinggi tingkat kecerdasan maka semakin baik pula kemampuan subjek dalam mengembangkan apa yang muncul dalam pikirannya. Tes CPM berbentuk buku yang dicetak berwarna untuk menarik perhatian anak kecil. Bentuk lain dari tes ini adalah berbentuk papan dengan gambar-gambar berwarna yang tidak berbeda dengan buku cetak. Tes ini pertama kali dirancang oleh J.C Raven dan merupakan tes nonverbal. Artinya materi soal yang diberikan dalam bentuk gambar- gambar berjumlah 36 soal. Item ini dikelompokkan dalam 3 kelompok atau 3 set yaitu aet A, set Ab, dan set B. Item disusun bertingkat dari item yang mudah ke item yang sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar yang berlubang dan dibawahnya terdapat 6 gambar penutup lubang. Tugas subjek adalah memilih salah satu duantara 6 gambar di bawah yang tepat untuk mengisi kekosongan pada gambar besar Informasi Tes, 1984. Pada dasarnya kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil yang sama. Hasil dari tes CPM tidak menunjukkan angka kecerdasan atau IQ melainkan berupa tingkat-tingkat atau taraf-taraf kecerdasan.

b. Tes Proyektif

Tes proyektif ini digunakan dengan maksud untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas tentang struktur kepribadian subjek penelitian. Tes proyektif yang digunakan peneliti adalah tes Grafis dan Children’s Apperception Tes CAT. 1 Tes Grafis Tes grafis yang akan diberikan mencakup tiga materi yaitu : DAP Draw A Person,BAUM dan HTP House Tree Person. Dasar dari tes DAP Draw A Person atau menggambar orang dibuat oleh Goodenough 1921 dan banyak dikembangkan oleh ; Bender, Buch, Hummer, Jolles dan Mac Hower. Oleh Goodenough, tes ini digunakan untuk meneliti taraf perkembangan intelektual pada anak karena melalui gambar orang pada anak akan tercermin perkembangan intelektual anak tersebut. Tes BAUM menggambar pohon semula dianggap oleh Herman Hiltbrunner Baume yang menyatakan bahwa ada hubungan antara bentuk pohon dan manusia yaitu menanam kehidupan dalam pohon seperti dalam suatu patung yang berdiri, mencapai kemiripan paling tinggi dengan kemanusiaan Humanity dan bahkan pertemuan dengan pohon adalah pertemuan dengan diri sendiri Kampus Sumber Sari, 1992. Tes HTP House Tree Person merupakan salah satu grafis yang berguna untuk melengkapi tes grafis yang lain HTP digunakan oleh para ahli jiwa untuk mendapatkan data yang cukup signifikan yang mempunyai sifat diagnose atau prognosa mengenai keseluruhan pribadi dengan lingkungan yang baik yang umum atau spesifik. Faktor-faktor yang diungkapkan dalam tes Grafis meliputi sistematika kerja, kemasakan emosi, kemasakan sosial performansi sehari-hari, kretivitas, inisiatif, kepemimpinan, kerja sama, motivasi, relasi dengan orang lain, pengambilan keputusan dan daya tahan terhadap stress. Alasan penggunaan tes Grafis sebagai salah satu alat tes psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karena tes grafis memiliki nilai penting dalam mengungkap kepribadian serta kondisi mental seseorang beserta bentuk-bentuk gangguannya. Kelebihan tes ini adalah bahwa subjek tidak akan membayangkan bahwa tes ini merupakan tes psikologi karena aktifitas tes berupa kegiatan menggambar. Kegiatan menggambar merupakan suatu kegiatan yang disenangi oleh anak-anak. Sebab anak mudah mengekspresikan dirinya melalui gambar-gambar yang dibuatnya. Demikian juga halnya dengan subjek pada penelitian ini. Subjek adalah seorang anak yang menyukai kegiatan menggambar sehingga subjek tidak akan merasa sedang menjalani suatu tes. 2 CAT Children’s Apperception Test Children’s Apperception Test CAT merupakan suatu tes proyektif turunan dari TAT Thematic Apperception Test yang pada awalnya dikembangkan oleh Henry A. Murray dan Christian Morgan. TAT digunakan untuk penyelidikan kepribadian bagi orang dewasa sehingga tidak sesuai bila digunakan untuk anak-anak. Hal ini karena TAT kurang dapat mengungkap kebutuhan-kebutuhan anak secara menyeluruh, maka dibuatlah turunannya yaitu Children’s Apperception Test CAT untuk menyelidiki kepribadian anak Bellak, 1996. Pembuatan CAT adalah hasil diskusi antara Ernest Kris dengan Bellak, dimana Kris berpendapat bahwa anak-anak akan lebih mudah mengidentifikasi diri mereka pada figur binatang dibandingkan figur manusia. Namun ternyata, selain lebih mudah mengidentifikasi bentuk binatang, adapula yang lebih mengenali bentuk manusia. Maka dibuatlah CAT versi manusia oleh ilustrator Violet Lamont dalam bentuk binatang dan antropomorfik yang dikaitkan dengan berbagai situasi yang telah dibuat oleh Bellak. CAT yang menggunakan stimulus manusia ini kemudian disebut dengan CAT-H Children’s Apperception Test-Human untuk anak umur 10-12 tahun, sedangkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI CAT untuk anak umur 3-10 tahun Bellak, 1996. Penelitian ini akan menggunakan CAT dengan figur binatang yang telah disesuaikan dengan situasi di Indonesia. Digunakannya figur binatang dimaksudkan karena anak-anak lebih mudah mengidentifikasi diri mereka pada figur binatang Bellak, 1996. Sedangkan penggunaan CAT yang telah disesuaikan dengan situasi di Indonesia karena diharapkan subjek akan lebih mudah memahami gambar yang sesuai dengan kultur dalam negeri. Pada tes CAT ini, subjek diberikan 10 buah kartu CAT- Animal. Kesepuluh kartu tersebut adalah jenis kartu yang digunakan untuk anak umur 3 – 10 tahun. Tujuan interpretasi adalah menemukan pola-pola umum dari cerita-cerita yang diperoleh melalui kartu-kartu tersebut Bellak, 1993. Pola umum diperoleh melalui pengulangan- pengulangan dalam kebutuhan, tekanan, mekanisme pertahanan diri, konflik, kecemasan, dan hal-hal lain yang muncul pada beberapa cerita. Kesepuluh variabel-variabel tersebut langsung dibuat tema diagnostik untuk membuat kesimpulan dan diagnosis akhir. CAT digunakan dalam penelitian ini untuk melengkapi tes sebelumnya yaitu Tes Grafis. Tes ini diharapkan dapat mengungkap mengenai diri subjek yang meliputi kebutuhan, keinginan, ketakutan serta pertahanan diri yang digunakan oleh subjek. Trauma yang dialami subjek memunculkan beberapa respon yang bertujuan untuk mempertahankan diri dengan melakukan penghindaran atau penolakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang juga seringkali muncul dalam bentuk ketakutan atau kegelisahan. Beberapa hal tersebut dikaitkan dengan kebutuhan atau keinginan subjek yang tidak terpenuhi akibat kekerasan yang dialaminya. Kelebihan dari tes ini terletak dalam kemampuannya untuk mengungkap keinginan, kebutuhan-kebutuhan, ketakutan-ketakutan, serta pengalaman-pengalaman lampau lewat isi cerita subjek.

E. Metode Analisis Data

a. Wawancara

1 Organisasi Data Data-data diperoleh dari penelitian diorganisasikan secara rapi, lengkap dan sistematis. Organisasi data yang sistematis memungkinkan penelitian untuk : memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data dan analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian Highlen dan Finley dalam Peorwandari, 1998. Data-data yang akan diorganisasikan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data-data mentah kaset atau hasil wawancara dan hasil catatan lapangan 2. Data yang sudah diproses transkrip wawancara dan catatan refleksi penulisan 3. Data yang sudah ditandaidibubuhi kode-kode spesifik 4. Penjabaran kode-kode dan kategori-kategori secara luas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 Koding Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasikan data secara lengkap dan mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari Poerwandari, 1998. Teknik koding pada penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi kondisi psikologis yang dialami subjek. Langkah-langkah koding yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : a Menyusun transkrip wawancara dan catatan lapangan dengan memberikan kolom kosong yang cukup besar di sebelah kanan dan kiri transkrip. Kolom ini digunakan untuk membubuhkan kode dan catatan- catatan tertentu di atas transkrip tersebut. b Memberikan penomoran secara urut dan kontinyu pada baris-baris wawancara dan catatan lapangan tersebut. c Memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu yang mudah diingat dan dapat mewakili berkas tersebut. Dalam penelitian ini digunakan kode untuk transkrip wawancara yaitu : Wawancara pembinapsikolog.ke-.nomor Wpem.8.18 Wawancara pramusosial.ke-.nomor Wpra.18.8 Wawancara subjek urutan.ke-.nomor Wsubj3.6.2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Tes Psikologi

1 Tes Inteligensi Interpretasi tes CPM dengan menggunakan norma yang telah distandarkan. Penilaian yang dilakukan adalah benar mendapat skor 1, salah tidak mendapat skor. Skor total adalah banyaknya soal yang dijawab benar oleh subjek dengan skor tertinggi yang dicapai adalah 36. Langkah selanjutnya adalah mengkonversikan skor kasar tersebut ke dalam tabel norma kemudian memasukkannya dalam level intelektualitas yang dikategorikan dalam 5 level, yaitu : Grade I : Superior, jika skor yang didapat menunjukkan persentil 95 atau lebih. Grade II : Di atas rata-rata, jika skor yang didapat menunjukkan persentil 75 atau lebih. II+ apabila hasil persentil mencapai 90 atau lebih. Grade III : Rata-rata, jika skor yang didapatkan menunjukkan persentil antara 25 sampai 75. III+ bila memperoleh persentil rata-rata atau 50, serta III- bila mendapatkan persentil dibawah rata-rata. Grade IV : Dibawah rata-rata, jika mendapatkan skor yang menunjukkan persentil 25 atau kurang. Grade V : Terhambat, jika mendapat skor dengan nilai persentil di bawah 5. 2 Tes Proyektif Salah satu tes proyektif yang digunakan adalah Tes Grafis untuk mengungkap struktur kepribadian subjek. Bagian-bagian yang akan diinterpretasi dibuat secara runtut dan rinci kemudian dicari indikasi kepribadian yang muncul dari dalam gambar subjek. Setelah mendapatkan hasilnya, langkah berikutnya adalah merangkum ketiga tes BAUM, DAP, HTP dengan mengkategorikan ke dalam 3 aspek yaitu aspek kognitif, aspek emosi dan relasi sosial. Kemudian rangkuman interpretasi diolah kembali menjadi suatu kesimpulan yang merupakan keterkaitan dari ketiga aspek sehingga dapat menggambarkan struktur kepribadian subjek. Langkah terakhir adalah dengan mengkaitkan pada kriteria DSM IV sehingga dapat menggambarkan kondisi psikologis subjek akibat kekerasan yang dikuatkan dengan struktur kepribadian pada subjek. Interpretasi data dari hasil tes Grafis dilakukan oleh peneliti dan seorang psikolog sekaligus interater yang berkompeten di bidang tes grafis sehingga diharapkan kredibilitas hasil tes dapat terjaga. Dalam penelitian ini, peneliti menginterpretasi hasil tes kemudian hasil tes diperiksa oleh interater untuk mengecek keakuratannya. Tes proyektif kedua yang digunakan adalah CAT. Analisis data pada CAT dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan menganalisis isi dari cerita-cerita yang dibuat oleh subjek. Koentjaraningrat 1977 mengungkapkan bahwa CAT meneliti dinamika kepribadian yang mengungkapkan keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan subjek, sehingga Bellak 1959 telah membuat suatu sistem skoring yang mementingkan aspek-aspek tersebut. Dalam analisis data CAT, peneliti tidak memasukkan ke dalam kartu Bellak dikarenakan subjek masih belum mampu bercerita secara utuh. Untuk mempermudah analisis, peneliti membuat kolom kemudian dicari indikasi konflik, mekanisme pertahanan diri, kebutuhan-kebutuhan, persepsi dan sikap subjek, ketakutan, fantasi agresi, hubungan subjek dengan orang tua, gangguan makan, serta melihat hal-hal yang berkaitan dengan perilaku subjek di sekolah, di kelompok, dan di panti. Hasil yang telah didapatkan dikaitkan pula dengan kriteria DSM IV yang mampu menguatkan penggambaran kondisi psikologis subjek beserta kebutuhan, ketakutan serta pertahanan diri yang digunakan oleh subjek. Seperti halnya dengan tes Grafis, analisis data dari CAT dilakukan oleh peneliti dan seorang interater yaitu seorang psikolog yang berkompeten di bidangnya. Dalam hal ini, peneliti membuat interpretasi hasil tes dan secara terpisah interater melakukan hal yang sama kemudian hasilnya dicocokkan. Cara ini dilakukan untuk tetap menjaga keakuratan data.

F. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data