stresnya dikatakan coping. Individu mungkin memiliki ketidaksengajaan atas emosi, perilaku, fisiologis, kognitif dalam merespon stres, yang tidak
berfungsi untuk mengatur atau memodifikasi stres. Ketidaksengajaan respon tersebut dialami jauh di luar kendali individu. Saedangkan coping mengacu
pada usaha-usaha pengaturan secara sadar dan sengaja diperankan dalam merespon stres Connor-Smith et al., 2000.
3. Dimensi Coping
Banyak dimensi yang digunakan untuk mengkategorikan coping Compas et al., 2001; Connor-Smith dan Flachsbart, 2007. Dimensi coping
tersebut adalah problem versus emotion focused coping, primary versus secondary control coping, dan engagement versus disengagement coping.
Zeidner dan Endler dalam Miller Kaiser, 2001 mengatakan bahwa konsensus mengenai dimensi coping untuk menggambarkan respon stres
belum tercapai. Respon coping yang dianggap mewakili satu dimensi sering mengalami tumpang tindih dengan dimensi lain. Meninjau keragaman respon
coping yang ada, Compas dan rekan-rekannya mengusulkan dimensi coping dan respon yang mengatur sebagian besar dimensi tersebut menjadi model
yang koheren Connor-Smith et al., 2000; Miller Kaiser, 2001. Dimensi coping yang diusulkan Compas 2001 adalah engagement coping dan
disengagement coping. Penelitian ini menggunakan teori coping yang dikembangkan oleh
Compas 2001 karena model coping ini banyak digunakan dalam penelitian
coping remaja. Selain itu, teori coping tersebut mendeskripsikan respon- respon stres yang lebih baik daripada model- model coping yang lain. Model
coping lain tersebut misalnya model coping populer yang dikemukakan oleh Lazarus 1984 yaitu problem-focused coping PFC versus emotion focused
coping EFC Miller Kaiser, 2001. Model coping PFC dan EFC dianggap tidak cukup untuk menggambarkan struktur coping untuk young people Ayers,
1996; Walken, 1997 dalam Compas et al., 2001. Model coping tersebut juga dipandang terlalu luas. Dimensi emotional focused coping mencakup strategi
relaksasi, emotional suppresion dan mencari dukungan emosi dari orang lain. Dikatakan bahwa salah satu strategi tersebut mungkin dapat berhadapan
langsung dengan dimensi problem focused coping dan emotional focused coping. Misalnya saja, individu pergi mencari teman untuk menghindari
masalahnya. Mungkin saja, individu tersebut pergi untuk menenangkan diri dengan temannya emotional focused coping atau bisa juga individu tersebut
pergi untuk membicarakan masalah dengan temannya problem focused coping. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, peneliti memilih
menggunakan model coping yang dikemukakan oleh Compas 2001. Perbedaan dimensi engagement dan disengagement coping yang
dikemukakan Compas 2001 terletak pada orientasi kedua dimensi yang menuju atau menjauhi sumber stres. Engagement coping meliputi usaha-
usaha aktif untuk mengatur situasi atau emosi yang terkait dengan stres. Sedangkan disengagement coping meliputi jarak seseorang dari sumber stres.
Penjelasan kedua bentuk coping tersebut adalah sebagai berikut:
a. Engagement coping
Engagement coping adalah coping yang bertujuan untuk menghadapi sumber stres yang menghasilkan distress. Connor-Smith dan
Compas 2004 mengatakan bahwa engagement coping diprediksi memiliki penyesuaian yang lebih baik dalam menghadapi stres.
Berdasarkan tujuannya, engagement coping terdiri dari dua faktor yaitu: 1 Primary control engagement coping.
Compas et al., 2012 mengemukakan primary control coping adalah usaha untuk mengubah secara langsung situasi stressful atau
sumber stres. Primary control coping ditujukan langsung untuk mengubah kondisi objektif seperti mengatur situasi atau respon emosional yang
terkait dengan sumber stres. Strategi-strategi dalam primary control coping meliputi pemecahan
masalah, pengaturan emosi berupa pengekspresian emosi secara tepat. 2
Secondary control engagement coping Secondary control engagement coping adalah usaha untuk
menyesuaikan diri pada situasi stressfull Compas dalam Compas et al., 2012; Miller Kaiser, 2001. Secondary control engagement coping
meliputi strategi-strategi yang menekankan pada adaptasi terhadap stres. Strategi tersebut adalah penerimaan, restrukturisasi kognitif, berpikir
positif dan distraction atau selingan yang menyenangkan.
b. Disengagement coping
Disengagement coping adalah usaha yang berorientasi untuk menghindar dari sumber stres atau reaksi yang menghasilkan distress
Compas et al., 2012. Disengagement coping meliputi penghindaran, wishful thinking, dan penyangkalan. Wishful thinking dan berfantasi akan
menjauhkan individu dari sumber stres. Sedangkan denial atau penyangkalan akan menciptakan batas diantara realitas dan pengalaman
individu. Sebagai contoh, jika sesorang mengalami ancaman nyata dalam hidupnya, kemudian orang tersebut menanggapi dengan pergi ke bioskop
untuk menyangkal situasi yang sedang dialami. Disengagement coping umumnya tidak efektif dalam mengurangi
tekanan dalam jangka panjang. Tipe ini dapat meningkatkan gangguan pikiran tentang sumber stres dan peningkatan suasana hati negatif serta
kecemasan. Disengagement coping menciptakan masalah bagi individu sendiri. Sebagai contoh, individu yang mengkonsumsi alkohol dan obat-
obatan sebagai bentuk pelarian akan berdampak pada masalah kesehatan dan sosial. Perilaku tersebut termasuk dalam perilaku avoidance yang
merupakan strategi disengagement coping. Carver Connor-Smith, 2010.
4. Kategori Spesifik Coping