Autocorrelation Function ACF Partial Autocorrelation Function PACF

1. Pola Horisontal Pola horisontal terjadi apabila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Deret seperti ini adalah deret yang stasioner terhadap rata-rata. 2. Pola Musiman Pola musiman terjadi apabila suatu deret dipengaruhi oleh faktor mu- siman. Misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, harian, atau gerakan periodik yang berulang. 3. Pola Siklis Pola siklis terjadi apabila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. 4. Pola Trend Pola trend terjadi apabila terdapat kenaikan atau penurunan jangka panjang dalam data runtun waktu. Data sebuah runtun waktu mempunyai suatu pola tertentu, oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui pola apa yang ada pada runtun waktu tersebut. Metode yang paling sederhana untuk mengidentifikasinya adalah dengan melihat pola yang ada pada plot time series.

C. Autocorrelation Function ACF

Statistik kunci di dalam analisis runtun waktu adalah koefisien otokorelasi. Otokorelasi adalah korelasi atau hubungan runtun waktu dengan runtun waktu itu sendiri dengan selisih waktu lag 0, 1, 2 periode atau lebih. Definisi 2.1 Otokovarian Untuk suatu proses stasioner { � }, dengan � = dan Var � = � − 2 = � 2 , fungsi otokovarian antara pengamatan � dan �+ didefinisikan sebagai berikut: = Cov � , �+ = � − �+ − 2-1 Definisi 2.2 Korelasi Korelasi antara � dan �+ adalah sebagai berikut: � = Cov � , �+ Var � Var �+ = 2-2 di mana Var � = Var �+ = , adalah fungsi otokovarian dan � adalah fungsi otokorelasi. Penduga koefisien korelasi sederhana antara � dengan �−1 dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut Makridakis, dkk, 1999: 338: � �−1 = kovarian antara � dan �−1 standar deviasi � × standar deviasi �−1 = � − � �−1 − �−1 �=2 � − � 2 �=1 �−1 − �−1 2 �=2 Data � diasumsikan stasioner, baik dalam rata-rata maupun variansi. Jadi, nilai rata-rata � dan �−1 dapat diasumsikan sama, sehingga diperoleh � = �−1 = . Nilai standar deviasi dapat diukur satu kali saja yaitu de- ngan menggunakan seluruh data � yang diketahui. Dengan menggunakan asumsi-asumsi tersebut, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi: � �−1 = � − �−1 − �=2 � − 2 �=1 2-3 Jadi dari persamaan 2-3, otokorelasi untuk time lag 1, 2, 3, … , dapat di- cari dengan rumus sebagai berikut: = � − �+ − − �=1 � − 2 �=1 2-4 dengan : koefisien otokorelasi sampel � : nilai variabel pada saat � �+ : nilai variabel pada saat � + : nilai rata-rata variabel

D. Partial Autocorrelation Function PACF

Koefisien otokorelasi parsial adalah koefisien yang digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara variabel � dan �+ setelah hubungan linear dengan variabel �+1 , �+2 , … , �+ dianggap konstan. Fungsi otokorelasi parsial dapat dinyatakan sebagai berikut Wei, 1990: 12: Definisi 2.3 Otokorelasi Parsial � = Corr � , �+ | �+1 , … , �+ −1 2-5 Otokorelasi parsial dapat diperoleh melalui model regresi, misalkan � adalah suatu proses stasioner dengan rata-rata nol, maka �+ dapat ditulis menjadi: �+ = � 1 �+ −1 + � 2 �+ −2 + + � � + � �+ 2-6 dengan � adalah parameter ke dari persamaan regresi, dan � �+ adalah komponen kesalahan yang tidak berkorelasi dengan �+ − untuk 1. Pada persamaan 2-6 di atas, kedua ruas kalikan dengan �+ − , sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: �+ �+ − = � 1 �+ −1 �+ − + � 2 �+ −2 �+ − + + � � �+ − + � �+ �+ − Persamaan di atas diambil nilai harapannya di kedua ruasnya sehingga di- peroleh: = � 1 −1 + � 2 −2 + + � − 2-7 Persamaan di atas dibagi dengan , sehingga persamaan 2-7 berubah menjadi: � = � 1 � −1 + � 2 � −2 + + � � − 2-8 Untuk = 1,2, … , diperoleh sistem persamaan seperti berikut: � 1 = � 1 � + � 2 � 1 + + � � −1 � 2 = � 1 � 1 + � 2 � + + � � −2 � = � 1 � −1 + � 2 � −2 + + � � Menggunakan aturan Cramer, untuk = 1,2, … diperoleh: � 11 = � 1 � 22 = 1 � 1 � 1 � 2 1 � 1 � 1 1 � 33 = 1 � 1 � 1 � 1 1 � 2 � 2 � 1 � 3 1 � 1 � 2 � 1 1 � 1 � 2 � 1 1 � = 1 � 1 � 1 1 � 2 … � 1 … � −2 � 1 � −3 � 2 � −1 � −2 ⋱ � −3 � 1 � 1 � 1 � 1 1 � 2 … � 1 … � −2 � −1 � −3 � −2 � −1 � −2 ⋱ � −3 … � 1 1 � inilah yang disebut sebagai fungsi otokorelasi parsial.

E. Cross Correlation Function CCF