61
berharap bahwa ruang terbuka, jalan, jalur pedestrian trotoar, pasar, taman bermain, serta fasilitas publik lainnya dapat menjadi suatu ruang dengan
karakternya yang responsif, demokratis dan bermakna. Dengan pemahaman demikian, maka apa yang terjadi pada ruang publik Kota Manokwari menjadi
berbeda – bahkan bertolak belakang – dengan harapan warga masyarakat dan UN-Habitat.
Hal tersebut membangkitkan pertentangan persepsi pada forum publik kehidupan masyarakat di Kota Manokwari, keinginan untuk hidup secara
intens harus berhadapan dengan situasi publik yang sarat dengan kontestasi dan resistensi ideologi, politik, sosial, dan ekonomi dan budaya; menjadikan
semangat hidup dan kemerdekaan sebagian warga masyarakat menjadi pudar dan sulit menemukan kembali identitas diri dengan makna tradisinya. Bagi
warga masyarakat budaya yang tidak memiliki kebiasaan serta tradisi mengkonsumsi pinang dan mempunyai konsep idealism untuk sebuah ruang
publik kota modern, akan semakin menyudutkan dan mempersempit representasi sosial warga masyarakat yang mengkonsumsi pinang pada posisi
yang kontra produktif dalam upaya mewujudkan imajinya tentang kota modern yang tertata rapi, bersih dan elegant.
62
BAB III
KONSTELASI KOMODITAS DAN BUDAYA KONSUMSI PINANG DALAM IDEALISME MODERNITAS RUANG PUBLIK
Dalam bab ketiga ini akan dipaparkan perolehan data dan informasi dari lapangan penelitian; konstelasi budaya konsumsi pinang dengan ruang publik,
imaji tentang konsumsi pinang dalam masyarakat asli dan pendatang di Papua, keberbedaan idealisme dan citra kota modern yang melahirkan kontestasi,
konflik, kebijakan publik, serta dialektika negosiasi pada ruang publik Kota Manokwari.
Informasi dan data lapangan selanjutnya dipertajam dengan pengambilan dokumentasi visual dan wawancara lapangan terhadap berbagai pihak yang
sependapat, berselisih, dan bahkan dengan pihak yang selalu berbeda cara pandang maupun pun orientasi kemanfaatan dari kebiasaan mengkonsumsi buah
pinang. Hal-hal tersebut terjadi dalam keseharian hidup warga masyarakat yang berkonstelasi di antara – dan juga di dalam – ranah operasional komoditas
ekonomi perdagangan pinang serta konsumsi pinang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan penghayatan hidup kultural warga masyarakat Papua.
Kebiasaan mengkonsumsi pinang menjadi sebuah forum dalam keseharian hidup masyarakat di Papua pada umumnya. Forum tersebut menjadi tempat
pengucapan ketiga, ruang publik khusus terbatas sebagai ajang berefleksi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
mengolah pengalaman hidup
1
pribadi dan sosial yang dapat menumbuh- kembangkan potensi-potensi fisik, mental, dan idealisme dalam konstelasinya
dengan tugas dan fungsi apparatus negara state, masyarakat sipil civil
society, kapital modal capitalism dan media publik. Elemen-elemen tersebut merupakan faktor pendorong eskalasi dinamika kultur dan kehidupan sosial
pada lingkup relasional keseharian hidup warga masyarakat publik di Kota Manokwari.
Aktivitas ini dengan mudah ditemukan pada setiap lorong pemukiman, gardupos ronda, teras toko, mau pun pada keramaian ruang publik lainnya.
Bahkan di dalam kendaraan pribadi, kendaraan-kendaraan operasional bahkan pada mobil ambulans, dan angkutan darat pada umum. Akibatnya banyak
limbah pinang berceceran di dinding rumah, perkantoran, bangunan-bangunan publik, trotoar dan jalan raya, pos ronda, pasar, serta sudut-sudut ruang publik
lainnya.
1. Blusukan di Kota Manokwari
“Blusukan” bersama sebuah “Idealisme” Kota Manokwari adalah
mengenang “tempo itu”. Mengamati sekitaran Pelabuhan Laut Jalan Siliwangi, menyusur ke Jalan Merdeka, Jalan Bandung, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Yos
Sudarso, Jalan Pegunungan Salju, Jalan Trikora Wosi, jalan ke arah Bandara
1
Memakai istilah Gunawan Mohamad yang menyebut sebagai “pasar” tempat mengolah pengalaman hidup. Sumber : St. Sunardi. 2003. Opera Tanpa Kata. hlm. 3.
64
Rendani hingga Jalan Esau Sesa yang berdiri megah Hotel Neu Aston Manokwari. Di sekitar perjalanan tersebut dapat ditemukan tempat-tempat
makan yang saat itu cukup bergensi; seperti Warung Makan Solo, Bakso Malang, Hawai Resto, Rumah Makan Sukasari yang kesemuanya banyak
dikunjungi oleh para pejabat, pengusaha boss-boss,
pegawai negeri dan kantoran, serta belasan bar tempat orang duduk-duduk bersantai dan berdendang
diiringi dengan segala macam musik sambil menikmati rokok, soft drink mau pun minuman beralkohol.
Pengamatan dan penelitian dimulai dari perempatan jalan pertemuan antara Jalan Palapa dan Jalan Ekonomi Reremi menuju Jembatan Sahara
Manokwari. Di sekitar jalan tersebut telah bisa ditemukan sosok perempuan penjual pinang dan bensin pada lapak jualannya. Tampah sosok penjual pinang
tersebut menyajikan sesekali menata tumpuk demi tumpuk pinang buah segar, pinang kering gebe, bunga sirih, serta kapur di atas lapak pada pondok
jualannya. Dengan alasan sebagai tonggak sejarah penginjilan evangelisasi di
Papua, yang ditandai dengan gigihnya semangat perjuangan sebagian
masyarakat Nasrani Manokwari untuk memproklamirkan identitas Manokwari sebagai Kota Injil, sekaligus pelarangan beredarnya minuman keras pada era
kepemimpinan Bupati Drs. Dominggus Mandacan
2
, tempat-tempat bersantai di atas harus menurunkan papan namanya satu persatu. Namun hal itu bukan
2
Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari Nomor 5 Tahun 2006, tertanggal 1 Desember 2006.
65
berarti tidak adanya lagi orang beribut karena mabuk di jalanan, pun tidak berarti bersihnya minuman keras beredar, sebab hingga saat ini masih banyak
beredar minuman keras dalam berbagai jenis; seperti Cap Tikus CT
3
, yang bermerek,
4
mau pun Milo
5
hingga kampung pedalaman. Pada hari-hari selanjutnya penulis sebagai pengamat dan peneliti blusukan
tak terarah, dimana saja menemui penjual pinang, penginang, masyarakat Papua, amber pendatang dari luar Papua, serta orang-orang yang penulis anggap
bersangkut paut dalam pragmatisme sekitar dunia pinang.
Gambar 10. Sebuah lapak jualan pinang di Jalan Sujarwo Condronegoro – Manokwari Barat.
6
3
Minuman yang didatangkan dari Sulawesi Utara Manado, terbuat melalui proses penyulingan dari
buah pohon enauaren.
4
Bir,Whisky, Jenever, Tiquela, Topi Miring, dan sejenisnya.
5
Istilah untuk penyebutan minuman beralkohol, buatan masyarakat lokal di sekitar Manokwari, dan
atau Papua pada umumnya. Bahannya juga berasal dari buah pohon enauaren.
6
Dokumen pribadi penulis.
66
Selayaknya para penjual umumnya, tampak mereka berusaha mengurai senyum dengan wajah ceria sambil sesekali menata jualannya, berharap
datangnya pembeli yang lebih banyak. Dengan penuh kesabaran sambil ngobrol tanpa ujung pangkal dengan beragam topik, sambil mengkonsumsi pinang
mereka bersama temankeluargapembeli mengisi waktu dengan bercengkerama menanti kedatangan pembeli.
Sambil menapaki jalan, penulis memperhatikan dan mencoba menelaah dengan seksama bentuk dan wujud bangunan lapak-lapak penjualan pinang,
perilaku penjual dalam menanggap pembeli maupun orang yang lewat di depannya, sarana pendukung jualan, perilaku membuang ludah pinang, serta
respons orang yang melihatnya, warna-warni atap, dinding, model pondoknya, lingkungan tempat berjualan, serta wajah hotel, ruko, swalayan, café, resto,
rumah makan yang di lingkupi lapak-lapak jual pinang dan penginangnya. Dari catatan lapangan selama 8 delapan hari pertama masa penelitian
terhitung 1.554 lapak jualan pinang
7
di Kota Manokwari dan sekitarnya
8
; terbentang dari Bandar Udara Rendani – Transito Wosi – Sowi – Maripi, dari
Transito Wosi – Jalan Pahlawan – Sanggeng – Yapis – Arkuki –
sekitar Jembatan Sahara – Kampung Bouw, dari perempatan Makalow arah Jalan
7
Dengan modal belanja sekitar Rp. 50.000,00. s.d. Rp. 250.000,00.lapak rata-rata
Rp.150.000,00.lapak
8
Pada 3 wilayah distrik; Manokwari Barat, Manokwari Timur, dan Manokwari Selatan. Angka ini berbeda dengan data yang diperoleh dari Dinas Perindustian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM
Kabupaten Manokwari tertanggal 31 Agustus 2015,berjumlah 723 penjual Pinang.