Blusukan di Kota Manokwari
66
Selayaknya para penjual umumnya, tampak mereka berusaha mengurai senyum dengan wajah ceria sambil sesekali menata jualannya, berharap
datangnya pembeli yang lebih banyak. Dengan penuh kesabaran sambil ngobrol tanpa ujung pangkal dengan beragam topik, sambil mengkonsumsi pinang
mereka bersama temankeluargapembeli mengisi waktu dengan bercengkerama menanti kedatangan pembeli.
Sambil menapaki jalan, penulis memperhatikan dan mencoba menelaah dengan seksama bentuk dan wujud bangunan lapak-lapak penjualan pinang,
perilaku penjual dalam menanggap pembeli maupun orang yang lewat di depannya, sarana pendukung jualan, perilaku membuang ludah pinang, serta
respons orang yang melihatnya, warna-warni atap, dinding, model pondoknya, lingkungan tempat berjualan, serta wajah hotel, ruko, swalayan, café, resto,
rumah makan yang di lingkupi lapak-lapak jual pinang dan penginangnya. Dari catatan lapangan selama 8 delapan hari pertama masa penelitian
terhitung 1.554 lapak jualan pinang
7
di Kota Manokwari dan sekitarnya
8
; terbentang dari Bandar Udara Rendani – Transito Wosi – Sowi – Maripi, dari
Transito Wosi – Jalan Pahlawan – Sanggeng – Yapis – Arkuki –
sekitar Jembatan Sahara – Kampung Bouw, dari perempatan Makalow arah Jalan
7
Dengan modal belanja sekitar Rp. 50.000,00. s.d. Rp. 250.000,00.lapak rata-rata
Rp.150.000,00.lapak
8
Pada 3 wilayah distrik; Manokwari Barat, Manokwari Timur, dan Manokwari Selatan. Angka ini berbeda dengan data yang diperoleh dari Dinas Perindustian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM
Kabupaten Manokwari tertanggal 31 Agustus 2015,berjumlah 723 penjual Pinang.
67
Gunung Salju – Manggoapi – Tugu Amban – sesepanjang jalan depan
Universitas Negeri Papua UNIPA – Amban Pantai – Susweni, dan dari perempatan Makalow – Pertokoan Kota – Pelabuhan Laut – Kampung Ambon –
Pasir Putih hingga Arowi. Asumsi titik awal perjalanan penelitian dari sekitar Pasar Sanggeng,
9
penulis berjalan menuju beberapa tempat yang berjarak relatif jauh sekitaran kota, untuk memperoleh data lapangan yang dilakukan pada rentang wilayah
Rendani 5,7 km., Arfai 14 km., Maripi 16 km., Amban 7 km., Amban Pantai 9 km., Pantai Pasir Putih 7 km., Susweni 10 km., dan Arowi 9,9
km. dengan fasilitas berupa sebuah sepeda motor
10
menuju area yang jarang rumah penghuni, penggalan hutan lebat. Sedangkan untuk dalam kota penulis
cukup dengan berjalan kaki blusukan. Seorang tokoh masyarakat asli Sidey Pantai Manokwari, Agustinus Moktis
55 dan Pater Anton Tromp 69,
11
seorang misionaris Augustinian di Tanah Papua menjelaskan bahwa budaya ini dibawa ke kawasan Teluk Doreri dan
daratan Manokwari
12
oleh saudara-saudara dari suku Biak
13
. Mereka selalu
9
Pasar sentral di Kota Manokwari.
10
Honda Astrea Grand Nomor Polisi DS 3423 DC, diparkir atau dititipkan di sekitar wilayah tersebut, kemudian berjalan kaki untuk bisa melihat suasana, kejadian, keseharian situasi sosial, budaya,
ekonomi dari warga masyarakat Kota Manokwari; serta menemui responden, dan ngobrol bersama mereka untuk mendapatkan informasidata sekitar budaya konsumsi pinang.
11
Misionaris Augustinian dari Belanda yang sekaligus pemerhati masyarakat sosial Papua, yang sudah berkarya puluhan tahun di Tanah Papua.
12
Manokwari berasal dari Bahasa Biak: mnukwar yang berarti kampung tua.
13
Suatu suku etnis di bagian utara Pulau Papua yang termasuk handal dalam menggunakan perahu untuk menjelajahi wilayah-wilayah pantai serta pedalaman di Wilayah Papua dan sekitarnya.
68
membawa dan mengkonsumsi buah pinang kemana saja pergi dan lambat laun kebiasaan ini diikuti oleh warga masyarakat di sekitar pantai dan dataran
Pegunungan Arfak Manokwari.