Praktis Belajar Biologi untuk Kelas XII
96
Perhitungan sederhana di atas, dapat dikatakan sebagai cara mudah untuk menentukan jarak antargen. Perlu diketahui, bahwa kekuatan tautan
gen dapat bergantung pada jarak antargen yang terpaut tersebut. Semakin dekat maka kekuatannya akan semakin besar frekuensinya akan tinggi.
Telah diketahui bahwa gen-gen terletak di dalam satu kromosom terdapat beratus-ratus, bahkan beribu-ribu gen. Gen-gen ini terletak pada lokus-lokus
yang berderet memanjang sesuai dengan panjang kromosom. Dari lokus satu dengan lokus lainnya memiliki jarak yang berbeda.
Ukuran yang dipakai untuk menentukan jarak antara lokus tersebut pada kromosom disebut dengan unit. Ukuran yang sangat halus ini tidak
dapat dilihat karena jarak antara batas lokus dengan lokus lain belum pasti skala yang mencukupi. Jadi, ukuran unit itu adalah ukuran khayal untuk
memudahkan perhitungan genetik saja.
Sentromer umumnya dianggap sebagai titik pangkal dan diberi angka 0 maka jarak gen lokus pada kromosom tersebut dihitung dari angka 0.
Misalnya, gen A adalah 10,5 unit berarti gen A ini berjarak 10,5 unit dari titik 0. Kemudian, gen B yang terpaut dengan A adalah 11,5 maka berarti
gen B berjarak 11,5 unit dari titik 0. Berapakah jarak A–B? Jarak A–B adalah 11,5 - 10,5 = 1 unit. Kemudian, 1 unit disebut 1 mM mili Morgan.
Pada persilangan AaBb dengan aabb di atas test cross, persentase masing- masing keturunannya akan dapat dihitung, yaitu sebagai berikut.
Jarak A–B sudah diketahui = 1 mM, berarti kombinasi baru rekombinasiRK = 1.
Jadi, kombinasi asli kombinasi parentalKP = 100 - 1 = 99 sehingga masing-masing keturunan memiliki persentase sebagai berikut.
1 AaBb = 49,5..................................................... kombinasi parental KP
2 Aabb = 0,5....................................................... rekombinasi RK
3 aaBb = 0,5....................................................... rekombinasi RK
4 aabb = 49,5..................................................... kombinasi parental KP
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada peristiwa pautan: 1
kombinasi parental yang dihasilkan akan lebih besar dari 50, sedangkan rekombinan lebih kecil dari 50;
2 makin kecil persentase rekombinan RK, berarti makin dekat jarak
antarlokusnya.
4. Determinasi Seks
Setiap organisme dilahirkan dengan penentuan jenis kelamin determinasi sex, baik yang dapat dilihat secara fisik dengan ciri se-
kundernya maupun secara fungsional yang dapat dilihat dengan ciri primer. Penentuan jenis kelamin ini diwariskan secara bebas oleh gamet parental
kepada keturunannya dalam perstiwa meiosis.
Studi mengenai penentuan jenis kelamin organisme ini pertama kali
dilakukan oleh Henking 1891 dan Mc. Clung 1902. Penelitian ini, selain untuk mengetahui segregasi dalam determinasi seks, juga melakukan
pengamatan kromosom seks gonosom. Henking menemukan bentuk kromosom pada susunan perangkat kromosom yang berbentuk X pada
belalang. Pada sperma jantan hanya ditemukan kromosom berbentuk X, sedangkan pada sel telur betina ditemukan sepasang bentuk X. Mc. Clung
berkesimpulan bahwa kromosom ini akan menentukan jenis kelamin yang membedakan jantan dan betina. Setelah penelitian-penelitian itu, kita dapat
mengetahui bentuk-bentuk gonosom yang kita kenal dengan sistem XY, XO, dan ZW.
• Determinasi seks
• Test cr oss
Kata Kunci
Di unduh dari : Bukupaket.com
Pola Pewarisan Sifat Organisme
97
a. Sistem XX-XY
Sistem ini umum kita temukan pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Penamaannya berdasarkan bentuk gonosom yang ditemukan. Gonosom X
berukuran lebih besar dari gonosom Y. Sistem ini diberi tanda XX untuk betina dan jantan diberi tanda XY Gambar 5.9. Oleh karenanya, betina
disebut juga homogamet dan jantan heterogamet. Pada manusia terdapat 46 kromosom, kromosom tubuh autosom 44 buah 22 pasang, sedangkan
kromosom kelaminnya ada 2 buah sepasang. Sel telur pada manusia 22 + X dan sperma 22 + Y atau 22 + X Gambar 5.9. Lalat buah Drosophila melanogaster
memiliki delapan buah kromosom yang terdiri atas tiga pasang autosom dan satu pasang gonosom. Penulisan kromosom untuk lalat buah jantan
adalah 6A + XY dan lalat buah betina ditulis dengan 6A + XX.
b. Sistem XO
Pada beberapa serangga, ditemukan bentuk berbeda dengan penemuan sebelumnya. Jantan tidak memiliki bentuk Y, tetapi hanya satu gonosom X.
Adapun betina memiliki sepasang gonosom X. Oleh karena itu, penulisan untuk perangkat gonosom betina adalah XX dan jantan XO.
Jenis-jenis yang memiliki sistem seperti ini adalah beberapa jenis serangga, seperti belalang dan anggota Orthoptera
Gambar 5.10.
c. Sistem ZW
Sistem ZW banyak ditemukan pada jenis-jenis unggas, ikan, dan kupu-kupu. Pemberian nama dengan sistem ini didasarkan pada
pengamatan yang menunjukkan sistem penentuan jenis kelamin untuk betina dan jantan terbalik dengan penemuan sebelumnya. Pada manusia, yaitu betina
memiliki pasangan gonosom XY dan jantan XX. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan dalam penulisan, maka dibuat penamaan dengan
sistem ZW. Betina diberi lambang ZW dan jantan diberi lambang ZZ.
d. Sistem ZO
Sistem ZO ini dapat ditemukan pada beberapa jenis unggas. Pada sistem ini susunan kromosom, kelamin ZO
dimiliki oleh hewan betinanya, sedangkan jantan memiliki susunan kromosom kelamin ZZ. Oleh karena itu, kromosom
kelamin betina hanya ada satu yaitu Z, sedangkan jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya yaitu ZZ.
e. Sistem Haploid-Diploid
Pada sistem ini, penentuan jenis kelamin tidak ditentukan oleh
kromosom seks, melainkan oleh jumlah kromosom tubuh Gambar 5.12. Pada lebah dan semut umumnya tidak memiliki kromosom seks. Betina
berkembang dari sel telur yang dibuahi sehingga diploid. Adapun jantan berkembang dari sel telur yang tidak dibuahi sehingga mereka
haploid. Hal ini dikenal dengan partenogenesis.
5. Gen Letal