Permasalahan Penghayatan Ekaristi Peranan katekese persiapan komuni pertama terhadap penghayatan ekaristi bagi anak-anak di Paroki Hati Kudus Yesus Laktutus, Atambua-Ntt.

19 sebagai tuan rumah sekaligus hidangannya, sehingga semua umat beriman yang hadir dapat mengalami kebersamaan hidup yang penuh dan utuh dengan Allah dan sesamanya Martasudjita, 2003 : 267.

C. Permasalahan Penghayatan Ekaristi

“Penghayatan” berarti pengalaman batin. Sedangkan kata “Ekaristi” berasal dari kata “eucharistia” yang berarti Pujian Martasudjita, 2009:26. Menghayati Ekaristi artinyamelalui rahmat Allah kita dipersatukan dengan pribadi Yesus Kristus dan untuk mengambil bagian dalam Tubuh dan Darah-Nya. Serta di pihak lain karena Kristus kita dipersatukan dengan seluruh anggota Gereja menjadi satu tubuh, yakni Tubuh Kristus 1 Kor 10:16,17. Penghayatan umat akan perayaan Ekaristi banyak sekali dipengaruhi oleh situasi yang menjadi latar belakangnya seperti pengalaman akan Allah dan tidak menutup kemungkinan kebiasaan orang merefleksikan pengalaman hidupnya. Sutrisnaatmaka 2003:66 berpendapat bahwa: Pada dasarnya paham dan penghayatan Ekaristi sangat dipengaruhi oleh cara berpikir, bertindak dan mengambil sikap dalam budaya dan adat kebiasaan tertentu. Juga pemahaman tentang keselamatan yang berhubungan dengan yang ilahi, serta kepercayaan terhadap Sang pencipta berperan dalam membentuk pengertian umat tentang wahyu ilahi. Termasuk didalamnya ajaran-ajaran Gereja pada umumnya dan yang berhubungan dengan Ekaristi pada khususnya. Selain yang diungkapkan oleh Sutrisnaatmaka, penghayatan Ekaristi juga dipengaruhi oleh motivasi keikutsertaan merayakan Ekaristi, baik yang dangkal maupun yang mendalam sekalipun. Maka berikuti ini akan dibahas mengenai: pemahaman-pemahaman tentang Ekaristi, pengalaman akan Allah, kebiasaan 20 merefleksikan pengalamannya, bertindak dan mengambil sikap dalam budaya dan motivasi umat dalam merayakan Ekaristi.

1. Pemahaman umat tentang Ekaristi

Ekaristi bagi umat dipahami sebagai, Perayaan syukur, perjumpaan, pertemuan, persaudaraan, persatuan antara kita dan kesatuan dengan Allah, kenangan akan sengsara wafat dan kebangkitan Yesus, pusat, sumber, puncak, kebutuhan, kekuatan hidup, ungkapan iman bersama akan Allah yang menyelamatkan manusia dalam Yesus Kristus. Dari kelima unsur ini tidak sama, namun sangat erat hubungannya. Dalam liturgi Ekaristi merupakan, ungkapan iman dalam bentuk perayaan syukur. Umat berkumpul untuk menyatakan kebesaran, kemeriahan, keagungan dalam suasana kegembiraan. Mengenai hal ini kadang kurang disadari oleh umat. Mereka merayakan Ekaristi kadang hanya ikut meramaikan saja atau karena mereka merasa bahwa mereka beragama Katolik jadi setiap hari Minggu ikut merayakan Ekaristi digereja. Pada saat hari Minggu kadang mereka lebih memilih untuk tinggal dirumah atau menjaga harta benda mereka, karena kurang memahami arti merayakan Ekaristi pada saat hari Minggu. Ekaristi merupakan suatu perayaan perjamuan yang bersifat persaudaraan yang menjadi jawaban iman, tanggapan manusia atas Allah yang terlebih dahulu mewartakan keselamatan. Perayaan Ekaristi juga merupakan kenangan akan peristiwa penyelamatan Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Melalui sengsara dan kematian Yesus menyerahkan diri seutuhnya pada Allah, menjadikan diri-Nya korban keselamatan manusia dalam Kristus. Ekaristi sebagai sumber hidup, karena dalam Ekaristi semua sakramen pengudusan ditanamkan 21 dalam manusia supaya berakar dan tumbuh dalam kerukunan dan cinta kasih manusia. Ekaristi juga sebagai pusat dan puncak hidup Gereja, karena pada akhirnya tujuan kegiatan kerasulan Gereja adalah persatuan dengan Kristus. Dengan demikian dalam Ekaristi manusia memperoleh kekuatan hidup dalam kegiatan hidup pribadi maupun kehidupan menggereja bersama. Dalam Ekaristi umat beriman mengungkapkan imannya bersama sebagai tanda kesatuan umat dengan Allah yang menyelamatkan manusia dalam Kristus. 2. Pengalaman iman akan Allah Ekaristi adalah sumber dan puncak seluruh hidup kristiani yang menjadi dasarnya adalah kehidupan kita yang merupakan persembahan dan kebaktian kepada Allah. Perayaan Ekaristi merangkum seluruh sikap penyerahan dan kebaktian kita dan oleh karena itu boleh disebut sebagai sumber dan puncak. Maka iman kita tidak hanya diungkapkan dalam doa-doa dan penyerahan kudus, namun terutama dalam tindakan dan perbuatan setiap hari. Santo Paulus menganjurkan supaya kita “Mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah ibadahnya yang sejati” Rm 12:1. Maka seluruh hidup kita merupakan pengungkapan iman yang resmi, jadi Ekaristi adalah sebagai ungkapan iman yang resmi dari seluruh Gereja dan sungguh merupakan sumber dan puncak dari sikap iman Gereja. Ekaristi merupakan sumber karena iman, kita masing-masing mengambil bagian dalam iman Gereja. Ekaristi sebagai puncak karena iman umat sungguh diungkapkan dalam bentuk paling resmi Jacobs,1996:32. Dengan demikian Ekaristi sangat penting karena sakral, Kudus, mendasar dan tak terpisahkan dan saling 22 berhubungan dengan kehidupan umat sehari-hari, sampai pada mereka mengalami pengalaman imannya akan Allah. Penghayatan Ekaristi dan sakramen pada umumnya merupakan suatu pengalaman iman. Dalam iman orang dipersatukan dengan Kristus dan dengan sesama. Merayakan Ekaristi merupakan suatu pertemuan pribadi dalam iman dengan Kristus. Setiap pengalaman merupakan tindakan Roh Kudus di dalam diri kita, suatu tanda Kristus yang bangkit, suatu perasaan akan kehadiran serta tindakan di dalam diri kita, setiap pengalaman merupakan anugerah Allah. Salah satu sarana sampai pada perjumpaan secara pribadi dengan Allah dan membuka seluruh pengalaman suka dan duka kepada –Nya yakni melalui doa dalam perayaan Ekaristi maupun doa pribadi. Tetapi kebanyakan umat kurang menyadari setiap pengalamannya bahwa setiap pengalaman itu merupakan anugerah Allah. Maka bila Allah sebagai tempat mencurahkan seluruh pengalaman hidup berarti doa merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sampai pada pengalaman iman akan Allah. Dengan demikian seluruh pengalaman dan kenyataan yang terjadi didalam hidup ini akhirnya dirasakan sebagai rahmat yang berasal dari Allah. Pengalaman akan Allah, “Carilah Dia dengan hatimu, bukanlah dirimu kepada-Nya, biarlah Ia menguasai seluruh dirimu dan engkau akan mengalami Allah” Neuner, 1997:21. Untuk sampai kepada pengalaman akan Allah, pertama-tama kita harus merefleksikan seluruh pengalaman hidup setiap hari, bisa juga pengalaman selama satu Minggu. Refleksi ini bisa dilihat dari keterlibatan kerjasama dengan orang lain, sikap dan tindakannya, cara berkomunikasi tutur 23 kata, dalam berdoa baik bersama maupun doa pribadi, belajar dan lain-lain. Seluruh pengalaman ini direfleksikan sampai akhirnya mereka dapat mengalami kehadiran Allah di dalam setiap kegiatan maupun langkah hidupnya.

3. Kebiasaan merefleksikan pengalaman hidup

Dalam perayaan Ekaristi ada Liturgi Sabda yaitu bacaan-bacaan Kitab Suci.Setelah bacaan Kitab Suci hendaknya ada homili atau kotbah yang dibawahkan oleh Imam atau petugas yang berwewenang dan hendaknya dilaksanakan dengan seksama. Sebab homili merupakan pewartaan tentang Kerajaan Allah dalam sejarah keselamatan atau misteri Kristus yang selalu hadir dalam hidup kita. Maka dalam perayaan Ekaristi yang menjadi puncak refleksi umat saat mengikuti Ekaristi adalah misalnya pada saat homili. Imam mencoba memberikan refleksi atas bacaan-bacaan dalam Ekaristi. Homili yang baik bagi umat adalah homili yang jelas dan singkat serta relevan dengan pengalaman hidup umat. Kadang imam memberikan homili yang panjang atau bertele-tele, marah-marah kepada umat dan terlalu teologis sehingga umat kurang mengerti pesan yang disampaikan dalam bacaan dan kurang menghayati ajaran tentang Kerajaan Allah. Homili yang seharusnya menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan pengalaman dalam terang Injil menjadi tidak bermanfaat bagi iman umat dan juga membuat umat malas untuk hadir digereja untuk merayakan Ekaristi. Pada hal yang perlu umat dengar adalah ajaran tentang Kerajaan Allah yang ada dalam Kitab Suci, sehingga umat dapat merefleksikan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. 24 Selain itu dengan merefleksikan pengalaman hidup umat semakin bertobat kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari, semakin bersatu dengan Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. Selain itu sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam kehidupan ditengah masyarakat. Untuk sampai kepada pengalaman akan Allah pertama-tama hal yang perlu kita lakukan adalah merefleksikan seluruh pengalaman hidup kita setiap hari. Refleksi ini bisa dilihat dari segi kerjasama dengan orang lain, sikap dan tindakan, cara berkomunikasi atau tuturkata dalam berdoa baik pribadi maupun bersama, belajar dan lain-lain. Seluruh pengalaman ini direfleksikan sampai akhirnya dapat merasakan atau mengalami kehadiran Allah di dalam setiap kegiatan maupun langkah hidupnya.

4. Bertindak dan mengambil sikap dalam budaya.

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk berdialog dan berkomunikasi. Dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan isi pikiran, berinteraksi dan mengindentifikasikan diri atau mengungkapkan diri. Dengan kata lain bahasa merupakan saran komunikasi, dimana lewat bahasa manusia dapat menukarkan pendapat, isi pikiran serta mengaktualisasikan diri. Dalam penghayatan iman, bahasa atau kata-kata merupakan cara mengungkapkan diri yang paling jelas, dengan bahasa kita menyampaikan suka- dukanya kepada Tuhan. Melalui bahasa kita mengucap syukur, menyembah dan berdoa kepada Tuhan. Maka dalam perayaan Ekaristi hendaknya perlu menggunakan juga bahasa dalam budaya yang ada tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, sehingga umat dapat mengerti dan menghayati imannya akan 25 Yesus Kristus karena dalam perayaan Ekaristi semua umat berkumpul untuk berdoa baik dari anak-anak sampai tua dan mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda. Dari Konsili Vatikan II yang menjadi dasar pembaharuan liturgi pada umumnya “Adapun dalam pembaharuan naskah-naskah dan upacara-upacara harus diatur sedemikian rupa, sehingga lebih jelas mengungkapkan hal-hal kudus yang dilambangkan. Dengan demikian umat kristiani dapat menangkapnya dengan mudah, dan dapat ikuti serta dalam perayaan secara penuh, aktif, dan dengan cara yang khas bagi jemaat ITILR art 35. Penghayatan Ekaristi bisa juga dipengaruhi dari sikap dan tindakannya, cara berkomunikasi atau tuturkata dalam budaya yang ada. Dalam perayaan Ekaristi pertama-tama mengarahkan umat pada iman yang mendalam melalui sabda Tuhan dan pengudusan pribadi melalui pertobatan dan diterima dalam Komuni Kudus. Perayaan Ekaristi mengarahkan orang untuk aktif dan ikut ambil bagian dalam misi Gereja untuk membangun masyarakat yang damai dan tenteram.

5. Motivasi umat dalam merayakan Ekaristi

Beberapa motivasi yang mempengaruhi penghayatan umat dalam menghayati Ekaristi seperti merayakan Ekaristi karena kewajiban dan merayakan Ekaristi karena kerinduan dengan Tuhan. a. Merayakan Ekaristi karena kewajiban Merayakan Ekaristi digereja sering dipandang sebagai suatu kewajiban, keterpaksaan atau dari situasi lain yang membuat dia untuk hadir artinya tidak ada niat yang datang dalam dirinya. Misalnya untuk anak-anak, ada peraturan dari 26 sekolah yang mewajibkan mereka untuk mengikuti perayaan Ekaristi setiap hari Minggu. Motivasi seperti ini seringkali membuat orang cepat bosan, tidak betah saat mengikuti merayakan Ekaristi.Kadang pergi kegereja sebagai kegiatan sampingan artinya kegereja kalau tidak ada kegiatan Mingguan. Merayakan Ekaristi yang penting datang, merayakan Ekaristi karena teman, atau orang lain yang mengajak kegereja atau bagi anak-anak karena diharuskan oleh orang tua. “Ekaristi merupakan sumber pencarian air kehidupan yang mampu membasahi dahaga batin dan jasmani sepanjang hari di tengah teriknya matahari dan sesaknya tugas serta pekerjaan” Martasudjita, 31-32. Terdapat kegembiraan yang dalam, ada sukacita karena perjuangan dengan Tuhan sendiri. Maka jika Liturgi Ekaristi dipandangan sebagai suatu kewajiban saja orang yang bersangkutan akan merasa kaku dan membosankan. Motivasi semacam ini sering menyalahkan orang lain seperti koor, imam yang membawakan homili kadang merasa kurang jelas atau membosankan. Orang- orang semacam ini kadang mengikuti perayaan Ekaristi sesuka hati. Datang terlambat atau pulang lebih awal yang penting sudah hadir digereja. Orang-orang yang semacam ini perlu mendapatkan pendampingan untuk bisa merenungkan arti perjumpaan dengan Yesus dalam Ekaristi.

b. Merayakan Ekaristi sebagai kerinduan berjumpa dengan Allah

Banyak umat yang mengikuti perayaan Ekaristi dengan alasan tertentu. Mereka pergi kegereja karena kelompoknya mendapat tugas, mohon ujian lancar dll. “Jiwa penghayatan liturgi yang paling mendasar adalah kerinduan hati untuk berjumpa dengan Allah”Martasudjita 2002: 49, dengan dasar motivasi inilah kita 27 dapat mngikuti Perayaan Ekaristi dengan tenang, penuh penghayatan dan sukacita. Menghadiri Ekaristi karena kerinduan pada Allah, seperti layaknya perjumpaan dengan sahabat, keluarga. Seorang sahabat atau keluarga adalah tempat dimana kita merasa segala sesuatunya terasa menyenangkan kita dapat menyampaikan senang, susah, sedih dengan leluasa merasa puas meskipun tidak mendapatkan sesuatu. Begitu juga ketika kita merayakan Ekaristi, keinginan kita untuk berjumpa dengan Tuhan dan umat membuat sesuatu menjadi indah.Koor yang fales, homili yang terlalu lama, tidak menjadi suatu alasan kita untuk berdoa. Semua itu kita hayati sebagai sebuah dinamika hidup orang beriman dan penghayatan seperti inilah yang diharapkan. Sebagai akibatnya orang tersebut tidak merasa bosan dengan sesuatu yang nampak rutin itu, ia tidak gampang malas, bosan, mengeluh saat hadir dalam Perayaan Ekaristi. Dengan demikian merayakan Ekaristi karena kesadaran perjumpaan dengan Allah menjadi alasan utama.

D. Peran katekese persiapan komuni pertama