127
Gambar 4.1 Kehidupan keluarga manusia purba
Sumber : Oxford Ensiklopedi Pelajar Jilid 5, halaman 41
Kebutuhan nonmateri lainnya yaitu kepercayaan. Kehidupan kepercayaan manusia pun mengalami perkembangan. Suatu kepercayaan pada manusia, biasanya
timbul disebabkan adanya keyakinan pada diri manusia terhadapnya kekuatan- kekuatan gaib yang menguasai kehidupan manusia. Kekuatan gaib tersebut dapat
dipersonifikasikan ke dalam benda-benda fisik yang ada di sekitarnya, misalnya pohon, batu, bahkan juga binatang. Benda-benda tersebut dianggap keramat. Sebagai
wujud adanya kepercayaan maka lahirlah kegiatan-kegiatan ritual atau upacara- upacara penyembahan. Upacara penyembahan pun mengalami perkembangan mulai
dari menyembah terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan yang gaib, sampai dengan mempercayai adanya Dewa dan Tuhan.
1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masa ini merupakan awal tahapan kehidupan manusia dalam bidang kehidupan sosial ekonomi. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
menghasilkan alat-alat yang digunakan untuk menopang kehidupannya. Selain itu, pada masa ini menghasilkan pula sistem kepercayaan.
a. Kehidupan sosial-ekonomi
Kehidupan manusia pada masa ini, belum melakukan pengolahan terhadap sumber-sumber daya alam. Ketergantungan manusia terhadap alam sangat
tinggi, mereka memakan makanan yang sudah disediakan oleh alam. Cara yang mereka lakukan untuk mendapat makanan yaitu dengan berburu dan
mengumpulkan makanan. Berburu dan mengumpulkan makanan merupakan cara yang mereka lakukan untuk mempertahankan hidupnya. Apabila persediaan
makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka tempat tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada
masa ini berpindah-pindah nomaden, tidak memiliki tempat tinggal.
Di unduh dari : Bukupaket.com
128 Jenis makanan yang mereka buru adalah binatang di hutan. Selain
binatang di hutan, mereka juga di sungai, danau, atau pantai melakukan penangkapan ikan. Hasil buruan baik binatang dari hutan maupun hasil
tangkapan ikan, tidak mereka olah menjadi masakan sebagaimana layaknya hidangan makanan sekarang. Ikan atau daging itu, mereka bakar untuk
dimakan. Pada masa ini, pengolahan makanan baru sebatas dibakar saja, karena mereka sudah mengenal api.
Selain memakan binatang buruan dan ikan, manusia pada masa ini sudah memakan tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan yang mereka makanan
pada umumnya berupa umbi-umbian, yang biasanya tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka. Tumbuh-tumbuhan itu langsung mereka makan mentah-
mentah, tidak dimasak dahulu. Mereka belum memiliki kemampuan menanak nasi.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia purba hidup secara berkelompok. Hal ini mereka lakukan pula ketika melakukan kegiatan berburu. Mereka
berkelompok dengan tujuan demi keamanan terutama dalam menghadapi serangan dari binatang buas. Kalau dengan cara berkelompok perlindungan
mereka relatif lebih aman daripada pergi sendiri.
Hewan dan makanan yang menjadi sumber penghidupan manusia purba, dicari pada daerah-daerah tertentu. Untuk mendapatkan makanannya baik
dari itu hewan maupun tumbuh-tumbuhan, manusia purba hidup pada daerah- daerah tertentu yang memungkinkan mereka mendapatkan makanan. Dengan
demikian kegiatan berburu atau mencari makanan dengan cara berpindah- pindah, bukan berarti manusia purba ini selalu bepergian seenaknya, dengan
tidak menimpati suatu tempat. Mereka tetap menempati suatu daerah tertentu.
Gambar 4.2 Manusia Purba Sedang Mencari Makanan
Sumber : Lukisan Sejarah, halaman 39
Kehidupan berburu menyebabkan manusia purba harus hidup berpindah- pindah. Mereka belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen.
Di unduh dari : Bukupaket.com
129 Tempat yang dijadikan tempat tinggal sementara adalah gua-gua. Manusia
purba, memilih tempat tinggal sementara, terutama daerah yang di sekitarnya tersedia makanan. Misalnya mereka tinggal dekat sungai atau pantai yang
mudah untuk mencari ikan, atau hutan yang terdapat tumbuh-tumbuhan yang bisa mereka makan atau dapat dijadikan tempat berburu binatang.
Dalam berburu binatang, biasanya mereka menyusuri sungai yang dapat dijadikan petunjuk jalan agar tidak tersesat. Sungai mereka susuri dengan
cara berjalan kaki, belum menggunakan perahu.
Sedangkan di tepian pantai, manusia purba memakan makanan yang terdapat di pantai. Makanan yang mereka makan adalah kerang dan ikan
laut. Teknik penangkapan ikan dilakukan dengan alat sederhana, belum menggunakan perahu atau jaring seperti sekarang. Mereka menggunakan
tombak atau kail untuk menangkap ikan.
b. Alat-alat yang digunakan
Batu, tulang, dan kayu merupakan bahan-bahan yang digunakan oleh manusia purba untuk membuat alat-alat. Temuan yang dilakukan oleh para
ahli, lebih banyak menemukan alat-alat dari batu dan tulang. Hal ini mungkin disebabkan batu dan tulang merupakan bahan yang kuat, tidak mudah
lapuk. Sedangkan kayu merupakan bahan yang mudah lapuk, sehingga para ahli tidak terlalu banyak menemukan alat-alat yang terbuat dari kayu.
Bentuk alat-alat yang ditemukan pada masa berburu ini masih dalam bentuk sederhana. Batu yang digunakan masih kasar belum halus. Penemuan
sejumlah alat dari batu ditemukan oleh von Koeningwald di Pacitan pada tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam. Jenis alat ini
serupa kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini disebut pula dengan sebutan chopper. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara digenggam. Bentuk
kapak ini masih kasar, dan diperkirakan Pithecantrhopus merupakan pendukung kebudayaan kapak genggam. Pendapat ini didasarkan pada lapisan tempat
ditemukannya kapak genggam. Kapak ini ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan lapisan tanah pithecanthropus.
Kapak genggam ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, antara lain Pacitan, Bali, Flores, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Jawa Barat
Sukabumi dan Ciamis. Di luar Indonesia, jenis kapak ini ditemukan di Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Myanmar, dan Pakistan. Sezaman
dengan Pithecanthropus, Sinanthropus Pekinensis yang ada di China meninggalkan juga jenis kapak genggam.
Di unduh dari : Bukupaket.com
130
Gambar 4.3 Chopper atau alat genggam yang ditemukan di Pacitan
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 393 dan 395
Di daerah Ngandong dan Sidorejo ditemukan pula alat lainnya yang terbuat dari tulang. Alat dari tulang itu banyak berasal dari tulang binatang
hasil buruan. Bagian tulang yang digunakan sebagai alat biasanya bagian tanduk dan kaki. Fungsi dari alat ini dipergunakan untuk mengorek umbi-
umbian dari dalam tanah dan mengerat daging binatang. Tanduk atau tulang yang diikatkan pada kayu dapat berfungsi sebagai tumbak untuk berburu
binatang atau menangkap ikan.
Gambar 4.4 Flakes dari Sangiran
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 396
Di daerah lainnya, yaitu Sangiran, Sulawesi Selatan, Maumere, dan Timor ditemukan alat-alat serpih yang dinamakan flakes. Flakes ini sangat
kecil sekali dan bentuknya ada yang seperti pisau, gurdi, atau penusuk. Diperkirakan flakes ini digunakan untuk mengupas, memotong, atau menggali
makanan.
Di unduh dari : Bukupaket.com
131 Kalau dikaitkan dengan kehidupan manusia purba, kebudayaan kapak
genggam chopper, alat tulang-tulang, dan flakes ini termasuk pada peninggalan jenis manusia Pihecanthopus Erectus. Manusia jenis ini hidup pada masa
Palaeolithikum atau zaman batu tua dengan ciri-ciri kebudayaan yang dihasilkan banyak terbuat dari batu yang masih kasar.
c. Sistem kepercayaan
Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, sistem kepercayaan pada sesuatu yang luar biasa atau kekuatan di luar kehendak manusia,
tampaknya sudah ada. Hal itu dapat diketahui dari sisa-sisa penguburan manusia yang telah meninggal dunia. Dengan demikian, mereka percaya,
bahwa ada suatu kehidupan lain setelah mati.
2. Masa bercocok tanam