Perkembangan kepercayaan Politik dan pemerintahan

168

1. Keadaan sosial budaya

Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang- lubang, diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat, yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang bentuknya seperti gambar. Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga misteri yang ada di balik itu semua belum terungkap. Benda-benda lain yang ditemukan di kawasan Mohenjodaro-Harappa adalah bermacam-macam periuk belanga yang sudah dibuat dengan teknik tuang yang tinggi. Selain itu ditemukan juga benda-benda yang terbuat dari porselin Tiongkok yang diduga digunakan sebagai gelang, patung-patung kecil, dan lain-lain. Dari hasil penggalian benda, dapat diasumsikan bahwa teknik menuang logam yang telah mereka lakukan sudah tinggi. Mereka dapat membuat piala-piala emas. Mereka dapat membuat piala-piala emas, perak, timah hitam, tembaga, maupun perunggu. Penduduk Mohenjodaro-Harappa sudah mampu membuat perkakas hidup berupa benda tajam yang dibuat dengan baik. Namun, senjata seperti tombak, ujung anak panah, ataupun pedang, sangat rendah mutu buatannya. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa merupakan orang-orang yang cinta damai, atau dengan kata lain tidak suka berperang. Pada masa ini pula, diduga masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mengenal hiburan berupa tari-tarian yang diiringi genderang. Di tempat penggalian ini juga ditemukan alat-alat permainan berupa papan bertanda serta kepingan-kepingan lain. Masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mempunyai tata kota yang sangat baik. Masyarakat pendukung kebudayaan ini juga dikenal mempunyai sistem sanitasi yang amat baik. Mereka mempunyai tempat pemandian umum, yang dilengkapi dengan saluran air dan tangki air di atas perbentengan jalan-jalan utama.

2. Perkembangan kepercayaan

Masyarakat Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah, tetapi, hal ini disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro contohnya, masyarakatnya melakukan pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat karena pada letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak terdapat kuburan. Di unduh dari : Bukupaket.com 169 Jenazah yang sudah dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan khusus. Namun ada kalanya, tulang-tulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula. Objek yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh “Mother Goddess”, yaitu tokoh semacam Ibu Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother Goddess digambarkan pada banyak lukisan kecil pada periuk belanga, materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain nampaknya juga digambarkan dengan tokoh bertanduk, yang terpadu dengan pohon suci pipala. Ada juga seorang dewa yang bermuka 3 dan bertanduk. Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu dengan sikap duduk dikelilingi binatang. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya gambar lingga yang merupakan lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga tidak dapat memastikan, apakah wujud pada materai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan adanya bentuk hewan lembu jantan tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan seperti ini dikenal sebagai Nandi, yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa.

3. Politik dan pemerintahan

Kondisi kehidupan perpolitikan pada masa transisi pasca Harappa hingga masa Arya, tampaknya mulai terganggu dengan menyusutnya penduduk yang tinggal di kawasan Lembah Indus selama paruh kedua millenium II SM. Mungkin saja terjadi karena pendukung kebudayaan Indus itu musnah atau melarikan diri agar selamat ke tempat lain, sementara para penyerang tidak bermaksud untuk meneruskan tata pemerintahan yang lama. Hal ini bisa terjadi karena diasumsikan tingkat peradaban bangsa Arya yang masih dalam tahap mengembara, belum mampu melanjutkan kepemimpinan masyarakat Indus yang relatif lebih maju, dilihat dari dasar kualitas peninggalan kebudayaan yang mereka tinggalkan.

4. Faktor penyebab kemunduran