131 Kalau dikaitkan dengan kehidupan manusia purba, kebudayaan kapak
genggam chopper, alat tulang-tulang, dan flakes ini termasuk pada peninggalan jenis manusia Pihecanthopus Erectus. Manusia jenis ini hidup pada masa
Palaeolithikum atau zaman batu tua dengan ciri-ciri kebudayaan yang dihasilkan banyak terbuat dari batu yang masih kasar.
c. Sistem kepercayaan
Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, sistem kepercayaan pada sesuatu yang luar biasa atau kekuatan di luar kehendak manusia,
tampaknya sudah ada. Hal itu dapat diketahui dari sisa-sisa penguburan manusia yang telah meninggal dunia. Dengan demikian, mereka percaya,
bahwa ada suatu kehidupan lain setelah mati.
2. Masa bercocok tanam
Kehidupan manusia setelah masa berburu dan mengumpulkan makanan adalah masa bercocok tanam. Bagaimanakah proses perkembangan dari
masa berburu dan mengumpulkan makanan ke bercocok tanam?
a. Kehidupan sosial-ekonomi
Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada interaksi antara manusia dengan manusia
dan manusia dengan alam. Ketika kebutuhan hidup manusia terpenuhi oleh alam, manusia tidak perlu susah-susah membuat dan mengolah makanan.
Manusia cukup mengambil dari alam, karena alam banyak menyediakan kebutuhan manusia, terutama makanan. Makanan itu antara lain buah-buahan
dan binatang buruan. Kehidupan awal manusia sangat tergantung dari alam.
Ketika alam sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia, yang disebabkan populasi manusia bertambah dan sumber daya alam berkurang,
maka manusia mulai memikirkan bagaimana dapat menghasilkan makanan. Manusia harus mengolah alam. Pada masa ini kehidupan manusia berkembang
dengan mulai mengolah makanan dengan cara bercocok tanam.
Karena manusia sudah beralih pada tingkat kehidupan bercocok tanam, maka pola hidupnya tidak lagi nomaden atau berpindah-pindah. Manusia
sudah mulai menetap di suatu tempat, yang dekat dengan alam yang diolahnya. Binatang buruan pun sudah ada yang mulai dipelihara. Dengan demikian,
bercocok tanam dan beternak sudah berkembang pada masa ini.
Alam yang dipakai untuk bercocok tanam adalah hutan-hutan. Hutan itu ditebang, dibersihkan, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan,
buah-buahan, atau pepohonan lainnya yang dibutuhkan oleh manusia atau masyarakat. Cara yang mereka lakukan masih sangat sederhana. Berhuma
Di unduh dari : Bukupaket.com
132 merupakan cara bercocok tanam yang sangat sederhana. Karena berhuma
memerlukan tempat yang subur, maka ketika tanah itu sudah tidak subur, mereka akan mencari daerah baru. Dengan demikian hidup mereka berpindah
ke tempat baru untuk waktu tertentu, dan begitu seterusnya.
b. Alat-alat yang dihasilkan
Peralatan pada masa bercocok tanam masuk pada zaman mesolithikum zaman batu pertengahan dan neolithikum zaman batu muda. Namun
demikian alat-alat yang dihasilkan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan atau zaman palaeolithikum tidak ditinggalkan. Alat-alat itu masih
dipertahankan dan dikembangkan, seperti alat-alat dari batu sudah tidak kasar lagi tapi sudah lebih halus karena ada proses pengasahan.
Berikut ini alat-alat atau benda-benda yang dihasilkan pada masa bercocok tanam.
1 Kjokkenmoddinger
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa bercocok tanam, manusia purba sudah tinggal menetap. Salah satu bukti adanya sisa-sisa
tempat tinggal itu ialah kjokkenmoddinger sampah-sampah dapur. Istilah ini berasal dari bahasa Denmark kjokken = dapur, modding = sampah.
Penemuan kjokkenmoddinger yang ada di pesisir pantai Sumatera Timur menunjukkan telah adanya penduduk yang menetap di pesisir pantai. Hidup
mereka mengandalkan dari siput dan kerang. Siput-siput dan kerang-kerang itu dimakan dan kulitnya dibuang di suatu tempat. Selama bertahun-tahun,
ratusan tahun, atau ribuan tahun, bertumpuklah kulit siput dan kerang itu menyerupai bukit. Bukit kerang inilah yang disebut kjokkenmoddinger.
Gambar 4.5 Pebble dari kjokkenmoddinger di Sumatera Timur
Sumber : Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I, halaman 40
Di tempat kjokkenmoddinger ditemukan juga alat-alat lainnya, seperti pebble kapak genggam yang sudah halus, batu-batu penggiling beserta
landasannya, alat-alat dari tulang belulang, dan pecahan-pecahan tengkorak.
Di unduh dari : Bukupaket.com
133
2 Abris Sous Rosche
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous rosche, yaitu tempat berupa gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam
batu karang. Peralatan yang ditemukan berupa ujung panah, flakes, batu- batu penggiling, dan kapak-kapak yang sudah diasah. Alat-alat itu terbuat
dari batu. Ditemukan juga alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di Ponorogo, Bojonegoro,
dan Lamoncong Sulawesi Selatan.
Gambar 4.6 Abris sous rosche di Lamoncong, Sulawesi Selatan
Sumber : prehisto.ifrante.comhabitatmoy.htm
3 Gerabah
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah makanan. Hal ini dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai
tempat meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah
tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam, bahkan menjadi barang yang memiliki nilai seni.
Cara pembuatan gerabah mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk yang kompleks. Dalam bentuk yang
sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda. Bahan yang digunakan berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan menggunakan
tangan. Teknik pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan roda, agar dapat memperoleh bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah.
Dalam perkembangan ini, pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai dihias dengan pola hias dan warna. Hiasan yang ada di antaranya
Di unduh dari : Bukupaket.com
134 hiasan anyaman. Untuk membuat hiasan yang demikian yaitu dengan cara
menempelkan agak keras selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah sebelum gerabah dijemur. Kemudian gerabah dijemur
sampai kering dan dibakar. Berdasarkan bukti ini, para ahli menyimpulkan bahwa pada masa ini manusia sudah mengenal bercocok tanam dan orang
mulai dapat menenun.
Gambar 4.7 Gerabah
Sumber : itrademarket.comallgisjo.html
4 Kapak persegi
Pemberian nama kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini yaitu batu yang garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah
bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul
untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah. Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat
tangkai yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak Persegi yaitu von Heine Geldern.
Gambar 4.8 Berbagai jenis kapak persegi
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 406
Daerah-daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api
Di unduh dari : Bukupaket.com
135 dan chalcedon merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi.
Kapak persegi kemungkinan sudah menjadi barang yang diperjualbelikan. Alat ini dibuat oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat kemudian di
bawa keluar daerah untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih sangat sederhana, yaitu sistem barter. Adanya sistem barter tersebut, kapak persegi
banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak banyak ada bahan bakunya, yaitu batu api.
Gambar 4.9 Kapak persegi yang belum dihaluskan
Sumber : Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1, halaman 51
5 Kapak lonjong
Pemberian nama kapak lonjong ber- dasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu
garis penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk
kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di
ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran
yang besar disebut dengan walzeinbeil dan kleinbel untuk ukuran kecil. Kapak lonjong
masuk ke dalam kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan
di Papua Irian. Kapak ini ditemukan pula di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram,
Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong ditemukan pula di negara lain, seperti Walzeinbeil
di temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan kapak lonjong dapat memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu
dari timur mulai dari daratan Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa,
Gambar 4.10 Kapak lonjong dari muka
dan samping
Sumber : Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1,
halaman 53
Di unduh dari : Bukupaket.com
136 terus ke timur. Penemuan-penemuan di Formosa dan Filipina memperkuat
pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran meluas sampai ke Melanesia.
6 Perhiasan
Hiasan sudah dikenal oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan dibuat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar,
seperti hiasan kulit kerang dari sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang terbuat dari yang dibuat dari tanah liat seperti gerabah, dan ada pula yang
terbuat dari batu. seperti gelang, kalung, dan beliung.
Gambar 4.11 Berbagai perhiasan dari batu
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 409
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan dengan cara, pertama batu dipukul- pukul sampai menjadi bentuk gepeng. Setelah itu kedua sisi yang rata
dicekungkan dengan cara dipukul-pukul pula, kedua cekungan itu bertemu menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian digosok-gosok dan
diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang tersebut dari dalam halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul, cara lain untuk
membuat lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan gurdi. Batu yang bulat gepeng itu digurdi dari kedua belah sisi dengan sebuah gurdi
dari bambu. Setelah diberi air dan pasir, bambu ini dengan seutas tali dan sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai berlubang.
7 Pakaian
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan mereka telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan
untuk pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa
tempat lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit kayu. Kulit kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang
akan dibuat.
Di unduh dari : Bukupaket.com
137
c. Konsep kepercayaan dan bangunan megalit
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa manusia pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan sudah mengenal kepercayaan. Kepercayaan
manusia ini mengalami perkembangan. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan kepercayaan baru sebatas adanya penguburan. Kepercayaan ini
kemudian berkembang pada masa bercocok tanam dan perundagian. Bukti peninggalan kepercayaan pada masa bercocok tanam yaitu ditemukannya
bangunan-bangunan batu besar yang berfungsi untuk penyembahan. Zaman penemuan batu-batu besar ini disebut dengan zaman megalithikum.
Bangunan-bangunan batu yang dihasilkan pada zaman megalithikum antara lain sebagai berikut.
1 Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang dibuat untuk menghormati roh nenek moyang. Daerah-
daerah tempat ditemukannya menhir di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Bali.
Gambar 4.12 Menhir
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 412
2 Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu
sehingga diperkirakan kehadiran sarkofagus sezaman dengan zaman megalithikum zaman batu besar. Adanya sarkofagus ini menandakan kepercayaan pada
waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur dalam peti mayat. Di daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3 Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang
berbentuk meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi
Di unduh dari : Bukupaket.com
138 sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang.
Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di dalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang
meninggal, di dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang dan gigi binatang, dan alat-alat dari besi.
Gambar 4.13 Dolmen
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 75
4 Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan
batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.
Gambar 4.14 Sarkofagus
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional
Indonesia 1, halaman 418
Gambar 4.15 Sebuah keranda batu berisi
kerangka manusia Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah
Kebudayaan I halaman 73
Di unduh dari : Bukupaket.com
139
5 Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di
Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.
6 Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden berundak-undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan
yang berupa batu tersusun secara bertingkat-tingkat. Di tempat punden berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden
berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug Banten Selatan dan Ciamis Jawa Barat.
Gambar 4.18 Punden berundak-undak dari Lebak Sibedug Banten Selatan
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 76
7 Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia. Tempat ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan.
Gambar 4.16 Waruga atau kubur batu banyak
ditemui di daerah Minahasa
sumber : www.baliautrement.com minahasa.waruga.2jpg
Gambar 4.17 Kubur batu
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 74
Di unduh dari : Bukupaket.com
140
Gambar 4.19 Batu Gajah, di punggung penunggangnya kiri atas nampak sebuah nekara
yang diikat dengan tali
Sumber: Lukisan Sejarah, halaman 8
3. Masa perundagian