1640 cm
-1
atau 1643 cm
-1
dan di sekitar daerah 1565 cm
-1
yang menunjukkan adanya C=O
stretching
Amida I dan –NH bending Amida II.
Terjadinya penajaman puncak gugus –OH ini menunjukkan adanya interaksi
yang terjadi antara gugus –OH dari selulosa bakteri dengan
chitosan
yang akan ditunjukkan dengan meningkatnya intensitas gugus
–OH dari selulosa bakteri setelah ditambah dengan
chitosan
. Adanya peningkatan intensitas ini ditunjukkan dengan peningkatan dari absorbansinya.
Tabel VII menunjukkan terjadinya peningkatan absorbansi dari gugus –OH
dan peningkatan absorbansi gugus C=O dari selulosa bakteri ketika ditambah dengan
chitosan
. Hal ini menunjukkan terjadinya ikatan hidrogen antara
chitosan
dengan selulosa bakteri serta terjadinya penambahan gugus C=O dari
chitosan
yang berasal dari
chitin
yang belum tedeasetilasi dengan sempurna. Adanya ikatan hidrogen yang terbentuk ini akan mempengaruhi sifat mekanik nilai kuat tarik
dan stabilitas termal dari selulosa bakteri. Seiring dengan meningkatnya jumlah ikatan hidrogen yang terbentuk maka stabilitas termal dari selulosa bakteri yang
ditambah
chitosan
ini akan meningkat jika dibandingkan dengan stabilitas termal dari selulosa bakteri dan sifat mekanik dari selulosa bakteri khususnya nilai kuat
tarik dari selulosa bakteri yang ditambah
chitosan
ini juga akan meningkat secara teori jika dibandingkan dengan nilai kuat tarik dari selulosa bakteri.
3. Analisis Struktur Morfologi
Analisis ini bertujuan untuk melihat struktur morfologi dari selulosa bakteri serta selulosa bakteri yang dilapisi
chitosan
. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan instrumen SEM. Sampel yang semula tidak bermuatan ini diberi
dobel tape karbon khusus setelah itu sampel dilapisi dengan partikel emas dengan alat
ion coating sputter.
Sampel harus dilapisi dengan emas agar sampel ini memiliki muatan, adanya muatan pada sampel ini akan memantulkan elektron
yang ditembakkan dari instrumen, adanya elektron yang dipantulkan akan ditangkap dan dideteksi oleh instrumen lalu dihasilkan dalam bentuk gambar yang
ditampilkan melalui monitor. Melalui analisis struktur morfologi ini, dapat dilihat struktur permukaan dan melintang dari selulosa bakteri, bentuk mikrofibril dari
selulosa bakteri, diameter dari mikrofibril selulosa bakteri maupun struktur permukaan serta melintang dari selulosa bakteri yang telah dilapisi dengan
chitosan
. Melalui analisis morfologi permukaan juga dapat memperkuat perbedaan hasil analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis dari
masing-masing sampel. Berikut ini disajikan Gambar 16 yang merupakan foto permukaan SEM dari
selulosa bakteri maupun selulosa bakteri+gliserol+
chitosan
dengan perbesaran 500x.
Gambar 16.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri
Gambar 16.b. Foto permukaan SEM SGK
Gambar 16.a menunjukkan beberapa rongga serta bentuk berlekuk yang menyerupai serat pada sampel sehingga menyebabkan bentuk permukaannya
menjadi tidak merata. Hal ini juga yang menyebabkan tekstur dari sampel menjadi kasar. Selain itu bentuk yang tidak merata ini dapat disebabkan juga karena
kondisi dari sampel membran yang sedikit terlipat sebelum dianalisis dengan menggunakan instrumen SEM ini. Bentuk serat dari selulosa bakteri kurang dapat
terlihat dengan jelas karena perbesaran yang digunakan kurang dapat untuk melihatnya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dari instrumen SEM yang
digunakan. Selain itu jika digunakan perbesaran yang lebih besar lagi maka gambar yang dihasilkan menjadi sedikit kabur dan tidak jelas, sehingga
diputuskan hanya menggunakan perbesaran 500x saja sedangkan untuk melihat serat-serat mikrofobril pada selulosa bakteri, paling tidak harus digunakan
perbesaran hingga 5000x Freire
et. al
., 2011. Gambar 16.b menunjukkan bagian foto yang berwarna putih dan berbentuk
partikel kecil adalah partikel dari
chitosan
yang kurang terdispersi homogen saat melarutkan
chitosan
dan melapiskannya pada selulosa bakteri namun melalui hal ini dapat dibuktikan bahwa
chitosan
ini telah mampu melapisi selulosa bakteri. Selain itu jika dibandingkan dengan Gambar 16.a, maka Gambar 16.b memiliki
permukaan yang tidak sekasar permukaan dari Gambar 16.a, beserta tidak adanya bentuk berlekuk yang menyerupai serat seperti yang terdapat pada Gambar 16.a,
namun tetap masih memiliki sedikit lekukan-lekukan. Adanya sedikit lekukan- lekukan
pada foto
kemungkinan dikarenakan
membran selulosa
bakteri+gliserol+
chitosan
ini sedikit terlipat sebelum dianalisis dengan instrumen
SEM. Selain itu dari Gambar 16.b. tersebut tidak ditemukan adanya rongga- rongga kosong pada sampel sehingga hal ini dapat digunakan untuk membuktikan
bahwa adanya perubahan tekstur dari selulosa yang semula kasar menjadi selulosa bakteri+gliserol+
chitosan
lebih halus ini dikarenakan partikel-partikel
chitosan
ini telah mengisi rongga-rongga dan melapisi selulosa bakteri. Hal ini yang akan
menguatkan adanya perbedaan hasil pengamatan tekstur dari selulosa bakteri dan selulosa bakteri+gliserol+
chitosan
secara makroskopis dan organoleptis. Gambar 17 merupakan gambar hasil analisis morfologi permukaan SEM
dari selulosa bakteri beserta
chitosan
yang dilakukan oleh Zhijiang
et. al.
2011 serta
Eldin
et. al.
2008 dengan menggunakan perbesaran 5000x.
Gambar 17.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri
Gambar 17.b. Foto permukaan SEM membran
chitosan
Pada Gambar 17.a, dapat dilihat bentuk mikrofibril dari selulosa bakteri. Selain itu terlihat adanya rongga-rongga pada mikrofibril-mikrofibril dari selulosa
bakteri tersebut yang merupakan salah satu karakteristik dari selulosa bakteri. Pada Gambar 17.b, dapat dilihat bentuk permukaan dari membran
chitosan
dimana pada gambar tersebut terlihat bahwa permukaan dari membran
chitosan
ini sangat halus dan tidak kasar serta tidak nampak adanya rongga-rongga kosong seperti pada penampang permukaan dari selulosa bakteri.
Penampakan melintang dan menggunakan perbesaran 500x untuk sampel S dan SGK menghasilkan foto hasil analisis SEM seperti pada Gambar 18.
Gambar 18.a. Foto penampang melintang SEM selulosa bakteri
Gambar 18.b. Foto penampang melintang SEM SGK
Gambar 18.a menunjukkan hanya terdapat satu jenis lapisan dengan karakteristik yang sama, yaitu menyerupai mikrofibril-mikrofibril. Selain itu
terlihat juga adanya beberapa rongga-rongga yang menunjukkan bahwa kemungkinan mikrofibril dari selulosa bakteri ini tidak merata pembentukannya.
Gambar 18.b. menunjukkan adanya tiga lapisan dari SGK yang terdapat dalam gambar tersebut. Lapisan yang berada ditengah ini memiliki karakteristik
yang menyerupai dengan Gambar 18.a, sehingga dapat disimpulkan lapisan yang berada di tengah tersebut merupakan lapisan selulosa bakteri lalu kedua lapisan
yang berada di paling atas dan paling bawah dari gambar ini menunjukkan lapisan
chitosan
yang telah melapisi selulosa bakteri. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan satu sama lain antara lapisan yang paling atas dengan lapisan yang
paling bawah, hanya saja pada lapisan bagian bawah ini
chitosan
yang melapisi selulosa bakteri ini ketebalannya lebih banyak dibandingkan dengan lapisan yang
berada di bagian atas.
4. Analisis Sifat Mekanik