d.  Sirosis  merupakan  keadaan  kronis,  kondisi  irreversible  di  mana  struktur dari lobular normal telah digantikan dengan jaringan fibrosa dan regenerasi
nodul berasal dari hepatosit yang masih tersisa Kumar, Abbas, dan Aster, 2012.  Konsumsi  alkohol  merupakan  salah  satu  faktor  yang  dapat
meningkatkan  kematian  pada  pasien  sirosis  Rom  dan  Markowitz,  2007. Selain alkohol, sirosis dapat terjadi jika hati terinfeksi oleh virus atau karena
terpapar  pelarut  organic  Chiazz,  Ference,  dan  Wolf,  1980.  Beberapa penelitian  memperlihatkan  hasil,  adanya  peningkatan  morbiditas  pekerja
yang  terpapar  pelarut  organik  terus-menerus,  seperti  dimetilnitrosamin DMN, TNT, TCE, pestisida, dan hidrazin Dossing dan Skinhoj, 1985.
B. Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih yang tidak berwarna, mudah
menguap dengan bau yang kuat yang hampir sama dengan kloroform. CCl
4
apabila dipanaskan  dapat  teroksidasi  menjad  phosgene  yang  sifatnya  toksik  U.S.
Department of Health and Human Services Public Health Service, 1998. CCl
4
tidak larut dalam air namun, larut dalam pelarut seperti minyak, lemak, dan resin. Juga
CCl
4
stabil pada panas hingga 500°C Arora, 2006. Orang dewasa maupun anak- anak lebih rentan mengalami efek toksis dari CCl
4
pada hati. LD
50
oral untuk tikus yaitu 1,76 mlkg BB Cockerham dan Shane, 1993.
Induksi  kerusakan  hati  karena  keracunan  CCl
4
merupakan  salah  satu model  yang  paling  sering  digunakan  pada  studi  mengenai  hepatoprotektif
Dominguez, 2013. Hepatotoksisitas CCl
4
telah dilaporkan semenjak abad ke-20. Pada model penelitian hewan, perbedaan hepatotoksisitas tergantung dari umur dan
jenis  kelamin  hewan,  seperti  tikus  dewasa  punya  toksisitas  yang  lebih  tinggi dibanding  newborn  dan  tikus  jantan  lebih  beresiko  di  banding  tikus  betina
Wypych,  2001.  Model  pembelajaran  dengan  CCl
4
ini  dapat  membantu menjelaskan mengenai mekanisme kerja hepatotoksik seperti degenerasi melemak
steatosis,  fibrosis,  kematian  hepatoselular,  dan  karsinogenitas  Dominguez, 2013.
Senyawa  ini  bersifat  hepatotoksin,  dengan  mekanisme  aksi  CCl
4
akan diaktivasi  oleh  oleh  sitokrom  CYP  2E1,  CYP2B1  atau  CYP2B2,  dan  mungkin
CYP3A,  untuk  membentuk  trichloromethyl  radikal,  CCl
3
•.  Senyawa  radikal  ini dapat  berikatan  dengan  molekul  seluler  dalam  tubuh  asam  nukleat,  protein,  dan
lemak  dan  mengganggu  proses  metabolism  lipid  sehingga  akan  menyebabkan degenerasi lemak steatosis pada liver. Selain itu, CCl
3
• juga dapat bereaksi dengan oksigen  untuk  membentuk  triklorometilperoksi  CCl
3
OO•  radikal  senyawa  yang sangat reaktif, dan menghancurkan asam lemak polyunsaturated khususnya yang
berhubungan  dengan  fosfolipid.  Hal  ini  akan  mempengaruhi  permeabilitas mitokondria,  retikulum  endoplasma,  dan  membran  plasma  yang  akan
mengakibatkan  hilangnya  penyerapan  kalsium  dan  homeostasis.  Hal  inilah penyebab  kerusakan  sel  liver  yang  terjadi.  Beberapa  mekanisme  CCl
4
mampu menimbulkan  kerusakan  hati  dapat  dilihat  secara  lebih  rinci  pada  gambar  3
Weber, Boll, dan Stampfl, 2003.
Selain itu, CCl
4
dapat menyebabkan hypometliasi, pada bagian RNA, CCl
4
dapat menghambat sintesis protein. Pada bagian fosfolipid, CCl
4
dapat menghambat sekresi lipoprotein. Pada tingkat molekuler CCl
4
akan mengaktifkan tumor necrosis factor
TNF α, oksida  nitrat NO, dan mengubah faktor pertumbuhan α dan β dalam sel, sehingga akan mengarahkan sel terhadap kematian sel atau fibrosis. TNF
α akan bertanggungjawab ke arah apoptosis dan TGFs akan bertanggungjawab ke arah fibrosis Weber, Boll, dan Stampfl, 2003.
Gambar 3. Mekanisme CCl
4
Menginduksi Kerusakan Hati Weber, Boll, dan Stampfl, 2003
Dengan  mekanisme  CCl
4
dalam  mengakibatkan  steatosis,  penanda  atau marker
yang  menunjukan  adanya  steatosis  dapat  dilihat  pada  peningkatan  serum enzimologi. Serum enzim telah menjadi penanda kerusakan hati selama lebih dari
40 tahun yang lalu. Penggunaan serum enzim untuk menguji hepatotoksisitas harus menggunakan  test  enzim  yang  spesifik  pada  hati.  Contohnya  aspartate
aminotransferase,  alanine  aminotransferase,  laktat  dehidrogenase,  isocitric dehydrogenase,  dan  aldolase  ditemukan  dengan  konsentrasi  tinggi  di  hati,  otot,
miokardium,  ginjal,  dan  jaringan  lain  yang  dapat  merespon  kerusakan  dengan peningkatan  kadar  serum.  Kadar  aminotransferase  merupakan  pengukuran  yang
digunakan paling umum sebagai penanda kerusakan hati. Tabel I memperlihatkan derajat kerusakan yang ditimbulkan beberapa senyawa hepatotoksin, terutama CCl
4
Zimmerman, 1999.
Tabel I. Peningkatan relatif pada serum enzim pada kerusakan hati Zimmerman, 1999
C. Laktat Dehidrogenase