D. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida bertujuan untuk melihat dosis dari karbon tetraklorida yang mampu menimbulkan kerusakan hati berupa
degenerasi melemak steatosis. Menurut Janakat dan Al-Merie 2002 dosis karbon tetraklorida sebesar 2 mLKgBB mampu menginduksi kerusakan hati pada tikus.
Dosis tersebut mampu merusak sel-sel hati pada tikus yang ditunjukkan melalui peningkatan kadar ALT dan AST 3-4 kali tetapi tidak menimbulkan kematian pada
hewan uji.
2. Penetapan dosis fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga
tanarius L. Müll. Arg.
Tujuan penetapan dosis FHEMM adalah untuk menentukan tingkatan dosis FHEMM yang akan digunakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani
2011, konsentrasi tertinggi ekstrak metanol yang dapat dipejankan yaitu 384 mgml atau sehingga dosis maksimal yang dapat diberikan secara per oral kepada
tikus yaitu 3,84 gkgBB. Namun, penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan fraksi heksan etanol, maka dosis FHEMM yang akan diberikan pada tikus lebih
kecil daripada dosis ekstrak menurut literatur. Sebelum menentukan dosis FHEMM, terlebih dahulu dibuat larutan sediaan
FHEMM yaitu 600 mg FHEMM dalam 25 ml CMC-Na 1. Setelah itu dari konsentrasi larutan tersebut ditetapkan untuk dosis tertinggi akan diberikan 2 mL
larutan sediaan FHEMM, untuk dosis sedang akan diberikan 1 mL larutan sediaan
FHEMM, dan untuk dosis terendah akan diberikan 0,5 mL larutan sediaan FHEMM. Tiga peringkat dosis FHEMM yang akan dipejankan yaitu 34,28
mgkgBB sebagai dosis terendah FHEMM ; 68,57 mgkgBB sebagai dosis tengah FHEMM ; dan 137,14 mgkgBB sebagai dosis tertinggi FHEMM.
3. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penanda enzim yang spesifik untuk kerusakan hati merupakan ALT dan AST. Namun, selain kedua enzim tersebut, penanda lain seperti LDH, glutamate,
isositrat, dan malate dehydrogenase juga merupakan penanda pada kerusakan hati McClatchey, 2002. Aktivitas pada serum AST dan LDH akan cenderung
sejajarseimbang dengan aktivitas ALT pada kerusakan hati. Umumnya, enzim yang digunakan sebagai pengukuran yaitu AST karena LDH cenderung memiliki
variabilitas yang lebih besar. Peningkatan aktivitas serum AST yang disebabkan karena hepatotoksisitas biasanya kurang jelas jika dibandingkan peningkatan pada
aktivitas serum ALT Hayes, 2007. Penetapan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui efek
maksimal dari karbon tetraklorida terhadap peningkatan ALT dan AST tikus. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga
kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemejanan CCl
4
secara intraperitonial. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata dengan
pipa kapiler. Setelah pemejanan CCl
4
, pada jam ke-24 kadar ALT-AST mengalami peningkatan hingga 3-4 kali nilai normalnya, sedangkan pada jam ke-48 mengalami
penurunan pada kadar ALT-AST. Data primer yang didapat diuji dengan uji Saphiro-Wilk
dan hasilnya dapat dilihat di Tabel VII dan gambar 7. Tabel VII. Rata-rata aktivitas ALT pada tikus betina galur Wistar setelah
pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Waktu Pencuplikan jam Rata-rata aktivitas kadar ALT ± SE UL
66,8 ± 0,84 24
184,0 ± 16,49 48
62,3 ± 15,58 Keterangan. SE : Standar Error
Tabel VIII. Hasil uji Tuckey aktivitas ALT pada tikus betina galur Wistar
setelah pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Selang Waktu jam 24
48 BB
BTB 24
BB BB
48 BTB
BB Keterangan. BB : Berbeda Bermakna p0,05 dan BTB : Berbeda Tidak Bermakna
p0,05
Gambar 7. Diagram batang yang menunjukan aktivitas ALT pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Berdasarkan hasil yang didapatkan, aktivitas ALT pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl
4
pada 3 waktu pencuplikan menunjukan bahwa data terdistribusi secara normal sehingga analisis data dapat berlanjut ke uji One Way
ANOVA . Uji ANOVA merupakan uji statistik untuk melihat apakah tiap kelompok
memiliki perbedaan yang bermakna. Ketika melakukan uji One Way ANOVA, dapat juga dilakukan uji levene untuk melihat variansi dari tiap kelompok apakah sudah
homogen atau belum. Setelah dianalisis, aktivitas ALT memperlihatkan signifikansi sebesar 0,001 normalnya p0,05 yang artinya pada 3 kelompok waktu
pencuplikan ALT variansi antar data sudah homogen. Analisis kemudian dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD untuk mengetahui perbedaan kebermaknaan
setiap kelompok. Hasil dari uji Tuckey HSD dapat dilihat pada tabel VIII. Hasil analisis data menunjukan bahwa pada waktu pencuplikan darah ke-0
dan 24 mengalami perbedaan yang bermakna. Dari tabel VI dapat dilihat kenaikan aktivitas ALT yaitu sebesar 184,0 ± 16,49 UL. Aktivitas ALT pada jam ke-48
mengalami penurunan hingga 62,3 ± 15,58 UL. Penurunan ini menjadikan aktivitas ALT di jam ke-48 dan 0 mengalami perbedaan yang tidak bermakna, berarti saat
jam ke-48 kadar ALT mulai normal kembali. Selain ALT, orientasi dilakukan dengan mengukur kadar AST pada tikus
betina galur Wistar yang terinduksi CCl
4
. Hasil pengukuran kadar AST dan analisis statistiknya dapat dilihat pada tabel IX dan gambar 8.
Tabel IX. Rata-rata aktivitas AST pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Waktu Pencuplikan jam Rata-rata aktivitas kadar AST ± SE UL
154,20 ± 2,08 24
669,57 ± 8,37 48
197,73 ± 9,55 Keterangan. SE : Standar Error
Tabel X. Hasil uji Tuckey aktivitas AST pada tikus betina galur Wistar setelah
pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Selang Waktu jam 24
48 BB
BB 24
BB BB
48 BB
BB Keterangan. BB : Berbeda Bermakna p0,05 dan BTB : Berbeda Tidak Bermakna
p0,05
Gambar 8. Diagram batang yang menunjukan aktivitas AST pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Shapiro-Wilk pada aktivitas AST tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl
4
pada 3 waktu pencuplikan menunjukan bahwa data terdistribusi normal pada jam ke-24 dengan signifikansi
0,537 ; 0,053 ; 0,532 p0,05 sehingga analisis yang dilakukan selanjutnya yaitu dilakukan uji Oneway ANOVA untuk melihat perbedaan antar kelompok dan uji
levene untuk melihat variansi antar kelompok. Hasil uji levene menunjukkan bahwa
diasumsikan variansi antar sama sehingga uji dilanjutkan menggunakan posthoc Tuckey
untuk melihat kebermaknaan data yang dapat dilihat pada tabel X. Hasil analisis data menunjukan bahwa pada waktu pencuplikan darah ke-0,
24, dan 48 mengalami perbedaan yang bermakna. Dari tabel IX dapat dilihat kenaikan aktivitas AST yaitu sebesar 669,57 ± 8,37 UL. Aktivitas AST pada jam
ke-48 mengalami penurunan hingga 197,73 ± 9,55 UL. Purata aktivitas AST pada waktu pencuplikan darah jam ke-0 sebesar 154,20 ± 2,08 UL juga mengalami
perbedaan yang bermakna dengan purata aktivitas AST pada jam ke 48. Namun, dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa adanya peningkatan aktivitas AST
pada jam ke-24 setelah induksi CCl
4
dan penurunan aktivitas AST pada jam ke-48 yang mendekati angka normal AST. Hal ini mengindikasikan pada jam ke-48 kadar
AST mulai kembali normal secara perlahan. Berdasarkan hasil orientasi, CCl
4
memberikan efek hepatotoksik secara maksimal pada jam ke-24 dibandingkan jam ke-48, oleh karena itu waktu
pencuplikan darah pada penelitian ini akan dilakukan di jam ke-24 setelah
pemberian CCl
4
karena pada jam ke-24 kadar ALT-AST mengalami peningkatan yang signifikan yang menandakan adanya kerusakan hati.
E. Pengukuran Kadar LDH