9
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hati 1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati, yang merupakan organ terbesar di tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah “pabrik kimia” yang memproduksi, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan zat hasil metabolisme. O’Connell, Bare, Hinkle, dan Cheever, 2010. Hati terletak di belakang tulang rusuk di bagian kanan atas rongga perut,
yang berfungsi sebagai protective barrier. Dengan massa 2-3 dari total berat badan orang dewasa atau 5 dari total berat badan pada anak-anak menjadikan hati
sebagai organ terbesar dalam tubuh dengan berat ± 1500 g Palmer, 2004. Hati berwarna merah kecoklatan. Hati dilapisi oleh kapsul fibrosa Moini,
2015. Hati terdiri dari 2 bagian yang disebut sebagai lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri, di mana lobus kanan lebih besar dari lobus kiri Gambar 1. Lobus kiri
hanya seperlima dari ukuran lobus kanan Palmer, 2004. Lobus di liver tersusun dari banyak unit fungsional yang kita sebut lobulus Rizzo, 2015 Hati dilintasi
oleh pembuluh darah dan saluran-saluran khusus yang disebut saluran empedu. Suplai darah melalui saluran empedu memiliki 2 saluran utama yaitu vena portal
dan arteri hepatik. Sel yang membentuk organ hati diketahui sebagai hepatosit. Di bawah hati terdapat organ yang berbentuk seperti buah pir yang disebut kantung
empedu. Fungsi utamanya untuk menyimpan empedu Palmer, 2004.
Gambar 1. Lobus Hati dan Empedu Secara Umum O’Connell, et al., 2010
Sirkulasi darah keluar dan masuk ke dalam hati merupakan salah satu fungsi utama hati. Sirkulasi darah dalam hati terbagi menjadi 2 jalur utama. Sekitar
80 darah masuk dari vena portal, yang mengalir dari saluran pencernaan dan kaya akan nutrisi namun kekurangan oksigen. Sedangkan sisanya akan masuk melalui
arteri hepatik dan kaya akan oksigen O’Connell, et al., 2010. Hati akan menerima darah 1500 mL darahmenit, dimana terbagi menjadi :
a. Arteri hepatik, yang merupakan cabang dari batang celiac, memberikan sekitar 20-25 300-400 mL menit dari jumlah darah yang
dibutuhkan oleh hati. b. Vena portal yang mendapatkan darah dari mesenteric dan splenic, akan
memberikan sekitar 75-80 1100-1200 mLmin dari total kebutuhan darah Khurana, 2012
Sebagai tambahan hepatosit, sel fagosit termasuk dalam sistem retikuloendotelial yang ada di hati Gambar 2. Pada hati, sel seperti ini disebut sel
Kupffer. Sebagai fagosit yang paling umum, fungsi utama sel Kupffer adalah untuk menelan benda asing misalnya, bakteri yang masuk ke hati melalui pembuluh
darah. Saluran empedu terkecil, disebut kanalikuli, berada di antara lobus hati. Kanalikuli akan menerima sekresi dari hepatosit dan membawa mereka ke saluran
empedu yang lebih besar, dan berakhir di saluran h ati O’Connell, et al., 2010.
Gambar 2. Penampang Lobulus Hati dan Bagiannya O’Connell, et al., 2010
Hati memiliki beberapa fungsi biokimia. Fungsi-fungsinya yaitu : a. Fungsi sekresi. Sel-sel hati bertindak sebagai kelenjar eksokrin dan secara terus-
menerus memproduksi empedu, di mana empedu penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak.
b. Fungsi metabolisme. Hati merupakan organ utama dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, hati juga mengambil peranan dalam
metabolisme vitamin dan mineral pada batas tertentu. Peranan yang diberikan hati pada metabolisme :
1. Karbohidrat. Hati mempunyai 3 peranan dalam metabolisme karbohidrat :
a. Hati dapat bertindak sebagai glucostat melalui 3 cara yaitu glycogenesis
pembentukan glikogen oleh glukosa dan disimpan dalam hati, glycogenolysis memecah glikogen menjadi glukosa, dan
glucogenesis glukosa yang terbentuk dari sumber non-karbohidrat.
b. Hati merupakan organ untuk metabolisme hati yang paling utama karena mempunyai enzim alcohol dehydrogenase.
c. Hati dapat mengkonversi monosakarida seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa.
2. Lemak. Metabolisme lemak yang terjadi di hati meliputi degradasi dan sintesis. Hati memiliki enzim lipoprotein lipase yang dapat menghidrolisis
trigliserid, kolesterol, dan fosfolipid menjadi asam lemak. Pada sisi sebaliknya, hati dapat mensintesis karbohidrat menjadi trigliserid,
kolesterol dan fosfolipid disintesis dari asam lemak bebas, asam lemak jenuh disintesis melalui siklus Kreb di mitokondria dan lipoprotein seperti
HDL, LDL, VLDL, dan chylomicron juga disintesis di hati. 3. Protein. Dalam tubuh, terjadi pemecahan dan resintesis protein sekitar 80-
100 gram protein jaringan per hari dan 50 sekitar 40-50 g terjadi di hati. c. Fungsi detoksifikasi dan proteksi. Sel Kupffer secara efisien mampu
menghilangkan bakteri atau benda asing lainya yang ada di sirkulasi. Hal ini merupakan tindakan pembersihan yang dilakukan oleh darah di hati. Hati
mampu untuk mendetoksifikasi obat dengan oksidasi hidrolisis reduksi konjugasi dan akan dieksresikan melalui empedu.
d. Fungsi penyimpanan. Hati dapat menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen, vitamin B12, dan vitamin A. Liver bertindak sebagai buffer zat besi darah dan
penyimpanan zat besi. Hati mampu menyimpan 60 zat besi dalam bentuk ferritin dan yang sebagian dalam bentuk haemosiderin.
e. Fungsi eksresi. Beberapa zat tertentu hanya bisa diekskresikan di hati, seperti zat warna bromsulphthalein BSP yang hanya bisa dieksresikan melalui sel hati
f. Fungsi sintesis, hati merupakan tempat untuk mensintesis plasma protein, faktor koagulasi darah konversi pre-protombin menjadi protombin aktif, produksi
fibrinogen, faktor V, VII, IX, dan X, enzim ALP, SGPT, SGOT, serum isositrat dehidrogenase, urea, dan kolesterol.
Khurana, 2012
2. Kerusakan hati
Resiko klinis yang paling parah dari penyakit hati yaitu terjadinya gagal hati. Gagal hati merupakan titik akhir kerusakan hati sebagai bagian dari penyakit
hati kronik. Umumnya sekitar 80-90 fungsi hati sudah mulai berkurang setengah sebelum munculnya gagal hati Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007. Senyawa
toksis dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit. Jenis kerusakannya dikategorikan menjadi :
a. Perlemakan hati steatosis. Liver steatosis didefinisikan sebagai kondisi di mana ditemukannya droplet lemak tunggal dalam ukuran kecil atau sedang,
yang tersebar pada sel hati dan mengandung lemak 3-10 dari berat total hati. Sedangkan fatty liver didefinisikan sebagai kondisi ketika lemak yang
tersimpan di hati 10 dari berat hati, di mana 50 hepatositnya berisi droplet lemak dengan ukuran yang berbeda kecil, sedang atau besar
Kuntz dan Kuntz, 2009. Peningkatan serum konsentrasi enzim pada hepatosit alkalin fosfatase, aspartat aminotransferase, alanin transferase
dapat mengindikasikan adanya akumulasi lemak di hati Engelking, 2014. b. Nekrosis. Nekrosis hati dapat muncul dan menjadi tahapan sekunder untuk
proses kerusakan hati seperti inflamasi dan neoplasia hati, di mana nekrosis hati dapat dikaitkan dengan hepatotoksin Tams, 2003. Nekrosis hati
ditandai oleh respon seluler nekrosis. Ketika ada suatu agen yang merangsang sistem imun atau racun masuk dalam hati, sel-sel hati akan
mengalami apoptosis dengan sel pyknotic dengan bantuan eosinofil. Sel-sel yang lain akan mengalami pembengkakan dan dapat meledak, kejadian
inilah yang disebut degenerasi hidrofik Shaffer, 2004. Nekrosis dapat disebabkan oleh alkohol, CCl
4
, brombenzena, dan berilium Duffus dan Worth, 1996.
c. Kolestatis adalah gangguan sekresi empedu yang biasanya ditandai dengan berkurangnya aliran empedu dan retensi konstituen empedu di darah, hati,
serta organ dan jaringan ekstrahepatik Monga, 2010. Kolestatis dapat disebabkan oleh induksi obat-obatan atau bahan kimia, adanya infeksi yang
menyebabkan kerusakan hati, kerusakan secara fisik pada saluran empedu, atau adanya kelainan genetik Davit, Gonzales, Baussan, dan Jacquemin,
2009 Indentifikasi awal dari kolestatis yaitu adanya peningkatan serum alkalin fosfatase dan bilirubin Carey dan Lindor, 2014.
d. Sirosis merupakan keadaan kronis, kondisi irreversible di mana struktur dari lobular normal telah digantikan dengan jaringan fibrosa dan regenerasi
nodul berasal dari hepatosit yang masih tersisa Kumar, Abbas, dan Aster, 2012. Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kematian pada pasien sirosis Rom dan Markowitz, 2007. Selain alkohol, sirosis dapat terjadi jika hati terinfeksi oleh virus atau karena
terpapar pelarut organic Chiazz, Ference, dan Wolf, 1980. Beberapa penelitian memperlihatkan hasil, adanya peningkatan morbiditas pekerja
yang terpapar pelarut organik terus-menerus, seperti dimetilnitrosamin DMN, TNT, TCE, pestisida, dan hidrazin Dossing dan Skinhoj, 1985.
B. Karbon Tetraklorida