Tabel VI. Komposisi dan Konsentrasi reagen LDH-L Komposisi
Konsentrasi
Tris Buffer 100 mmolL
NAD 7 mmolL
Lithium Lactate 50 mmolL
KCl 120 mmolL
Thermo Scientific
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, mesin penyerbuk, ayakan, oven, stopwatch, erlenmeyer, beaker glass, corong Buchner,
gelas ukur, labu alas bulat, cawan porselen, penangas air, kain mori, kertas saring, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®, timbangan analitik
Mettler Toledo®, rotary evaporator, spuit injeksi per oral dan syringe 3 cc Terumo®, pipa kapiler, dan moisture balance.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg.
Determinasi dilakukan pada tanggal 28 Juli 2015 dengan melakukan pengamatan langsung pada tanaman Macaranga tanarius L. Müll. Arg. yang
didapatkan dari pohon Macaranga tanarius L. Müll. Arg. di Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Pengamatan dilakukan di bagian Biologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. yang masih segar, berwarna hijau, dan tidak busuk yang dipetik dari
lingkungan sekitar Paingan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Pengumpulan daun Macaranga tanarius
L. Müll. Arg. dilakukan pada Juni 2015 pada pukul 09.00 hingga 12.00.
3. Pembuatan serbuk daun
Daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. dipetik dari lingkungan sekitar Paingan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Daun yang di ambil adalah daun
yang masih segar, berwarna hijau, tidak busuk,dan tidak terlihat sakit. Pengumpulan daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. dilakukan di bulan
Juni 2015 sekitar pukul 09.00 – 12.00 WIB. Setelah didapatkan daun yang
sesuai untuk penelitian, daun-daun tersebut di cuci bersih dengan air mengalir. Menurut Frazier 1978, pencucian satu kali dapat menghilangkan 25 dari
umlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42 dari jumlah mikroba awal. Setelah itu
dikeringkan dalam oven pada suhu 30°C selama 24 jam sampai 48 jam hingga daun benar-benar kering, tandanya yaitu daun mudah meremah atau patah bila
di diremas. Setelah itu daun dihancurkan dengan tangan dan di haluskan dengan blender. Selanjutnya, serbuk yang telah halus diayak menggunakan
ayakan nomor 50.
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun Macaranga tanarius L. Müll.
Arg.
Serbuk kering daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian
diratakan. Bobot serbuk kering daun tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum
pemanasan bobot A, setelah itu dipanaskan pada suhu 110°C. Serbuk kering daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. yang sudah dipanaskan ditimbang
kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan bobot B. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang
merupakan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. [
� �
� � �
− �
� � ℎ � �
� � �
� ]
5. Pembuatan ekstrak metanol serbuk daun Macaranga tanarius L. Müll.
Arg.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 40 g serbuk daun Macaranga tanarius
L. Müll. Arg. direndam dalam 200 mL pelarut metanol 50 pada suhu kamar selama 1x24 jam. Tujuan dilarutkan dalam pelarut
metanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil
maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner, yang dilapisi kertas saring, sehingga diperoleh filtrat. Filtrat hasil saringan dipindahkan
dalam labu alas bulat untuk diuapkan dengan rotary evaporator dengan kecepatan 140 rpm dan suhu 70°C. Tujuan penggunaan rotary evaporator
yaitu mempercepat penguapan pelarut sehingga didapatkan ekstrak Macaranga tanarius
L. Müll. Arg. yang memiliki senyawa yang diharapkan. Rotary evaporator
mampu mempercepat penguapan karena adanya perbedaan suhu dan tekanan di luar labu dengan di dalam labu. Suhu di luar labu akan
lebih rendah daripada suhu di dalam labu, sedangkan tekanan di luar labu akan lebih tinggi daripada tekanan di dalam labu. Hasil evaporasi dituangkan dalam
cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang
berisi larutan hasil evaporasi dipanaskan di atas waterbath dengan suhu 80
o
C untuk mendapatkan ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg.
yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap. Menghitung rata- rata rendemen FHEMM kental yang telah diperoleh.
6. Pembuatan fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L.
Müll. Arg.
Fraksi dibuat secara maserasi menggunakan pelarut heksan etanol dengan perbandingan heksan etanol yqang digunakan yaitu 50 : 50. Ekstrak
dilarutkan dengan perbandingan ekstrak : pelarut 1:5. Selanjutnya dilakukan fraksinasi dengan heksan etanol dan dimaserasi 24 jam menggunakan shaker
dengan kecepatan 140 rpm. Selanjutnya fraksi difiltrasi di oven pada suhu 50°C
hingga terbentuk fraksi kering. 7.
Pembuatan larutan CMC 1 sebagai pelarut fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun
Macaranga tanarius L. Müll. Arg.
Ditimbang sebanyak 5,0 gram CMC, kemudian dikembangkan menggunakan aquadest 300,0 mL dan didiamkan selama 24 jam hingga CMC
mengembang. Larutan tersebut kemudian diadd dengan aquadest hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.
8. Pembuatan larutan sediaan fraksi heksan etanol esktrak metanol daun
Macaranga tanarius L. Müll. Arg.
Larutan sediaan FHEMM dibuat dengan menimbang 600 mg FHEMM kental kemudian melarutkannya dengan 20 ml CMC 1 dalam gelas beaker.
Larutan tersebut kemudian didegasing selama ± 30 menit, kemudian ditambahkan dengan CMC 1 hingga 25 mL pada labu ukur 25 mL.
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Larutan CCl
4
dibuat dengan melarutkan CCl
4
dengan olive oil, dengan perbandingan volume 1:1.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida. Menurut Janakat dan Al- Merie 2002 dosis karbon tetraklorida sebesar 2 mLKg BB menginduksi
kerusakan hati pada tikus betina galur Wistar. Dosis tersebut mampu merusak sel-sel hati pada tikus betina yang ditunjukkan melalui peningkatan
kadar ALT dan AST 3-4 kali tetapi tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.
b. Penetapan dosis fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius
L. Müll. Arg. Penetapan dosis dilakukan dengan membuat
terlebih dahulu larutan sediaan FHEMM, di mana fraksi kering Macaranga tanarius
L. Müll. Arg. ditimbang seksama 600 mg dan dilarutkan pada 25
ml larutan CMC-Na 1 dengan BB tikus maksimal 350 gram. Kemudian dibuatlah 3 peringkat dosis dari konsentrasi tersebut, di mana dosis tertinggi
diberikan 2 mL dari konsentrasi larutan, dosis sedang diberikan 1 mL, dan
pada dosis terendah akan diberikan 0,5 mL dengan faktor kelipatan peringkat dosis 2. Sehingga perhitungan dosisnya yaitu :
1 Dosis terendah volume pemberian 0,5 mL D x BB = V x C
D =
, �
00�� 2
�
= 0,03428 mgg BB = 34,28 mgkgBB 2 Dosis sedang volume pemberian 1 mL
D x BB = V x C D =
, �
00�� 2
�
= 0,06857 mgg BB = 68,57 mgkgBB 3 Dosis tertinggi volume pemberian 2 mL
D x BB = V x C D =
, �
00�� 2
�
= 0,13714 mgg BB = 137,14 mgkgBB c. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah
ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemejanan CCl
4
. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan
melalui pembuluh sinus orbitalis mata kemudian diukur kadar serum ALT dan AST-nya.
11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji tikus betina galur Wistar dibagi acak menjadi 6 kelompok, masing- masing 5 ekor. Pengelompokan hewan uji adalah sebagai berikut :
a. Kelompok I kelompok kontrol CMC. Perlakuan dilakukan secara peroral dan diberikan larutan CMC. Pada jam ke-6 setelah pemberian CMC,
diambil darahnya untuk penetapan aktivitas LDH.
b. Kelompok II kelompok kontrol CCl
4
. Perlakuan dilakukan secara peroral dan diberikan larutan CCl
4
dengan dosis 2 mLkgBB yang telah dilarutkan olive oil
. Pada jam ke-24 setelah pemberian CCl
4
, diambil darahnya untuk
penetapan aktivitas ALT-AST.
c. Kelompok III kelompok kontrol dosis III tanpa pemberian CCl
4
. Perlakuan dilakukan peroral dan diberikan sediaan FHEMM dengan dosis
137,14 mgkgBB. Pada jam ke-6 setelah pemberian FHEMM, diambil
darahnya untuk penetapan aktivitas LDH.
d. Kelompok IV merupakan kelompok dosis terkecil FHEMM yaitu 34,28 mgkgBB kemudian diberikan CCl
4
2 mLkgBB yang dilarutkan dalam olive oil
secara intraperitonial.
e. Kelompok V merupakan kelompok dosis terkecil FHEMM yaitu 68,57 mgkgBB kemudian diberikan CCl
4
2 mLkgBB yang dilarutkan dalam olive oil
secara intraperitonial.
f. Kelompok VI merupakan kelompok dosis terkecil FHEMM yaitu 137,14 mgkgBB kemudian diberikan CCl
4
2 mLkgBB yang dilarutkan dalam olive oil
secara intraperitonial.
Kelompok perlakuan IV, V, dan VI dilakukan secara peroral kemudian diberikan CCl
4
6 jam setelah pemberian sediaan FHEMM. Pada jam ke-24
setelah pemberian CCl
4
, semua kelompok diambil darahnya untuk
penetapan aktivitas LDH. 12.
Pengukuran kadar LDH
Pengukuran sampel darah dan penetapan aktivitas serum LDH dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil