Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT

TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI

KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh SUSI ERAWATI NIM : 1111104000016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(3)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVRSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2015

Susi Erawati, NIM: 111110400016

Public Knowledge Level of Basic Life Support (BLS) in South Jakarta Administration City

xxvi + 75 pages + 15 tables + 4 scheme + 5 attachments

ABSTRACT

Basic Life Support (BLS) is crucial to save lives when cardiac arrest occurs. Incidence of Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) in the last three years in Asia-Pacific countries which Indonesia as a member that many as 60,000 cases. Survival is much more likely when OHCA’s victims receive Cardiopulmonary Resusciation (CPR) immediately from general public until medical team arrived. Therefore knowledge’s general public about basic life support is essential for research where knowledge is the domain in shaping one's actions. The aim is to describe level of knowledge of the general public in South Jakarta area on Basic Life Support (BLS). This study conducted on 246 respondents using a questionnaire designed by the American Heart Association, 2010. The results showed that knowledge level of public in South Jakarta about basic life support is good (52.8%). The level of knowledge is based on the characteristics of middle adulthood respondents (66.67%), female gender (56.83%), and primary school (81.48%) have a good knowledge. In general, respondents also have a good knowledge about the definition of BHD, danger theory, theories call for help, Only CPR techniques, and theories when to stop CPR. The public is expected to offset the knowledge possessed by improving skills in performing basic life support, one of them with periodical training, furthermore local Health Departement can facilitate this.

Keywords: Science, Society, Basic Life Support, Cardiac Pulmonary Resuscitation


(4)

iv Skripsi, Juli 2015

Susi Erawati, NIM: 111110400016

Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan

xxvi + 75 halaman + 15 tabel + 4 skema + 5 lampiran ABSTRAK

Bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung (cardiac arrest). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus. Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander (masyarakat awam) sembari menungu tim medis datang. Oleh karena itu pengetahuan pada masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar merupakan hal yang penting untuk diteliti dimana pengetahuan merupakan domain dalam membetuk tindakan seseorang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yang dilakukan pada 246 responden dengan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan American Heart Association 2010. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar baik (52,8%). Tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden didapatkan dewasa tengah (66,67%), jenis kelamin perempuan (56,83%), dan latar belakang pendidikan SD/sederajat (81,48 %) memiliki pengetahuan yang baik. Secara umum responden juga memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD, teori danger, teori call for help, teknik CPR Only, dan teori saat untuk menghentikan RJP. Masyarakat diharapkan dapat mengimbangi pengetahuan yang dimiliki dengan meningkatkan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar salah satunya dengan mengikuti pelatihan secara berkala, selain itu diharapkan Dinas Kesehatan setempat dapat memfasilitasi hal tersebut.

Kata kunci : Pengetahuan, Masyarakat, Bantuan Hidup Dasar, Resusitasi Jantung Paru


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

Nama : SUSI ERAWATI

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 25 Oktober 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Kramat No.8 RT 001/02

Kel. Grogol Selatan Kec. Kebayoran Lama Kota Administrasi Jakarta Selatatan

Kode pos 12220

HP : 085853639034

E-mail : susierawati@ymail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Imu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Budi Pangerti Grogol Selatan 1998-1999

2. Sekolah Dasar Negeri Grogol Selatan 04 Petang 1999-2005 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 48 Jakarta 2005-2008 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 29 Jakarta 2008-2011 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang ORGANISASI


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan”.

Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai sarana belajar menjadi peneliti, serta merupakan aplikasi dari ilmu-ilmu yang telah dipelajari selama kuliah.

Penulis telah berupaya menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi, sistematik, dan insya Allah mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari penyajian skripsi ini masih belum sempurna, hal tersebut didasari pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis yang belum luas dan perlu banyak belajar. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.


(10)

x penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR.H.Arif Sumantri,S.KM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Maulina Handayani.S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Ernawati,S.Kp,M.kep,Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jamaludin, S.Kp,M.Kep dan Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM selaku Dosen Pembimbing, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan waktu dan ilmunya dalam proses penyusunan proposal skripsi ini.

4. Ibu Maulina Handayani,S.Kp,M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan arahan selama proses perkuliahan.

5. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di Lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah membantu dalam pengadaan referensi sebagai bahan rujukan proposal skripsi.

7. Orang tua saya, Bpk. Parmin dan Ibu Sunarti yang telah menuntun saya hingga saat ini, kakak saya Sertu. Agus Setyawan yang senantiasa


(11)

xi

memberikan semangat dan bimbingannya kepada saya,dan sepupu saya Desy Tia Wahyuni yang senantiasa menemani dalam masa-masa sulit ketika penyusunan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan saya di PSIK 2011 dan terkhusus untuk Widiany Nurrahmah, Ratna Sari, Rifka Triasari, Tristi Agustin, Suci Rahma Wardani, Dina Setya Rahma Kelrey, Ita Samtasiyah, dan Lilis Zuhriyah yang telah menghibur, memberikan inspirasi, dan memberikan semangat selama proses perkuliahan hingga saat ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Juli 2015


(12)

xii

Halaman Judul ... i

Lembar Pernyataan ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ... ii

Lembar Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Pernyataan Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Singkatan ... xvii

Daftar Gambar ... xviii

Daftar Tabel ... xviii

Daftar Lampiran ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 7

1.Tujuan Umum ... 7

2.Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8


(13)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Pengetahuan ... 10

1.Definisi ... 10

2.Tingkat Pengetahuan ...……….. 11

B. Masyarakat ... 13

1.Definisi Masyarakat ... 13

2.Masyarakat sebagai first responder ... 13

C. Bantuan Hidup Dasar ... 14

1.Definisi Bantuan Hidup Dasar ... 14

2.Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar ... 15

3.Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010. ... 16

4.Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010 ... 18

5.Saat Untuk Mengehentikan RJP Menurut Pro Emergency (2011) ... 20

6.Komplikasi yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011) .. 21

7.Posisi Pemulihan ... 21

8.Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007 ... 23

D. Penelitian Terkait ... 25

E. Kerangka Teori ... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 29

A. Kerangka Konsep ... 29


(14)

xiv

A. Desain Penelitian ... 34

B. Lokasi dan Waktu Peneltian ... 34

C. Populasi dan Sampel ... 35

1.Populasi ... 35

2.Sampel ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 37

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

1.Uji Validitas ... 38

2.Uji Reliabilitas ... 41

F. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 42

G. Etika Penelitian ... 44

H. Pengolahan Data ... 45

I. Analisis Data ... 46

J. Penyajian Data ... 47

BAB V HASIL PENELITIAN ... 48

A. Karakteristik Responden ... 48

1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan ... 48

2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan ... 48

3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan ... 49

4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar ... 50

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) .. 50

C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) berdasarkan Karakteristik Responden ... 51


(15)

xv

1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan

Usia ... 51

2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

3. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 53

D. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan tentang Teori BHD ... 53

1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD ... 54

2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger ... 55

3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help ... 55

4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) .. 56

5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP .. 56

BAB VI PEMBAHASAN ... 58

A. Gambaran Karakteristik Masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 58

1. Usia ... 58

2. Jenis Kelamin ... 59

3. Tingkat Pendidikan ... 60

4. Sumber Informasi yang Digunakan ... 60

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) .. 61

C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat ... 63

1. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Usia .... 63

2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

3. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 65


(16)

xvi

3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help ... 68

4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) .. 69

5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP . 69 E. Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB VII PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

1. Bagi Masyarakat ... 74

2. Bagi Dinas Kesehatan Setempat ... 74

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A-B-C : Airway-Breathing-Circulation AED : Automated External Defibrillator AHA : American Heart Association BHD : Bantuan Hidup Dasar BIN : Badan Inteligen Negara BLS : Basic Life Support

C-A-B : Circulation-Airway-Breathing CPR : Cardiopulmonary Resuscitation KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana OHCA : Out-of-hospital Cardiac Arrest PMR :Palang Merah Remaja

RJP : Resusitasi Jantung Paru

ROSC : Return of Spontaneous Circulation SCA : Sudden Cardiac Arresst

Satpol PP : Satuan Polisi Pamong Praja SAR : Search and Rescue

UIN : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

UK : United Kingdom

UU : Undang-undang


(18)

xviii

Gambar 2.1: Algoritma bantuan hidup dasar dewasa untuk umum 19

Gambar 2.2: Recovery Position 22

Gambar 2.3: Kerangka Teori 28

Gambar 3.1: Kerangka Konsep 29

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel 30

Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen BHD 37

Tabel 4.2 Interpretasi koefisioen reliabilitas 0-1 42

Tabel 5.1 Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan 48

Tabel 5.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan 48

Tabel 5.3 Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan 49

Tabel 5.4 Sumber Informasi tentang BHD 50

Tabel 5.5 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD 50

Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia 51

Tabel 5.7 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin 52

Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir 53

Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD 54

Tabel 5.10 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger 55

Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help 55 Tabel 5.12 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) 56 Tabel 5.13 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP 56


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2. Izin Pengambilan Data dan Penelitian Lampiran 3. Uji validitas isi (Content Validity) Lampiran 4. Kuesioner Penelitian


(20)

1 A. Latar Belakang

Penyakit jantung merupakan pembunuh terbesar nomer satu di dunia (WHO,2012). Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung (RISKESDAS,2013). Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7.4 juta pada tahun 2012 (WHO, 2015). Penyakit jantung koroner (PJK) atau disebut penyakit arteri koroner dapat menyebabkan masalah listrik yang menyebabkan SCA (Sudden Cardiac Arrest) (National Heart Lung and Blood Institute,2011). Sebagian besar kasus cardiac arrest terjadi pada orang yang memiliki penyakit arteri koroner (Mayo Clinic,2012). Penyakit arteri koroner adalah penyebab paling umum dari SCA pada orang berusia lebih dari 35 tahun (Uscher,2014).

Prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Sedangkan prevalensi penyakit

jantung koroner di DKI Jakarta sebesar 0,7 persen pada umur ≥ 15 tahun

dimana Jakarta Selatan sebesar 0,6 persen berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter dan sebesar 2,0 persen (tertinggi pertama di DKI Jakarta) berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala (RISKESDAS DKI Jakarta, 2013). Artinya resiko terjadinya cardiac arrest karena penyakit jantung koroner cukup tinggi khususnya di wilayah Jakarta Selatan.


(21)

2

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung. Cardiac arrest terjadi ketika malfungsi sistem listrik jantung. Pada cardiac arrest kematian terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar. Hal ini mungkin disebabkan oleh tidak normal, atau tidak teratur, irama jantung (disebut aritmia) (American Heart Association,2014).

Setiap tahun, layanan gawat darurat medis mengkaji adanya lebih dari 420.000 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di Amerika Serikat (American Heart Association,2014). Pada tahun 2013 Layanan Medis Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of-hospital cardiac arrest (OHCA) (British Heart Foundation,2015). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus (Hock,2014). Sedangkan insiden cardiac arrest di Indonesia belum didapatkan data yang jelas.

Sekitar 80% dari OHCA terjadi di rumah dan 20% di tempat umum. Hanya sekitar 20% berada dalam 'irama shockable' (yaitu dapat diobati dengan defibrilasi) pada saat EMS tiba. Ada banyak kasus OHCA yang terjadi namun EMS tidak mencoba resusitasi karena pada saat kedatangan, mereka menilai korban berada di luar resusitasi. Hal ini karena korban telah meninggal selama beberapa jam, atau telah mengalami trauma yang parah yang tidak kompatibel dengan kehidupan, atau karena


(22)

kesempatan untuk memulai resusitasi tidak diambil lebih cepat sementara EMS sedang dalam perjalanan. Jika bystander (pengamat atau masyarakat awam) memiliki kepercayaan diri dan keterampilan untuk memanggil 999 (Emergency Call di Inggris) lebih cepat, memberikan resusitasi kardiopulmoner yang efektif (CPR) sampai EMS tiba, dan saat yang tepat menggunakan defibrilator akses publik, jumlah kasus di mana EMS bisa mencoba resusitasi akan meningkat. (NHS England,2015)

Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander . Oleh karena itu menghubungi Emergency Call dan CPR yang diberikan segera oleh bystander dapat meningkatkan jumlah orang yang diberi kesempatan bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan beberapa data yakni: angka korban OHCA yang selamat oleh bystander sebesar 31,7 persen (Sudden Cardiac Arrest Foundation,2015). Sedangkan menurut American Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban OHCA .terselamatkan setelah dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh bystander (American Heart Association,2015).

Frame menyatakan bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus diberikan pada korban-korban yang mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD (Frame, 2010). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan


(23)

4

pengetahuan tetap berjalan. (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2011).

Sering kali, bystander mungkin enggan untuk menawarkan bantuan terutama CPR, karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang "salah", mereka kemudian akan dituntut atau digugat untuk luka (meskipun tidak disengaja) atau kematian. Penundaan yang dihasilkan dalam perawatan darurat dapat menjadi faktor penentu dalam kelangsungan hidup korban, dan di sebagian besar negara, penundaan ini benar-benar tidak beralasan.

“Good Samaritan Law” akan dikenakan pada seseorang yang memberikan

bantuan (seperti pertolongan pertama, CPR, atau penggunaan AED) dalam keadaan darurat kepada orang yang terluka dalam kapasitas sukarela, tanpa mengharapkan kompensasi moneter, dan bukan dari penyelamat profesional atau profesional medis. Sebagian besar negara memiliki versi hukum di tempat, dengan beberapa variasi dalam rincian (CPR Seattle,2015).

Hukum di Indonesia terkait kewenangan memberikan resusitasi jantung paru atau bantuan hidup dasar oleh masayarakat awam belum tersusun dengan baik, namun dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia ada beberapa pasal yang mencakup aspek tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar hukum dalam melakukan resusitasi jantung paru yakni Pasal 531 KUH Pidana menyatakan: "Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan


(24)

mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)

Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memberikan bantuan hidup dasar sudah pernah diteliti oleh Nurchayati dkk, 2006. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan ipteks dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat masyarakat nelayan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian tersebut terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat setelah dilakukan penerapan ipteks. Terdapat 24 nelayan (41,37%) yang sudah menyebarkan ilmu yang didapat dalam pendidikan kesehatan kepada keluarganya dan 13 kapal nelayan yang melaut (17,33%) minimal ada satu orang awak yang mengetahui tentang pemberian bantuan hidup dasar (Nurchayati, Pranowo, & Jumaini, 2006).

Pengetahuan tentang CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) diantara masyarakat umum di negara Barat masih lemah (Rasmus A, 2000 dalam Cheung, Dr BMY,2003). Penelitian lain dilakukan oleh Rajapakse dkk, 2010 tentang pengetahuan CPR di masyarakat Republik Slovenia, hasilnya pengetahuan keterampilan resusitasi umumnya lemah, hanya 1,2% mengetahui jumlah kompresi, 2,2% mengetahui perbandingan kompresi dan ventilasi yang benar pada dewasa, dan hanya tiga dari 500 subjek (0,6%) mengetahui keduanya (jumlah kompresi-ventilasi).


(25)

6

Sedangkan di Indonesia sendiri peneliti belum menemukan penelitian terkait gambaran pengetahuan masyarakat umum tentang bantuan hidup dasar, namun sudah ada penelitian tentang hubungan karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar di Direktorat lalu Lintas Polda Sulawesi Utara yang dilakukan oleh Lumangkun. Kumaat, & Rompas (2014). Hasil penelitian tersebut tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa kerja polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD. Jadi dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD (Lumangkun, Kumaat, & Rompas, 2014)

B. Rumusan Masalah

Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner penyebab paling umum terjadinya cardiac arrest khususnya di Jakarta Selatan (RISKESDAS DKI Jakarta, 2013) maka pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk melakukan bantuan hidup dasar dirasa perlu dikaji, terlebih masyarakat adalah orang yang terpapar pertama kali dengan kejadian cardiac arrest. Berdasarkan hal ini, penulis ingin mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar, atau apakah mereka pernah terpapar pengetahuan tentang bantuan hidup dasar. Inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian terkait gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar.


(26)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar?

2. Bagaimana gambaran karakteristik responden?

3. Apakah masyarakat pernah mendapatkan informasi terkait bantuan hidup dasar? Jika Ya, darimana sumber informasi tersebut?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah diketahuinya: Karakteristik responden meliputi: usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir.

a. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang konsep bantuan hidup dasar.

b. Tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan karakteristik responden.

c. Sumber informasi yang didapatkan responden tentang bantuan hidup dasar.


(27)

8

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat di wilayah Jakarta Selatan

Membantu mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar dan sebagai kajian bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar.

2. Bagi Peneliti

Melatih peneliti untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan sebagai bentuk implementasi dari ilmu-ilmu yang sudah dipelajari peneliti selama kuliah di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya ilmu kegawat daruratan.

3. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menjadi dasar bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan bagian penting pada kurikulum pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan mampu melakukan hal tersebut dan menyebarkan pengetahuan yang mereka miliki tentang bantuan hidup dasar kepada masyarakat lain disekitarnya.

4. Bagi Profesi Keperawatan

Dengan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar maka salah satu peran perawat yakni sebagai educator (pendidik) dapat mengidentifikasi metode


(28)

pendidikan kesehatan seperti apa yang sesuai dengan masyarakat ketika akan melakukan pelatihan kepada masyarakat.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang dibuat berdasarkan teori tentang resusitasi jantung paru berdasarkan American Heart Association 2010.


(29)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan

1. Definisi

Menurut Bloom (1908) dalam Efendi (2009), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif domain merupakan hal yang sangat penting dalam membetuk tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1977) dalam Sunaryo (2004) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim AIETA), yaitu:

a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.


(30)

e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu dasar terbentuknya perilaku pada seseorang, sehingga ketika perawat menjalankan salah satu perannya sebagai educator dalam pendidikan kesehatan maka hal yang perlu dilakukan yakni memberikan pengetahuan atau informasi terkait tujuan dari pendidikan kesehatan itu sendiri.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Rogers (1974) dalam Efendi (2009) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut:

a) Tahu (know). Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi


(31)

12

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (synthetic). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Contohnya, dapat menyusun, merencanakan, ,meringkaskan,


(32)

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

B. Masyarakat

1. Definisi Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, saling berinteraksi (Koentjaraningrat, (1990) dalam Effendy, Nasrul (1998) .masyarakat merupakan kesatuan-kesatuan hidup manusia yang dalam bahasa Inggrisnya dipakai istilah society, yang berarti kawan. Ciri-ciri suatu masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990) adalah sebagai berikut:

a) Interaksi antar warga-warganya

b) Adat istiadat, norma-norma, hukum-hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga kota atau desa. c) Suatu komunitas dalam waktu

d) Suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua warga 2. Masyarakat sebagai first responder

Orang awam menurut perannya dalam masyarakat dibedakan menjadi dua (Pro Emergency, 2011) :


(33)

14

a) Orang awam biasa

Orang awam biasa atau masyarakat umum biasanya adalah orang yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian. Apabila kejadian terjadi di jalan raya maka yang pertama kali menemukan korban adalah pengendara kendaraan, pejalan kaki, anak sekolah, pedagang disekitar lokasi dan lain-lain. Apabila kejadian di lokasi pabrik maka yang menemukan penderita adalah karyawan yang bekerja ditempat tersebut. Secara spontan sebagian dari mereka akan melakukan pertolongan terhadap korban sesuai dengan pengetahuannya.

b) Orang awam khusus

Orang awam khusus maksudnya adalah orang yang bekerja pada pelayanan masyarakat atau mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat yaitu Polisi, pemadam kebakaran,, Satpol PP, Satuan Pengamanan (SATPAM), Tim SAR dan tentara. Sesuai dengan tanggungjawabnya kepada masyarakat orang awam khususnya seharusnya dilatih khusus untuk melakukan pertolongan kepada penderita gawat darurat dilokasi kejadian.

C. Bantuan Hidup Dasar

1. Definisi Bantuan Hidup Dasar

Basic Life Support (BLS) atau bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung.


(34)

Aspek dasar dari BLS meliputi pengenalan langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan aktivasi sistem tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari BLS (Berg et al, 2010).

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin, 2009). Tujuan pemberian bantuan hidup dasar menurut Pro Emergency (2011) adala berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

2. Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar

Setiap orang bisa menjadi penyelamat untuk korban cardiac arrest. Keterampilan CPR dan penerapannya tergantung pada pelatihan, pengalaman, dan keyakinan yang dimiliki penyelamat. Penekanan dada merupakan dasar dari CPR . Semua penyelamat meskipun belum pernah mengikuti pelatihan harus memberikan


(35)

16

kompresi dada untuk semua korban serangan jantung. Karena pentingnya, penekanan dada menjadi tindakan CPR awal untuk semua korban tanpa memandang usia. Tim penyelamat yang mampu harus menambahkan ventilasi untuk kompresi dada (Travers et al ,2010).

Selama bertahun-tahun, CPR telah berkembang dari teknik yang dilakukan hampir secara eksklusif oleh dokter dan profesional kesehatan. Hari ini keterampilan menyelamatkan nyawa cukup mudah dilakukan bagi siapa saja yang ingin belajar. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa faktor yang menghalangi masyarakat untuk melakukan tindakan, yakni rasa takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan saat CPR, takut tanggung jawab hukum, dan takut infeksi dari melakukan mulut ke mulut. Keefektifan CPR yang diberikan segera setelah cardiac arrest memiliki dua atau tiga kesempatan korban dapat bertahan hidup, tetapi hanya 32 persen dari korban cardiac arrest mendapatkan CPR dari penyelamat. Sayangnya, kurang dari delapan persen orang yang menderita cardiac arrest di luar rumah sakit dapat bertahan hidup (American Heart Association,2011).

3. Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010.

Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari


(36)

penolong memulai kompresi dada sesegera mungkin. Pada menit-menit awal korban mengalami henti jantung, dalam darah pasien masih terkandung residu oksigen dalam bentuk ikatan oksihemoglobin yang dapat diedarkan dengan bantuan sirkulasi buatan melalui kompresi dada. Dengan perubahan urutan ke CAB, kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena ventilasi menjadi minimal. Pedoman baru ini berisi beberapa rekomendasi yang didasarkan pada pembuktian ilmiah, yaitu: a) Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiac

arrest) didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal.

b) Perubahan pada RJP berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi kecuali bayi baru lahir.

c) “Look, Listen, and Feel” telah dihilangkan dari algoritme BHD.

d) Kecepatan kompresi dada 100 x/menit.

e) Kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm)

f) Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation (ROSC).

Algoritma basic life support (BLS) bagi dewasa menurut Berg et al (2010) secara umum adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk semua tingkat penyelamat di semua tempat. Menekankan komponen kunci yang dapat dan harus penyelamat lakukan. Ketika menemui korban serangan jantung mendadak dewasa, penyelamat tunggal pertama harus menyadari bahwa


(37)

18

korban telah mengalami serangan jantung, berdasarkan tidak adanya respon dan kurangnya pernapasan normal.

Setelah pengenalan, penyelamat harus segera mengaktifkan sistem tanggap darurat (misal:118), mendapatkan AED / defibrillator jika tersedia, dan mulai CPR dengan penekanan dada. Jika AED tidak ada, penyelamat langsung ke CPR. Jika penyelamat lainnya hadir, penyelamat pertama harus mengarahkan mereka untuk mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan AED / defibrilator; penyelamat pertama harus mulai CPR segera. Ketika AED / defibrillator tiba, pasang bantalan jika mungkin, tanpa mengganggu penekanan dada dan menghidupkan AED. AED akan menganalisis ritme dan langsung memberikan kejutan (yaitu, upaya defibrilasi) atau melanjutkan CPR. Jika AED atau defibrilator tidak tersedia, melanjutkan CPR tanpa henti sampai penyelamat berpengalaman mengambil alih.

4. Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010

a) Pastikan korban, orang disekitar, dan Anda aman. b) Cek respon korban:

1. Jika tidak ada respon 2. Tidak bernapas


(38)

c) Minta seseorang untuk memanggil ambulan (misal: 118) dan membawa AED jika tersedia. Jika Anda sendirian, gunakan telepon genggam Anda untuk memanggil ambulan.

d) Jika Anda belum terlatih atau tidak mampu memberikan bantuan ventilasi, hanya berikan kompresi dada minimal 100 kali per menit (30 kali kompresi).

e) Lanjutkan pemberian RJP sampai:

1. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih,

2. Korban mulai menunjukkan kesadaran kembali, misalnya batuk, membuka mata, berbicara, atau bergerak dan mulai bernapas normal, atau

3. Anda sudah lelah.

Urutan pemberian bantuan hidup dasar bagi masyarakat umum: Gambar 2.1: Algoritma bantuan hidup dasar dewasa untuk umum.

Sumber : American Heart


(39)

20

5. Saat Untuk Menghentikan RJP menurut Pro Emergency (2011)

Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk mengentikan RJP antara lain:

a) Penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kejadian.

b) Penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup jantung lanjutan minimal 20 menit

c) Adanya tanda-tanda kematian pasti.

Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa penderita sudah mati biologis yakni:

a. Kebiruan (livor mortis)

Tanda merah tua sampai kebiruan pada bagian tubuh yang terbawa (kalau penderita dalam keadaan terlentang, pada pingang bagian terbawah).

b. Kekakuan (rigor mortis)

Anggota tubuh dan batang tubuh kaku, mulai empat jam, menghilang setelah 10 jam.

c. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk

d. Cedera yang tidak memungkinkan penderita hidup seperti terputusnya kepala, dll.


(40)

6. Komplikasi Yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011)

Walaupun dilakukan dengan benar, RJP dapat menyebabkan komplikasi:

a) Patahnya tulang iga terutama pada orang tua.

b) Pneumotoraks (udara dalam ronga dada, tetapi di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru)

c) Hemotoraks (darah dalam rongga dada, namun di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan pada paru-paru).

d) Luka dan memar pada paru-paru e) Luka pada hati dan limpa

f) Distensi abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang salah.

7. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna untuk semua korban. Posisi harus stabil, setengah lateral dengan kepala dependen dan tidak ada tekanan yang menghalangi pada dada.

Untuk menempatkan seseorang dalam posisi pemulihan: a) Berlutut di lantai di salah satu sisi korban

b) Tempatkan lengan terdekat dari Anda ke kanan tubuh korban diluruskan ke arah kepala


(41)

22

c) Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala mereka, sehingga punggung tangan mereka menyentuh pipi mereka d) Menekuk lutut terjauh dari Anda ke sudut kanan

e) Memiringkan korban ke arah penolong dengan hati-hati dengan menarik lutut yang ditekuk

f) Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan menahan agar korban tidak bergulir terlalu jauh

g) Membuka jalan napas korban dengan memiringkan kepala dan membuka dagu dengan perlahan

h) Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan napas korban i) Tetap bersama korban sembari memonitor pernapasan dan

denyut nadi terus menerus sampai bantuan tiba

j) Jika memungkinkan ubah ke posisi miring yang lain setelah 30 menit

Gambar 2.2: Recovery Position


(42)

8. Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007

Urutan Layanan Darurat terdiri dari tindakan menyelamatkan nyawa yang diikuti dengan urutan tertentu: peringatan kecelakaan, pertolongan pertama, transportasi dan membawa ke perawatan medis terdekat. Tindakan harus dilakukan dalam hitungan menit setelah kecelakaan karena berpacu dengan waktu. Hal ini membutuhkan sumber daya. Jika salah satu bagian yang hilang, urutan akan rusak dan bantuan darurat tidak akan diberikan dengan benar. Meskipun dedikasi staff emergency medis besar pada negar-negara di dunia, pelayanan kegawatdaruratan tidak bekerja dengan baik, misalnya kesalahan sistem. Nomor telepon gawatdarurat yang spesifik harus ada, dimana masyarakat memiiki pengetahuan dan kebebasan menghubungi langsung dengan pelayanan gawat darurat. Semakin mudah dan cepat akses telepon harus disediakan.

Kedua, terlalu sedikit orang yang memiliki pengetahuan tentang pertolongan pertama yang tepat. Di jalan-jalan di seluruh dunia, kemungkinan orang yang mampu mengambil tindakan protektif segera dan memberikan bantuan hidup dasar di lokasi kecelakaan sangat rendah. Ada kekurangan penyediaan transportasi ambulans darurat, dengan atau tanpa fasilitas medis. Entah


(43)

24

ambulans tidak tiba sama sekali atau mereka tiba di lokasi kecelakaan terlambat. Akibatnya, korban kecelakaan jalan umumnya diangkut ke rumah sakit menggunakan cara lain dan sering dalam kondisi yang sangat buruk.

Ketiga, rumah sakit tidak dilengkapi peralatan penunjang dan korban kecelakaan jalan sering tidak diterima untuk mendapatkan perawatan. Bahkan di mana perawatan yang tepat tersedia, banyak korban kecelakaan mungkin tidak dapat memiliki akses ke sana untuk alasan keuangan kecuali teman-teman atau keluarga dapat membayar di muka untuk pelayanan medis. Situasi ini berlaku untuk kedua layanan medis di rumah sakit dan ambulans.

Akses ke perawatan kesehatan dasar bagi masyarakat umum tergantung pada keberadaan sistem asuransi sosial. Sistem ini tidak ada di banyak negara. Korban kecelakaan jalan yang tidak sadar, yang mungkin melayang-layang antara hidup dan mati karena kecelakaan yang terjadi sekian mil jauhnya dari rumah mereka, berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena mereka mungkin tidak dapat membuktikan bahwa mereka dapat membayar pelayanan medis. Dengan demikian, pada dasarnya meningkatkan layanan pertolongan darurat dan sistem medis merupakan komponen penting untuk mencegah kematian


(44)

kecelakaan jalan dan cacat jangka panjang di sebagian besar negara di seluruh dunia.

Idealnya di dunia, semua orang mengenal teknik dasar pertolongan pertama dan mengikuti pelatihan yang berkala untuk memastikan bahwa pengetahuan ini tetap berjalan. Ini adalah kebijakan yang dipromosikan oleh Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang menawarkan pelatihan pertolongan pertama kepada masyarakat di seluruh dunia.

D. Penelitian Terkait

Penelitian dilakukan oleh Lontoh, Killing, & Wongkar (2013) dengan judul “Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili”. Tujuan mengetahui pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili. Metode penelitian yang digunakan desain penelitian One-Group Pre test-post test Design untuk membandingkan pengetahuan RJP sebelum dan sesudah pelatihan. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 72 orang yang terdiri dari 37 orang anggota pramuka dan 35anggota PMR (Palang Merah Remaja). Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS dan uji hipotesis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil. hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test pada responden yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dimana nilai p-value =0,000 (á<0.05). Kesimpulan. Secara statistik ada pengaruh yang signifikan pelatihan teori


(45)

26

bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili.

Tidak hanya di Indonesia, penelitian tentang bantuan hidup dasar juga pernah dilakukan oleh Pergola & Araujo (2009) di jalan raya pedesaan negara bagian Sao Paulo yang berjudul “Laypeople and basic life support”, pelatihan masayarakat awam untuk memberikan pertolongan pertama dalam situasi kegawatan dan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari gejala sisa. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi pengetahuan masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar (BHD). Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan bahasa non-teknis. sampel terdiri dari 385 subyek. sebagian besar (57,1%) adalah perempuan dengan lulusan tingkat pendidikan menengah dan tidak lulus pendidikan tinggi (53,7%). Hasilnya hanya 9,9% mengetahui ventilasi mulut ke mulut; 84,2% mengetahui teknik kompresi dada, dan 79,9% di antaranya mengetahui tujuannya. Hanya 14,5% mengetahui bagaimana posisi korban untuk melakukan kompresi dada; 82,4% melaporkan frekuensi kompresi dada di bawah per menit. Tidak memiliki informasi yang memadai dan lembaga pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) berdampak pada kesalahan dalam memberikan pertolongan pertama kepada korban, dan membahayakan resusitasi.

Adapula penelitian yang telah dilakukan oleh Rajapakse, Noc, & Kersnik (2010) yang berjudul “Public knowledge of cardiopulmonary resuscitation in Republic of Slovenia” hasilnya dari 500 responden yang


(46)

diwawancarai, hampir 70% dari subyek telah menghadiri kursus CPR, tetapi hampir 80% dari mereka melakukannya lebih dari 10 tahun yang lalu. Kurang dari setengah dari subyek telah mengikuti pelatihan CPR meliputi penyelamatan pernapasan (47%) pelatihan CPR mengetahui keduannya (p <0,001). Pengetahuan tentang keterampilan resusitasi pada umumnya rendah. Hanya tiga dari 500 responden mengetahui rasio kompresi-ventilasi dengan benar (0,6%). Lokasi dan kekuatan yang benar untuk kompresi dada dinyatakan masing-masing 37,6% dan 13,0%, hal tersbut lebih sering pada kelompok yang mengikuti pelatihan CPR.


(47)

28

E. Kerangka Teori

Gambar 2.3. Kerangka Teori Keterangan:

Pengetahuan tentang BHD: 1. Definisi bantuan hidup

dasar

2. Langkah bantuan hidup dasar untuk masyarakat awam. 3. Posisi Pemulihan

Tingkat Pengetahuan: 1. Baik

2. Cukup 3. Kurang


(48)

29 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINSI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang terdiri dari varibel orang yakni masyarakat tentang tingkat pengetahuan mereka terhadap bantuan hidup dasar.

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Keteranga

Tingkat Pengetahuan BHD Masyarakat dengan Karakteristik

 Usia

 Jenis kelamin,

 Pendidikan terakhir


(49)

30 B. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala 1 Tingkat

Pengetahuan tentang BHD

Pemahaman pengguna jalan tentang usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung pada korban kecelakaan lalu lintas, meliputi:

Kuesioner Responden menjawab

kuesioner dengan memilih salah satu dari pilihan jawaban “benar” atau “salah”.

1. Baik= Jika persentase jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan.

2. Cukup= Jika persentase jawaban benar 56%-75% dari seluruh


(50)

1. Pengenalan arrest 2. Meminta bantuan

untuk

menghubungi ambulans gawat darurat 118. 3. Melakukan RJP

hanya kompresi saja Kuesioner terdiri dari 14 pernyataan. Pemberian skor menggunakan skala Guttman: Benar = 1 Salah = 0

pertanyaan.

3. Kurang= Jika persentase jawaban benar < 56% dari seluruh pertanyaan. (Nursalam, 2008)

2. Usia Lamanya hidup

seseorang dihitung mulai dari lahir sampai ulang tahun terakhir.

Kuesioner Responden

menjawab dengan menuliskan usia pada kuesioner jenis A (data

Usia dikategorikan menjadi: 1. Dewasa awal (18-40

tahun)

2. Dewasa tengah (41-65 tahun.


(51)

demografi). 3. Dewasa akhir (>66 tahun)

(Durkin.Kevin,t.th) 3. Jenis kelamin Perbedaan biologis dan

fisiologis yang membedakan responden antara laki-laki dan perempuan

Kuesioner Responden

menjawab dengan memilih salah satu jenis kelamin pada kuesioner jenis A

1. laki-laki 2. Perempuan

Nominal

4. Pendidikan terakhir

Jenjang sekolah yang dicapai saat mengisi kuesioner.

Kuesioner Responden

menjawab dengan memilih salah satu jenjang

1. Tidak Sekolah

2. Sekolah Dasar

(SD)/sederajat

3. Sekolah Menengah Atas


(52)

pendidikan pada kuesioner jenis A

(SMP)/sederajat

4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat


(53)

34 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan atau memaparkan variabel-variabel yang diteliti tanpa menganalisa hubungan antar variabel-variabel. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif agar pembaca dapat memahami data tersebut dengan mudah (Dharma, 2011)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 13-30 Mei 2015 pada masyarakat yang tinggal Jakarta Selatan. Alasan peneliti memilih wilayah Jakarta Selatan sebagai lokasi karena tingginya proporsi penyakit jantung koroner di Jakarta Selatan sebesar 2,0% berdasarkan diagnosis dokter dan gejala dibandingkan lima wilayah DKI Jakarta lainnya, dimana penyakit jantung koroner merupakan penyebab paling umum terjadinya cardiac arrest dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan.


(54)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Wilayah Jakarta Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) jumlah penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun berkisar 1.479.003 jiwa.

2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik pertimbangan atau purposive sampling. Dikatakan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan orang-orang yang telah berpengalaman (Budiarto, 2003).

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Wilayah Jakarta Selatan memenuhi kriteria inklusi:

a) Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan kategori dewasa (>18 tahun).

b) Minimal pernah mendengar tentang bantuan hidup dasar atau resusitasi jantung paru.


(55)

36

Perhitungan besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus berdasarkan proporsi yang dikemukakan oleh Issac & Michael yakni sebagai berikut (Arikunto,2013):

Rumus: S=

Keterangan:

S = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

P = Proporsi dalam populasi

d = Ketelitian (error)

χ2 = harga table chi-kuadrat untuk ∞ (infinit) tertentu

Jika ditetapkan χ sebesar 1,96, d sebesar 0,05, P sebesar 2,0% dan N = 1.479.003 (jumlah penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun), maka besarnya sampel yang dihasilkan adalah:

S=

χ2

NP (1-P)

d2 (N-1)+χ2P(1-P)

1,962 X 1.479.003 X 0,2 (1-0,2) 0,052 X (1.479.003-1) +1,962 X 0,2(1-0,2)


(56)

S =

S = 245,82 dibulatkan menjadi 246 responden.

D. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan kuesioner yang dikembangkan berdasarkan teori tentang resusitasi jantung paru pada masyarakat awam (lay person) menurut

American Heart Association 2010. Kuesioner terdiri dari bagian A berupa data demografi item 1-3 dan pada item pengkajian sumber informasi responden tentang BHD pada item 4. Kemudian kuesioner bagian B berupa pernyataan tentang teori BHD (item 1-14)

Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan skala Guttman untuk variabel bebas pada item 1-14. Adapun semua pernyatan merupakan pernyataan positif dan bernilai 1 untuk jawaban “benar” dan bernilai 0 untuk jawaban “salah”.

Tabel 4.1

Kisi-kisi Instrumen Pengetahuan BHD

Komponen Favorable Jumlah

Definisi BHD 1,2 2

Teori Danger 3,4 2

Meminta Bantuan (Call for help) 5 1

Teknik Kompresi (CPR Only) 6,7,8,9,10 5

Menghentikan RJP 11,12,13,14 4

909.078,068 3.698,119656


(57)

38

Untuk analisis variabel pengetahuan tentang bantuan hidup dasar (item 1-14) dikategorikan menjadi (Nursalam,2008):

a) Baik= Jika persentase jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan. b) Cukup= Jika persentase jawaban benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan. c) Kurang= Jika persentase jawaban benar < 56% dari seluruh pertanyaan.

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumen artinya suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas adala syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat digunakan dalam suatu pengukuran (Dharma, 2011).

Menurut Gregory (2000) dalam Djaali & Muljon,Pudji (2007) validitas isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proprosional. Penentuan proporsi dapat didasarkan pendapat (judgement) para ahli dalam bidang yang bersangkutan. Jadi suatu tes akan mempunyai validitas isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak diukur. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk memperbaiki validitas isi suatu tes ialah dengan menggunakan blue-print


(58)

Uji validitas pertama dilakukan pada tanggal 19 April 2015 bertempat di RW 12 Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Peneliti memanfaatkan kegiatan rutin masyarakat yang diadakan satu mingu sekali untuk menjaring responden. Adapun uji validitas tersebut menggunakan Pearson Product Moment dimana jumlah item pertanyaan pada kuesioner sebanyak 17 pertanyaan. Hasilnya didapatkan dari 17 pertanyaan hanya ada delapan item pertanyaan yang valid. Menurut Riwidikdo (2009) dikatakan valid jika hasil uji berdasarkan nilai signifikasi (p) dibandingkan dengan = 5% dimana nilap p<0,05, sehingga menunjukkan bahwa item tersebut valid. Adapun item pertanyaan yang valid yakni nomer 1,3,4,5,8,13,16, dan 17.

Uji validitas kedua dilakukan pada tanggal 1-5 Mei 2015 menggunakan content validity atau validitas isidengan meminta pendapat pakar pada bidang yang sedang diteliti. Dalam melakukan uji validitas ini peneliti mengkonsultasikan dengan tiga pakar di bidang Keperawatan Gawat Darurat dan merupakan dosen di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu peneliti membuat kisi-kisi pertanyaan berdasarkan teori resusitasi jantung paru menurut AHA 2010. Adapun ketigapakar tersebut antara lain:

a) Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM merupakan dosen mata


(59)

40

b) Ita Yuanita, S.Kp.,M.Kep dosen sekaligus koordintor mata kuliah keperawatan gawat darurat.

c) Ratna Pelawati,S.Kp,M.Biomed memiliki sertifikat Intermediate Emergency Nursing.

Berdasarkan hasil uji validitas isi, dari 17 pertanyaan pada kuesioener pengetahuan tentang BHD tersisa 14 item pertanyaan. Adapun beberapa item pertanyaan yang mengalami perubahan redaksi maupun reduksi antara lain:

a) Item nomer 1,2,4, dan 5 mengalami perubahan redaksi.

b) Item nomer 6 mengalami reduksi karena tidak valid pada saat uji

Pearson, selain itu isi pertanyaan sudah terwakili pada item nomer 5.

c) Item nomer 7, 8, 10, 11, 12, 14, 15, dan 17 mengalami perubahan redaksi dan perubahan nomer pertanyaan. Dimana perubahan nomer pertanyaan secara berurutan yakni: nomer 7 diganti menjadi nomer 6, nomer 8 diganti menjadi nomer 7, nomer 10 diganti menjadi nomer 8, nomer 11 diganti menjadi nomer 9, nomer 12 diganti menjadi nomer 10, nomer 14 diganti menjadi nomer 12, nomer 15diganti menjadi nomer 14, dan nomer 17 diganti menjadi nomer 13.


(60)

d) Item nomer 9 dan 16 mengalami reduksi karena pertanyaan pada item tersebut tidak sesuai dengan teori American Heart Association 2010.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran, reliabilitas menunjukkan apakah pengukuran mengasilkan data yang konsisten jika instrumen digunakan kembali secara berulang (Dharma,2011). Untuk mencari reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus K-R 20 dengan syarat jumlah butir pertanyaan ganjil dan data yang digunakan memiliki skor 1 dan 0.

r11 =

(

) (

)

Dengan keterangan:

r11 : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan

Vt : varians total

p : Proporsi ubjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)

p :


(61)

42

Tabel 4.2

Interpretasi koefisien reliabilitas 0-1

Nilai Artinya

Nilai alfa 1 Sangat sempurna

Nilai alfa 0,8 Sangat bagus

Nilai alfa 0,6 Bagus

Nilai alfa 0,4 Cukup

Nilai alfa < 0,4 Jelek

Sumber : Umar,2002 & Budiharto, 2008

Berdasarkan tabel tersebut peneliti menetukan kuesioner dikatakan reliable jika nilai alfa minimal 0,6. Uji reliabilitas dilakukan bersamaan dengan uji validitas pertama yakni pada tanggal 19 April 2015 bertempat di RW 12 Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Peneliti memanfaatkan kegiatan rutin masyarakat yang diadakan satu mingu sekali untuk menjaring responden. Didapatkan hasil nilai reliabilitas sebesar 0,95, karena >0,8 artinya reliabilitas sangat bagus.

F. Langkah-langkah Pengumpulan Data

1. Setelah proposal penelitian disetujui, kemudian peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Peneliti menyebarkan link yang berisi form kuesioner online melalui media sosial antara lain Facebook, Path, Whatsapp, Line, dan Broadcast


(62)

3. Adapun alamat link yang dapat diakses users adalah http://docs.google.com/document/d/1ZIoCopdFDC0SffdKwGzuhcMs

jBNfwKwp7vnjOnL-W1M/edit?usp=sharing

4. Peneliti membuka aktifasi form online sampai jumlah responden terpenuhi.

5. Pengambilan data dimulai tanggal 13-30 Mei 2015.

6. Setelah membuka link tersebut, users diberikan tampilan awal berupa penjelasan penelitian.

7. Pada dokumen “Penjelasan Penelitian” user yang bersedia menjadi responden meng-klik link out yang berisi lembar kuesioner.

8. Responden yang bersedia kemudian mengisi seluruh pertanyaan yang ada pada kuesioner.

9. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan sampel yang digunakan sebanyak 246 orang berdasarkan teknik purposive sampling. 10.Selama satu minggu atau sampai tanggal 20 Mei 2015, responden yang

terdaftar sebanyak 33 responden, karena jumlah tersebut masih < 50% maka peneliti melakukan kunjungan rumah kepada warga yang tinggal di wilayah Jakarta Selatan.

11.Teknis pengambilan data secara langsung kepada responden dilakukan dengan beberapa cara antara lain kunjungan ke rumah-rumah warga dan mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi warga dengan tidak memungut biaya bagi yang bersedia menjadi responden penelitian.


(63)

44

12.Tanggal 30 Mei 2015 jumlah responden sudah terpenuhi sebanyak 246 orang, kemudian peneliti menonakifkan form kuesioner online.

13.Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti.

G. Etika Penelitian

Penelitian ini melibatkan manusia sebagai subjek penelitian maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien. Prinsip etik menurut ANA (American Nurse Association) yang berkaitan dengan peran perawat sebagai peneliti adalah sebagai berikut:

1. Otonomi

Prinsip ini berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan nasibnya sendiri (independen). Hak untuk memilih apakah ia disertakan atau tidak dalam suatu proyek penelitian dengan memberi persetujuannya atau tidak memberi persetujuannya dalam informed consent. Untuk itu sebelum pengisian kuesioner subjek penelitian diberikan penjelasan oleh peneliti terkait prosedur, tujuan, dan manfaat penelitian, serta memberi kesempatan kepada subjek untuk bertanya mengenai pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner.

2. Beneficence

Peneliti berupaya agar penelitian yang dilakukan mengandung prinsip kebaikan (promote good). Adapun manfaat penelitian sebagaimana


(64)

dijabarkan dalam bab 1 yakni membantu mengidentifikasi tingkat pengetahuan pengguna jalan tentang bantuan hidup dasar dan sebagai kajian bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar.

3. Nonmaleficence

Penelitian ini insya Allah tidak menimbulkan kerugian fisik dan psikis terhadap subjek penelitian. Responden diminta mengisi kuesioner tanpa diberikan intervensi lain.

4. Confidentiality

Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Untuk itu peneliti tidak akan menyebarkan luaskan idenitas responden kepada siapapun yang tidak berwenang kecuali atas ijin responden. Kemudian setelah pengolahan data selesai peneliti akan memusnahkan data yang diperoleh dari responden.

H. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah melalui tahapan sebagai berikut:: 1. Penyuntingan (Editing)

Setelah kuesioner terkumpul, kemudian kuesioner dipilih antara yang

drop out atau tidak. Kuesioner yang drop out adalah kuesioner yang tidak lengkap, tidak konsisten dan tidak jelas.


(65)

46

Pemberian kode pada data demografi untuk variabel usia adalah um, variabel jenis kelamin adalah jk, variabel pendidikan terakhir adalah pt, variabel “apakah responden pernah terpapar” adalah terpapar. Sedangkan untuk kuesioner pengetahuan diberi kode p1 sampai p14 untuk pertanyaan nomer satu sampai 14.

3. Memasukkan data (data entry) atau Processing

Data yang sudah dilakukan pengkodean kemudian diproses agar data dapat dianalisis. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam master table dengan menggunakan software komputer.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Melakukan pengecekkan kembali bahwa seluruh data yang dimasukkan ke dalam software statistik memiliki kesalahan atau tidak, yaitu dengan mendeteksi data yang missing, mengetahui variasi data, dan mendeteksi adanya data yang tidak konsisten

I. Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan analisis data univariat yang digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Setiap variabel yang diteliti dihitung nilai frekuensi dan persentasenya menggunakan

software computer. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan variabel penelitian yang meliputi: 1) Karakteristik masyarakat di wilayah Jakarta Selatan; 2) Tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar; 3) Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar


(66)

berdasarkan karakteristik responden; 4) Tingkat pengetahuan tentang teori BHD.

J. Penyajian Data

Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel tertutup pada setiap variabel yang diteliti. Kemudian masing-masing tabel diinterpretasikan dalam bentuk tulisan serta ditarik kesimpulan.


(67)

48 BAB V

HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden

1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan Tabel 5.1

Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan

Kategori Frekuensi Persentase (%) Dewasa awal

(18-40 tahun) 186 75,6

Dewasa tengah

(41-65 tahun) 60 24,4

Dewasa akhir

(>66 tahun) 0 0

Total 246 100,0

Tabel 5.1 menunjukkan usia responden masuk dalam dua kategori dewasa. Responden dalam kategori dewasa awal sebanyak 186 orang (74,6%) dan dewasa tengah sebanyak 60 orang (24,4%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden masuk dalam kategori dewasa awal dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori dewasa akhir.

2. Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan Tabel 5.2

Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 107 43,5

Perempuan 139 56,5


(68)

Tabel 5.2 menunjukkan jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 107 orang (43,5%) sedangkan perempuan sebanyak 139 orang (56,5%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan.

3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan Tabel 5.3

Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan Pendidikan

Terakhir Frekuensi Persentase (%)

Tidak sekolah 1 0,4

SD/sederajat 27 11,0

SMP/sederajat 39 15,9

SMA/sederajat 136 55,3

Perguruan Tinggi 43 17,5

Total 246 100,0

Tebel 5.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir. Terdapat sebanyak 1 (0,4%) orang tidak sekolah, lulusan sekolah dasar atau sederajat sebanyak 27 orang (11%), lulusan sekolah menengah pertama atau sederajat sebanyak 39 orang (15,9%), lulusan sekolah menengah atas atau sederajat sebanyak 136 orang (55,3%), dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 43 orang (17,5%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir SMA dan terdapat satu responden yang tidak sekolah.


(69)

50

4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar Tabel 5.4

Frekuensi Sumber Informasi tentang BHD Sumber

Informasi Frekuensi Persentase (%)

Buku 34 13,8

Media cetak 20 8,1

Media elektronik 120 48,8

Informasi dari

orang lain 72 29,3

Total 246 100,0

Responden memperoleh informasi tentang BHD yang didapat dari buku sebanyak 34 orang (13,8%%), dari media cetak sebanyak 20 orang (8,1%), dari media elektronik sebanyak 120 orang (48,8%), dan informasi dari orang sebanyak 72 orang (29,3%). Data tersebut menunjukkan sebagian besar responden menerima informasi tentang bantuan hidup dasar dari media elektronik.

B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Tabel 5.5

Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 130 52,8

Cukup 68 27,6

Kurang 48 19,5

Total 246 100,0

Tabel 5.5 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar. Masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 130 orang


(70)

(52,8%), pengetahuan cukup sebanyak 68 orang (27,6%), pengetahuan kurang sebanyak 48 orang (19,5%). Data tersebut menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.

C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) berdasarkan Karakterstik Responden

1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Usia

Tabel 5.6

Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia

Kategori

Tingkat Pengetahuan

Total Baik Cukup Kurang

Dewasa awal (18-40 tahun)

90 (36,6%) 52 (21,1%) 44 (17,9%) 186 (75,6%) Dewasa

tengah (41-65 tahun)

40 (16,3%) 16 (6,5%) 4 (1,6%) 60 (24,4%)

Total 130 (52,8%) 68 (27,6%) 48 (19,5%) 246 (100,0%)

Tabel 5.6 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar responden berdasarkan kategori usia. Responden kategori dewasa awal memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 36,6%, pengetahuan cukup 21,1%, dan pengetahuan kurang sebanyak 17,9%. Sedangkan responden kategori dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 16,3%, pengetahuan cukup sebanyak 6,5%, dan pengetahuan kurang sebanyak 1,6%. Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar


(71)

52

responden dewasa awal dan dewasa akhir memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.

2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.7

Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Tingkat Pengetahuan

Total Baik Cukup Kurang

Laki-laki 51 (20,7%) 37 (15,0%) 19 (7,7%) 107 (43,5%) Perempuan 79 (32,1%) 31 (12,6%) 29 (11,8%) 139 (56,5%) Total 130 (52,8%) 68 (27,6%) 48 (19,5%) 246 (100,0%)

Tabel 5.7 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar responden berdasarkan jenis kelamin. Tingkat pengetahuan responden laki-laki sebanyak 20,7% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 15% memiliki pengetahuan cukup, sebanyak 7,7% memiliki pengetahuan kurang, dan tingkat pengetahuan total responden laki-laki sebanyak 43,5%. Sedangkan tingkat pengetahuan responden perempuan sebanyak 32,1% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 12,6% memiliki pengetahuan cukup, sebanyak 11,8% memiliki pengetahuan kurang, dan tingkat pengetahuan total responden perempuan sebanyak 56,5%. Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.


(1)

xx

DAFTAR PUSTAKA

Aaberg, A. M., Larsen, C. E., Rasmussen, B. S., Hansen, C. M., & Larsen, J. M.(2014).Basic life support knowledge, self-reported skills and fears in Danish high school students and effect of a single 45-min training session run by junior doctors; a prospective cohort study. Resuscitation and Emergency Medicine:22-24.

Adielsson,Anna et al (2011). Increase in survival and bystander CPR in out-of- hospital shockable arrhythmia: bystander CPR and female gender are predictors of improved outcome. Experiences from Sweden in an 18-year perspective. Heart rhythm disorders

American Heart Association (2010). Diunduh dari

http://www.heart.org/idc/groups/heartpublic/@wcm/@ecc/documents/ downloadable/ucm_318152.pdf pada tanggal 15 September 2014. American Heart Association (2011). CPR & Sudden Cardiac Arrest (SCA)

Fact Sheet, CPR Statistics. Dikutip dari http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/CPRF actsandStats/CPR-Statistics_UCM_307542_Article.jsp pada tanggal 17 Oktober 2014.

American Heart Association (2014). About Cardiac Arrest. Dikutip dari

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/ About-Cardiac-Arrest_UCM_307905_Article.jsp pada tanggal 25 Maret 2015.

American Heart Association (2015). Cardiac Arrest Statistics. Dikutip dari http://www.heart.org/HEARTORG/General/Cardiac-Arrest-Statistics_UCM_448311_Article.jsp pada tanggal 25 Maret 2015 American Red Cross.(2011). American Red Cross Basic Life Support for

Healthcare Providers Handbook.

Arikunto,Suharsimi.(2013).Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik-cet 15.Jakarta:Rineka Cipta

Badan Inteligen Negara. (2013, March 21). Diunduh dari

http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga pada tanggal 2 November 2014.


(2)

xxi

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan MDGs Indonesia 2011

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011). Pembanguan Daerah: Pembanguan Daerah di DKI Jakarta

Badan Pusat Statistik. (2010). Dikutip dari http://sp2010.bps.go.id/ pada tanggal 14 Mei 2015

Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA.(2010). Part 5: Adult basic life support: American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.;122(suppl 3):S685–S705.

British Heart Foundation. (2015). Consensus Paper on Out-of-Hospital Cardiac

Arrest in England. Dikutip dari

https://www.bhf.org.uk/~/media/files/publications/ohca-consensus-paper.pdf pada tanggal 26 Maret 2015.

Budiarto, Eko.(2003). Metodologi Penelitian Kedokteran; sebuah pengantar.Jakarta:EGC

Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC

Cheung, D. B. (2003). Knowledge of cardiopulmonary resuscitation among the public in Hong Kong:telephone questionnaire survey . Hong Kong Med J :323-328.

Consensus Paper on Out of Hospital Cardiac Arrest in England.(2015). Diunduh dari https://www.resus.org.uk/pages/OHCA_consensus_paper.pdf pada tanggal 25 Maret 2015.

CPR Seattle.(2015). The Good Samaritan Law-How does that work,exactly?. Dikutip dari http://www.cprseattle.com/blog/the-good-samaritan-law-how-does-that-work-exactly pada tanggal 25 Maret 2015

Dariyo, Agoes. (2004).”Psikologi Perkembangan Dewasa Muda”, Jakarta : Grasindo


(3)

xxii

Dharma, Kelana Kusuma.(2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: CV. Trans Info Media

Djaali & Muljono, Pudji.(2007). Pengukuran Dalam Bidang Penelitian. Jakarta:Grasindo

Djemari. (2003) dalam Riwidikdo, Handoko.(2011).Statistik Kesehatan Edisi 3. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.

Durkin, Kevin.(t.th). Adolescence and Adulthood. Dikutip dari

www.blackwellpublishing.com/intropsych/pdf/chapter10.pdf Efendi, Ferry. Makhfudli.(2009). Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik

dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Effendy, Nasrul .(1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC

Frame, Scott B. (2010). PHTLS : Basic and Advanced Prehospital Trauma Life Support.

Gérard LautrédouGérard Lautrédou. (2007). Practical guide on road safety. Switzerland: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.

Hock, Marcus Ong Eng et al. (2014).PAN-Asian Network Promotes Regional Cardiac Arrest Research. Emergency Physicians International. Dikutip dari http://www.epijournal.com/articles/129/pan-asian-network-promotes-regional-cardiac-arrest-research

Hutapea, Elda Lunera.(2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Depok.

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.(2011). International First Aid and Resuscitation Guidelines 2011.

Jones, Kirk G. et al (2000). Public Expectations of Survival Following

Cardiopulmonary Resuscitation.Academy Emergency Medicine, 48-53 dikutip dari http://www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1553-2712.2000.tb01891.x/pdf


(4)

xxiii Kitab Undang-undang Pidana. Dikutip dari

http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undangundang%20Hu kum%20Pidana_KUHP.pdf

Lontoh, Christie. Kiling, Maykel. Wongkar, Djon. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili.ejournal keperawatan,1-5.

Lumangkun, P. E., Kumaat, L. T., & Rompas, S. (2014). Hubungan Karakteristik Polisi Lalu Lintas dengan Tingkat Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Utara. 1-5.

Martin,Mike & Zimprich,Daniel. (2005). Cognitive Development in Midlife Chapter 6. Dikutip dari http://www.sagepub.com/upm-data/5433_Willis_I_Proof_Chapter_6.pdf

Mayo Clinic.(2012).Sudden Cardiac Arrest. Dikutip dari

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-cardiac-arrest/basics/causes/con-20042982 pada tanggal 25 Maret 2015.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

National Heart Lung and Blood Institute. (2011). What Causes Sudden Cardiac Arrest. National Institute of Health. Dikutip dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/scda/causes pada tanggal 25 Maret 2015.

Nava,Stefano.(2008).The influence of the media on COPD patients' knowledge regarding cardiopulmonary resuscitation. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18686738 padatanggal 17 Juni 2015

NHS. (2014, July 16). Diunduh dari

http://www.nhs.uk/Conditions/Accidents-and-first-aid/Pages/The-recovery-position.aspx


(5)

xxiv

dan Keterampilan Masyarakat dalam Memberikan Bantuan Hidup Dasar Pada Kejadian Gawat Darurat Kelautan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap Tahun 2006. Bantuan Hidup Dasar .

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan:Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Oguntona, T S. (2012). Awareness and Use of Personnel Protective Equipment (PPE) and Practice of Safety Precautions Among Funeral Home Workers in Lagos State. Transnational Journal of Science and Technology.

Pergola, A. M., & Araujo, I. E. (2009). Laypeople and basic life support. Cardiopulmonary resuscitation , 43(2):334-41.

Petric. Jasna et al.(2013). Students and parents attitude toward basic life support training in primary schools.Medical Education.376-80

Pro Emergency.(2011).Basic Trauma Life Support. Cibinong:Pro Emergency

Pusat Informasi Transportasi Perkotaan. (2010, November 24). Dipetik dari http://bstp.hubdat.dephub.go.id/index.php?mod=detilSorotan&idMen uKiri=345&idSorotan=54 pada tanggal 12 November 2014.

Rajapakse, R., Noc, M., & Kersnik, J. (2010). Public knowledge of

cardiopulmonary resuscitation in Republic of Slovenia. Wiener Klin Wochenschr , 667-672.

Resuscitation Council (UK).(2010, Oktober). Diunduh dari

http://www.resus.org.uk/pages/gl2010.pdf pada tanggal 23 November 2014.

Riskesdas.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehtan, Republik Indonesia.

Riskesdas dalam angka DKI Jakarta.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehtan, Republik Indonesia.


(6)

xxv

Riwidikdo, Handoko.(2009).Statistik Kesehatan. Yogyakarta:Mitra Cendika Press Roshana,Shrestha.(2012). Basic life support: knowledge and attitude of

medical/paramedical professionals. Worls J Emerg Med.141-145 Santrock, John W.(2003). Adolescence. New York:Mc Graw Hill

Setiawan, Agus Budi.(2014). Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Yogya Emergency Service 118 (YES 118) di Kecamatan Wirobrajan Kota Yogyakarta.

Sopka, Sasa et al (2013). Resuscitation training in small-group setting-gender matters. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2013:21:30

Sugianto, Kartika Mawar Sari.(2013).Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Bantuan Hidup Dasar di RSUD Ciawi Bogor: FIK UI

Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Soar,Jasmeet et al. (2010). European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010 . Resuscitation , 1434-1444.

Sudden Cardiac Arrest Foundation.(2015). Dikutip dari

http://www.sca-aware.org/sca-news/aha-releases-2015-heart-and-stroke-statistics pada tanggal 25 Maret 2015

Travers AH, Rea TD, Bobrow BJ, Edelson DP, Berg RA, Sayre MR, Berg MD, Chameides L, O'Connor RE, Swor RA. Part 4: CPR overview: (2010) American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S676–S684.

Uscher,Jen.(2014). Sudden Cardiac Arrest:Why it happens. Dikutip dari

http://www.webmd.com/heart-disease/heart-failure/features/sudden-cardiac-arrest-why pada tanggal 25 Maret 2015.

WHO.(2012). 10 Caused Death.Dikutip dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/ pada tanggal 03 Maret 2015

WHO.(2015). Dikutip dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index4.html pada tanggal 03 Maret 2015