PENGELOLAAN TAMBANG MINYAK DI DESA WONOCOLO

BAB IV PENGELOLAAN TAMBANG MINYAK DI DESA WONOCOLO

Perspektif Hukum Ekonomi Islam Dan Hukum Positif. A. Legalitas Pertambangan Minyak Rakyat Desa Wonocolo Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif. Seperti telah penulis uraikan di atas pada BAB III tentang praktek pertambangan rakyat di Wonocolo, maka pada bagian ini penulis akan menganalisa beberapa hal yang berkaitan dengan legalitas pertambangan rakyat Wonocolo. Sebenarnya kalau kita mempertimbangkan fakta-fakta pertambangan minyak warga Wonocolo yang meliputi beberapa hal, antara lain: Pertama, pertambangan minyak Wonocolo adalah penambangan yang memanfaatkan bekas sumur-sumur Belanda. Kedua, area pertambangan rakyat Wonocolo tidak ekonomis lagi jika dikelola oleh negara PT pertamina. Ketiga, kemiskinan warga sekitar Wonocolo terutama sebelum tahun 2006, di samping itu mayoritas warga Wonocolo saat ini tidak mempunyai ladang yang cukup untuk bertani sehingga dapat menjadi mata pencaharian tetap mereka. Ke-empat, tingkat pendidikan warga yang rendah. Berkenaan dengan hal ini penulis akan membuat beberapa analisa terkait dengan kasus pertambangan minyak warga yang terjadi di Wonocolo, antara lain meliputi: PerizinanLegalitas Berdasarkan keterangan dan informasi dari pihak-pihak terkait, mulai dari warga pengelola sumur, kades sampai pemda bagian sumberdaya alam maka penulis mendapatkan fakta bahwa seluruh partambangan rakyat di desa Wonocolo tidak didaftarkan secara resmi kepada pihak yang berwenang, kecuali izin lisan sampai ketingkat Kabupaten. Menurut penulis, dalam kontek Indonesia sebagai negara hukum, maka setiap tindakan atau usaha dalam hal ini kegiatan ekonomi yang tidak memenuhi ketentuan hukum yang telah ada, maka hal tersebut dianggap menyimpang dan merupakan sebuah pelanggaran. Meskipun izin lisan sampai pada tingkat kabupaten telah didapatkan warga, tapi hal tersebut tidak mempunyai kekuatan di depan hukum selama tidak ada surat izin resmi hitam di atas putih yang menyatakan legalitas kegiatan penambangan mereka. Sesuai dengan ketentuan hukum positif dalam hal pertambangan rakyat, maka setidaknya kegiatan ini harus didaftarkan sehingga sah dan legal, serta mempunyai SIPR Surat Izin Pertambangan Rakyat yaitu, bentuk perizinan pertambangan yang harus dimiliki seseorang atau kelompok warga, untuk mengusahakan bahan galian golongan A, B dan C, kasus di Wonocolo adalah bahan Galian Golongan A, yaitu minyak bumi oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan dengan alat-alat yang sederhana untuk mata pencaharian sendiri. SIPR ini diberikan kepada perseorangan atau koperasi. Dahulu, surat izin ini dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Menteri Pertambangan dan Energi. Kasus di Wonocolo adalah koperasi Bogosasono. Dan hal tersebut sesuai dengan ada Peraturan menetri ESDM Nomor 1 tahun 2008 Tetang Pengusahaan Sumur Tua , BAB I, pasal 2ayat 1, 2 dan 3 disebutkan: 1 Kontraktor mempunyai kewajiban untuk mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi dari Sumur Tua yang masih terdapat kandungan Minyak Bumi berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis 2 Dalam ha1 Kontraktor tidak mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi dari Sumur Tua sebagaimana dimaksud pada ayat I, KUD atau BUMD dapat mengusahakan dan memproduksikan Minyak Bumi setelah mendapat persetujuan Menteri 3 Pengusahaan dan pemroduksian Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan KUD atau BUMD berdasarkan Perjanjian Memproduksi Minyak Bumi dengan Kontraktor. Di samping itu pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, Pasal 47ayat 1 dan 2 juga disebutkan bahwa: 1 IPR Izin Pertambangan Rakyat diberikan oleh bupatiwalikota berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat danatau koperasi. 2 IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh bupatiwalikota. 107 107 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Peraturan Perundang-undangun Republik Indonesia: Pertambangan Mineral dan Batubara, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2010, hal. 162 Jadi, meskipun tidak ekonomis lagi, pertamina sebagai Perusahaan Minyak Nasional tetap berhak, bahkan wajib mengusahakan sumur-sumur tua peninggalan Belanda tersebut. Kemudian pada ayat 2 disebutkan jika pertamina tidak mampu mengelola, maka jalan keluarnya adalah dikelola oleh KUD atau BUMD. Dan masyarakat yang hendak ikut menambang diperbolehkan dengan syarat menjadi anggota KUD, dan menjual hasil timbaannya kepada KUD dalam bentuk minyak mentah, yang nantinya akan disalurkan lagi ke Pertamina. KUD yang beroperasi harus mendapat rekomendasi dari Pemda dan terdaftar secara resmi. Dalam Hukum Islam, minyak dapat digolongkan ke dalam kategori an- Nar. Yang terdapat pada hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud: “Kaum muslimin itu berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api” Pada mulanya, kata an naar hanya ditafsirkan sebatas api, yang dipakai untuk memasak, termasuk di dalamnya adalah kayu bakar yang terdapat di hutan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, ulama kontemporer menafsirkan juga dengan semua benda yang termasuk dalam sumber energi, meliputi di dalamnya minyak dan gas bumi, batu bara, dan barang-barang tambang energi lainnya, yang dapat digunakan dalam sumber energi. Jadi Api’ memuat segala hal yang tersirat dalam istilah energi. 108 Jika kita merujuk hadis diatas, kata menunjukkan pemanfaatan sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak serta pelarangan privatisasi oleh individu atau kelompok tertentu atas barang yang dibutuhkan masyarakat luas tersebut. Semua orang berhak atas barang tersebut, karena sesungguhnya konsep pemerataan kekayaan dalam ekonomi islam adalah menjamin tercukupinya kebutuhan setiap individu, bersamaan dengan sumber- sumber kekayaan yang terpencar-pencar. Apa yang dilakukan masyarakat Wonocolo terhadap sumur-sumur minyak peninggalan Belanda sebenarnya boleh dilakukan. Hal ini seperti yang telah dilakukan Rasulullah SAW kepada Bilal bin Haris mengenai daerah yang mengandung barang tambang yang jumlah depositnya hanya sedikit. karena barang tambang yang yang jumlahnya cadangannya sedikit dan sangat terbatas, digolongkan ke dalam milik pribadi. Rasulullah sendiri pernah membolehkan Bilal bin Harits Al Mazany memiliki barang tambang yang sudah ada sejak dulu di 108 Riza Aulia, Kebijakan Energi Dalam Islam, artikel diakses pada 10 Desember 2010, dari http:fikrulmustanir.blogspot.com201003kebijakan-energi-dalam-islam.html bagian wilayah Hijaz. Saat itu Bilal telah meminta kepada Rasulullah SAW agar memberikan daerah tambang tersebut kepadanya. Beliaupun memberikannya kepada Bilal, dan boleh dimilikinya. 109 Oleh karena itu pertambangan Emas, perak dan barang tambang lainnya yang jumlah depositnya sangat sedikit, tidak ekonomis dan bukan untuk diperdagangkan tergolong milik pribadi. Seseorang boleh memilikinya, seperti halnya negara boleh memberikan barang tambang tersebut kepada mereka. Hanya saja mereka diwajibkan membayar khumus seperlima dari hasilnya kepada baitul maal. Baik yang dieksploitasinya itu sedikit ataupun banyak. 110 Dalam ekonomi Islam dikenakan Khumus sebagai ganti penguasaan atas barang tambang yang sedikit, maka dalam hukum ekonomi konvensional dikenal dengan iuran pertambangan, yang terdiri dari iuran eksplorasi dan iuran produksi. Disamping itu juga terdapat pajak yang harus dibayarkan kepada pemda setempat. Dari kedua sistem ini penulis tidak mendapatkan perbedaan yang esensial menyangkut khumus dan iuran pertambangn, kecuali hanya perbedaan istilah dan tata cara tapi maksudnya sama, yaitu agar negara mendapatkan pemasukan dari kegiatan pertambangan rakyat ini.

B. Analisis Hukum Pertambangan Minyak Rakyat Wonocolo.