Dampak positif poligami dalam perspektif hukum Islam (studi kasus desa saninten kecamatan kadu hejo Kabupaten Pandeglang)

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

IDI SUGANDI

106044201465

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

DAMPAK POSITIF POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Syariah (S.Sy) Oleh :

Idi Sugandi NIM : 106044201465

Dibawah Bimbingan Pembimbing :

Dr. KH. Juaini Syukri, Lcs M.A NIP. 19550706 199203 1 001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis yang berjudul “Dampak Positif Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam dan diajukan pada jurusan Akhwal Asy-syaksiyah konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam (AKI) pada fakultas

syariah dan hukum Universitas Islam Negeri (UIN) “Syarif Hidayatullah Jakarta”, ini

sepenuhnya asli merupakan hasil karya tulis ilmiah saya.

Adapun tulisan maupun pendapat orang lain yang terdapat dalam skripsi ini telah saya sebutkan kutipannya secara jelas sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku di bidang keilmuan dan dibidang penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa sebagian atau seluruh isi skripsi ini hasil perbuatan plagiatisme atau mencontek karya tulis orang lain, saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang saya terima ataupun sanksi akademik lain sesuai dengan aturan yang berlaku.


(5)

(6)

ABSTRAKSI

Idi Sugandi, NIM : 106044201465 “Dampak Positif Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam” (Studi Kasus Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten

Pandeglang).

Poligami merupakan permasalahan dalam perkawinan yang palig banyak di perdebatkan sekaligus kontroversial (berbeda pendapat). Poligami ditolak dengan berbagai macam argumentasi baik yang bersifat normative, psikologis, bahkan selalu di kaitkan dengan ketidakadilan gender. Dewasa ini banyak muncul ke permukaan berbagai polemik (kejadian/peristiwa) yang berkaitan dengan usulan perubahan dengan undang-undang perkawinan, salah satunya adalah masalah poligami. Berkaitan dengan hal ini maka masalah pokok yang perlu penulis kaji dan teliti lebih lanjut adalah bagaimana poligami dalam perspektif hokum islam.

Berdasarkan masalah pokok diatas tentunya penulis memerlukan penelitian dan analisis,oleh karena itu penulis menempuh dengan merumuskan masalah-masalah dalam studi kasus ini sebagai berikut :

1. Bagaimana prinsip-prinsip perkawinan dalam islam?

2. Bagaimana kedudukan poligami dalam prespektif hukum islam? 3. Bagaimana dampak-dampak positif poligami terhadap keluarga?

Adapun tujuan dari penelitian studi kasus ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perkawinan dalam islam

2. Untuk mengetahui kedudukan poligami dalam perspektif hukum islam 3. Untuk mengetahui dampak positif poligami terhadap keluarga

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka, observasi, dan wawancara langsung kepada pelaku poligami.

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah bahwa poligami dalam perspektif hokum islam diperbolehkan, selama tujuan, peraturan, hukum, dan syarat-syarat atau standarisasi untuk berpoligami dilaksanakan dengan baik. Karena dipandang kemaslahatan itu penting, baik yang terkait dalam kehidupan rumah tangga atau kebutuhan umat secara umum,bahkan mungkin untuk kebutuhan dakwah, maka seorang laki-laki diperbolehkan menikah lebih dari satu, yang pada prinsipnya akhir daripada laki-laki yang berpoligami adalah untuk misi kemanusiaan, misi ekspansi dakwah, menjalin ukhwah islamiyah dan kekeluargaan lebih luas, memperbanyak keturunan, dan menyelesaikan problem sosial.


(7)

Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-N ya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga hari akhir. Dialah Nabi utusan Allah yang terakhir dan tiada Nabi setelahnya. Kemuliaannya lebih utama dari pada manusia dan makhluk lainnya, Dialah manusia pilihan yang paling bertakwa dan paling taat akan perintah-perintah Allah, Rasul yang sangat mencintai umatnya, ridho Allah agar bisa hidup berdampingan dengan Rasulullah saw di surga merupakan cita-cita para hamba-Nya.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis banyak menemui hambatan, cobaan dan tantangan, baik dalam substansi maupun diluar itu yang bisa mempengaruhi psikologi penulis. Namun, Penulis berusaha menghadapi semuanya dengan sikap optimis dan menjadikan itu semua sebagai motivasi penulis untuk lebih menjadi yang lebih baik lagi, dan bersikap ikhtiar dan tawakkal. Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah batu loncatan untuk meniti jalan menuju orang-orang besar. Namun dalam kapasitas Penulis yang serba dho’if dan dihimpit dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini serasa besar, minimal membesarkan perasaan Penulis dan


(8)

ii

mengobarkan bara semangat untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan setetes air dalam rentang kemarau studi yang Penulis tempuh selama ini.

Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menanamkan jasa baik berupa bimbingan, arahan, bantuan dan motivasi yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bpk. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, MA, selaku Ketua Program Studi dan Rosdiana MA, sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk. Dr. KH. Juaini Syukri Lcs. MA, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.


(9)

iii

5. Sekretaris Desa Saninten serta jajarannya yang telah membantu proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.

6. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. Seluruh Staf Akademik, Jurusan, Kasubag Keuangan dan Perpustakaan terima kasih atas bantuan dalam upaya membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta beserta keluarga atas segala pengorbanan dan cinta kasihnya baik berupa moril maupun materil, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi Penulis, hanya allah SWT yang bisa membalasnya, segala hormat Penulis persembahkan.

8. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Teman-teman Administrasi Keperdataan Islam 2006 yang menemani hari-hari penulis dikampus.

10. Amunizi Band khususnya, Radent yang selalu menjadi tempat sharing Penulis dan selalu memotivasi Penulis.

Besar harapan bagi Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia


(10)

iv

akademik. Sebagai manusia yang dho’if, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka dan kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih apabila para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan perbaikan atas karya-karya yang lainnya.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT. juga kita memohon agar apa yang telah kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu kita di yaumil akhir .

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 20 Maret 2011


(11)

DAFTAR ISI ………. v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ………. 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 10

D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu ………. 10

E. Metode Penelitian ……….. 11

F. Sistematika Penulisan ……… 14

BAB II PENGERTIAN DAN HUKUM POLIGAMI A. Pengertian Perkawinan dan Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam Islam ………... 16

B. Sejarah Singkat Poligami ……… 22

C. Pengertian dan Tujuan Poligami ….……… 26

D. Hukum, Syarat, dan Hikmah Poligami ……….. 29

E. Pengertian Adil dalam Poligami ………. 37

F. Pembatasan Jumlah Istri dalam Nikah Poligami……….. 41

BAB III PENELITIAN DESA SANINTEN A. 1. Sejarah Singkat Dan Struktur Organisasi Kantor Pemerintahan Desa Saninten …..………...……… 48


(12)

3. Social Keagamaan ………..… 50

4. Bidang Hukum ……….. 51

5. Bidang Pendidikan ……… 52

6. Mata Pencaharian ………..… 52

B. Pengertian Poligami Sebagai sebuah Moral dan Aturan Yang Manusiawi ………. 53

C. Kedudukan Poligami Dalam Islam ……… 56

D. Poligami Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ……… 61

BAB IV FAKTOR DAN DAMPAK POLIGAMI A.Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Poligami …….… 65

B.Pendapat Ulama Tentang Poligami ……….…....… 70

C.Dampak Poligami ……….….….. 74

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...……….…… 77

B. Saran-saran ……….…… 79


(13)

Perkawinan dalam agama Islam adalah disebut "nikah", merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan.

Perkawinan merupakan cara yang di pilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak,dan melestarikan hidupnya setelah masing- masing pasangan siap melakukan peranan yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti mahluk lainya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarki tanpa aturan. Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan di atur secara terhormat dan berdasarkan saling ridha meridhai,dengan upacara ijab qabul sebagai lambang adanya rasa ridha meridhai, dengan di hadiri oleh para saksi yang menyaksikan maka pasangan laki-laki dan perempuan itu telah terikat menjadi seorang suami dan istri.1

Perkawinan adalah merupakan sebuah media penyatuan sepasang manusia dalam sebuah ikatan yang suci karena menggunakan nama Tuhan sebagai sumpah, dan legal karena diikat dalam aturan hukum. Ada banyak

1


(14)

2

macam jenis ikatan perkawinan. Pada dasarnya perkawinan terdapat tiga (3) bentuk, perkawinan monogami, poligami dan poliandri. Walaupun poliandri tidak begitu populer. Perkawinan monogami, yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki dengan satu orang perempuan. Selain itu masih ada yang dinamakan poliandri dan poligami. Sebaliknya, poligami adalah perkawinan antara satu orang laki-laki dengan beberapa orang perempuan. Poliandri adalah perkawinan antara satu orang perempuan dengan beberapa orang laki-laki.

Dalam hukum Islam sendiri, perkawinan monogami dan poliandri tidak banyak menimbulkan kontroversi. Sedangkan poligami masih menjadi kontroversi sampai sekarang. Lebih-lebih sejak mencuatnya kasus poligami yang yang dilakukan oleh Aa gym. Secara tekstual, dalam surat an-Nisa’ ayat 3 memang diungkapkan kebolehan berpoligami dengan batas maksimal empat orang istri. Imam Suyuthi menjelaskan bahwa pada ayat di atas terdapat dalil, bahwa jumlah isteri yang boleh digabungkan adalah empat saja (fiihi anna

al-‘adada alladziy yubahu jam’uhu min al-nisaa’ arba’ faqath) (Al-Iklil fi Istinbath

At-Tanzil, Kai Sababun nuzul ayat ini, bahwa Urwah bin Zubair RA bertanya

kepada ‘Aisyah tentang ayat QS An-Nisaa` : 3 Yang artinya : ”Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang


(15)

kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya.” (QS An-nisa : 3).

Maka ‘Aisyah menjawab," Wahai anak saudara perempuanku, yatim di

sini maksudnya anak perempuan yang ada di bawah asuhan walinya yang hartanya bercampur dengan harta walinya, dan harta serta kecantikan yatim itu membuat pengasuh anak yatim itu senang kepadanya lalu ingin menjadikan perempuan yatim itu sebagai isterinya. Tapi pengasuh itu tidak mau memberikan mahar (maskawin) kepadanya dengan adil, yakni memberikan mahar yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain. Karena itu pengasuh anak yatim seperti ini dilarang mengawini anak-anak yatim itu kecuali kalau mau berlaku adil kepada mereka dan memberikan mahar kepada mereka lebih tinggi dari biasanya. Dan kalau tidak dapat berbuat demikian, maka mereka diperintahkan kawin dengan perempuan-perempuan lain yang disenangi."

Beberapa hadits menunjukkan, bahwa Rasulullah SAW telah mengamalkan bolehnya poligami berdasarkan umumnya ayat tersebut, tanpa memandang apakah kasusnya berkaitan dengan pengasuhan anak yatim atau tidak. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW berkata kepada Ghailan bin Umayyah ats-Tsaqafi yang telah masuk Islam, sedang ia punya sepuluh isteri,"Pilihlah empat

orang dari mereka, dan ceraikanlah yang lainnya!" Diriwayatkan Harits bin


(16)

4

delapan isteri saya, lalu saya ceritakan hal itu kepada Nabi SAW maka beliau bersabda,"Pilihlah dari mereka empat orang."

Meski demikian, kebolehan poligami tidak harus disangkut pautkan dengan keberadaan anak yatim pada pihak wanita yang akan dipoligami sebagaimana didegungkan oleh kaum liberal seperti halnya yang digaungkan

oleh Moh. Shahrur dalam bukunya “ Metodologi Fiqih

Demikian halnya Kalau kita kaji lebih dalam sebuah Kaidah Ushuliyah yang berbunyi :

Idza warada lafzhul ‘umuum ‘ala sababin khaashin lam yusqith ‘umumahu, “ jika mau menelaah lebih jauh, bahwa teks tersebut mengungkapkan tentang sesuatu yang khusus tidak bisa menggugurkan kepada sesuatu yang bersifat umum .“

Pada prinsipnya perkawinan menurut hukum islam dan undang-undang perkawinan tahun 1974 adalah monogami sedangkan poligami hanya pengecualian saja. Hukum Islam mengatur poligami sebagai hal yang mubah. Namun demikian dalam pelaksanaan poligami tersebut harus di barengi dengan keadilan terhadap istri dan penuh tanggung jawab. apabila tidak di barengi dengan keadilan dan tanggung jawab tidak menutup kemungkinan akan membawa dampak yang negatif bagi orang yang akan melakukan poligami. masalah poligami memang menarik untuk di perbincangkan karena di lain pihak


(17)

banyak juga ulama yang menentang adanya poligami dengan dasar kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Sebagian mereka yang menentang adanya poligami dengan alasan kesetaran gender, mereka berasumsi bahwa poligami kerap kali menjadi faktor utama terjadinya ketidak harmonisan dalam rumah tangga yang akhirnya berujung pada penganiyaan (KDRT) yang kerap kali dilakukan oleh suami sebagai tampuk kepemimpinan dalam rumah tangga.

Isu poligami selalu memicu reaksi keras dan menjadi isu meresahkan terutama di kalangan perempuan. Padahal diantara kita masih banyak yang bingung ketika dimintai tanggapan tentang gagasan poligami. Sebagian besar orang masih memandang keluarga poligami dengan stigma negatif, meski keluarga poligami itu adalah contoh keluarga poligami yang baik.

Keluarga dari perkawinan poligami sampai detik ini masih identik dengan stereotipe bahwa keluarga semacam itu tidak akan bisa hidup rukun, miskin dan tidak berpendidikan.

Mereka yang mendukung poligami bakal dicap sebagai orang yang mau enak sendiri, tidak berpendidikan, tidak beradab sehingga muncul keprihatinan bahwa kemungkinan ada pemahaman yang kurang benar dari kalangan yang pro dan kontra terhadap isu yang sensitif ini.

Akibatnya, banyak orang yang merasakan sangat sulit untuk mengakui dukungan mereka terhadap poligami atau bahkan mengakui keinginan mereka


(18)

6

untuk memiliki isteri lagi dengan niat yang baik, karena takut dicap dengan label-label yang buruk.

Poligami seharusnya tidak menjadi momok yang menakutkan jika ada perencanaan yang konsisten dan sikap tegas untuk menolak kekuatan-kekuatan dari luar yang membawa pengaruh negatif pada kehidupan keluarga. Situasinya akan lebih baik jika tetap berpegang teguh dan mengikuti agenda yang stabil yang akan membawa jiwa dari dua individu terkait secara utuh.

Ada baiknya, kita tidak kehilangan arah untuk mengindetifikasi berbagai persoalan yang mungkin timbul akibat poligami dan bahwa ada legalitas keagamaan untuk melakukan poligami dan di sisi lain ada kalangan lelaki yang sengaja menyalahgunakan hak yang diberikan ini. Beberapa persoalan yang mungkin timbul dalam kehidupan poligami;

1. Ketidakpercayaan salah seorang isteri yang meyakini bahwa cinta tidak bisa dibagi-bagi.

2. Rasa cemburu di antara para isteri yang kadang-kadang memicu munculnya sikap negatif terhadap anak-anak mereka.

3. Kepala keluarga yang ingin poligami tapi ceroboh, tidak punya komitmen dan tanggung jawab yang kuat untuk mempertahankan keluarganya.

4. Pengaruh dari luar, seperti teman dan penasehat yang berpihak akan makin memicu kesalahpahaman dalam keluarga.


(19)

Jika manusia bersikap realistis, hidup adalah serangkaian kejadian yang penuh pasang surut tapi selalu ada solusi jika terjadi tekanan-tekanan. Bagi mereka yang memilih hidup berpoligami, butuh perjuangan keras untuk membuat hidup mereka jadi mudah dan ujian kehidupan selayaknya dipandang sebagai sebuah tanggung jawab yang sangat penting.

Dengan demikian, seharusnya tidak ada alasan untuk selalu memandang negatif ide poligami. Bahkan jika kehidupan poligami itu tidak sejahtera. Karena tidak ada indikasi akurat untuk sebuah perkawinan yang sukses dan lebih jauh lagi untuk masalah keluarga yang baik-baik.

Di luar sana, banyak perkawinan tunggal yang juga bisa gagal, karena salah satu pasangan berkhianat atau akibat persoalan yang lebih serius lagi, seperti bersikap tidak jujur yang bisa menimbulkan penderitaan panjang.

Tidak adil jika mengutuk poligami tanpa terlebih dulu menilai ada apa dibalik poligami itu, fakta membuktikan bahwa praktik poligami yang dilakukan Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang, membawa dampak yang positif bagi mereka bukan membawa dampak yang negative yang menimbulkan kesengsaraan. istilah poligami Di Desa Saninten adalah sesuatu yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka bahkan mereka berasumsi bahwa banyak istri banyak rizki, menurut mereka dengan bertambahnya istri berarti bertambahnya kebutuhan dan bertambahnya semangat mereka dalam bekerja dan


(20)

8

berarti juga bertambahnya penghasilan mereka. Yang lebih uniknya sebagian besar tokoh masyarakat di desa tersebut melakukan praktek poligami. sebagai contoh pelaku poligami yang peneliti wawancarai untuk sementara adalah : (1)Bapak H. Basri yang beristri dua (2)Bapak H. Aceng yang berisrti dua (3)Bapak H. Udin beristri dua (4)Bapak H. Edi yang beristri dua (5)Bapak H. Dudung yang beristri empat beliau yang paling merasakan perubahan yang luar biasa setelah melakukan poligami hidupnya kini berkecukupan dengan rumah yang mewah dan harta yang berlimpah. Dan masih banyak pelaku poligami lainya yang merasakan dampak positif praktik poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang yang belum kami wawancarai.

Yang menarik disini adalah poligami menurut mereka membawa keberkahan yang sangat luar biasa, karena mereka bisa melaksanakan ibadah haji justru setelah mereka berpoligami, sulit untuk kita bayangkan poligami yang selama ini dianggap sebagai musibah bagi sebagian orang, ternyata membawa keberkahan di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang yang mayoritas mata pencaharianya adalah bertani.2

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, saya tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang praktik poligami yang dilakukan di Desa Saninten Kecamtan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang. lewat ini saya ingin mengambil judul: “DAMPAK POSITIF POLIGAMI DALAM

2


(21)

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” (Studi Kasus di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan masalah

Berdasarkan uraian di atas, bahwa poligami menimbulkan permasalahan yang sangat luas, untuk itu saya gariskan saja mengenai apa yang akan saya bahas disini adalah sekitar praktik poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang sehingga berdampak positif. 2. Perumusan Masalah

Menurut undang-undang perkawinan tahun 1974 maupun KHI bahwa izin poligami itu di persulit tapi pada kenyataanya banyak orang yang melakukan poligami bahkan berdampak positif pula. rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana prinsip-prinsip perkawinan dalam perspektif hukum islam ? b. Bagaimana kedudukan poligami dalam perspektif hukum islam ?

c. Bagaimana dampak positif poligami terhadap keluarga ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun penulis membuat skripsi ini bertujuan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perkawinan dalam islam


(22)

10

b. Untuk mengetahui kedudukan poligami dalam hukum islam c. Untuk mengetahui dampak positif poligami terhadap keluarga 2. Manfaat Penelitian

a. Melatih peneliti untuk membuat karya tulis ilmiah sesuai dengan obyek penelitian.

b. Menjadikan penelitian ini sebagai masukan bagi pemerintah sebagai pemegang kebijaksanaan, masyarakat sebagai pelaku hukum dan civitas akademika dalam dunia intelektual.

D. Tinjauan ( review ) Kajian Terdahulu

Penulis dalam hal ini melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul Proposal dalam Review terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan pernikahan dan poligami, diantaranya adalah : Skripsi dari Fathurohman, NIM. 105044201452 dengan Judul: “Alasan Muslim Berpoligami Lebih dari Empat Orang”.

E. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat diperlukan suatu pedoman penelitian atau metode penelitian. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan


(23)

metode penelitian yang benar akan didapat validitas data serta memudahkan melakukan penelitian.

Hal-hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan dengan metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenis data yang diteliti penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research). penelitian lapangan (Field Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari lapangan yaitu dengan cara observasi.3 Dimana peneliti melakukan penelitian berupa wawancara langsung secara mendalam dengan para pelaku poligami Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang dengan tanya jawab secara lisan yang berpedoman pada pertanyaan tertutup. Selain data dilapangan penulis juga melakukan penelitian kepustakaan (Library

Research). penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data, buku-buku, atau teks-teks tulisan lain.4 Dengan cara membaca dan memahami serta menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

Ditinjau dari pembahasan masalahnya penelitian ini merupakan penelitian Dekriptif yaitu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan

3

M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985). H.53

4


(24)

12

masalah-masalah yang ada sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi, menganalisa dan menginterpretasikannya.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat, data primer dapat diperoleh dari pelaku poligami Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang. b. Data Sekunder

Data sekunder ini adalah data yang diperoleh dengan cara mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis angkat. Dokumen yang dimaksud diantaranya adalah Al-Qur’an, Al-Hadits, Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan-Peraturan lainnya, buku-buku karangan ilmiah serta buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :


(25)

Interview adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih, bertatap muka mendengarkan secara langsung mengenai informasi-informasi atau keterangan-keterangan.yang berkaitan dengan poligami.

b. Observasi : yaitu pengamatan langsung yang dilakukan peneliti guna mendapatkan gambaran umum tentang praktik poligami yang dilakukan Di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang.

c. Dokumenter : metode ini digunakan untuk mencari dan mengungkapkan data yang diperoleh dari interview dan observasi.

4. Teknis Analisis Data

Penulis dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu suatu teknis analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan kemudian menganalisanya dengan merujuk pada buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dijabarkan dalam skripsi ini, yang penulis dapatkan dari perpustakaan.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang dikeluarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007 dengan beberapa pengecualian:


(26)

14

1. Ayat Al-Qur’an yang dikutip tidak diberi Footnote, tapi lansung ditulis nama surat dan ayat diakhir kutipan.

2. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, kemudian barulah sumber-sumber selanjutnya ditulis secara Alfabet, berdasarkan nama pengarang.

Terjemahan Al-Qur’an dan sumber-sumber lainnya yang memakai bahasa arab di tulis satu spasi dengan memberi tanda kutip di awal dan di akhir kalimat.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan Penelitian ini ialah berformat kerangka outline dalam bentuk bab dan sub bab, secara ringkas terurai dalam penjelasan berikut :

BAB I Bab ini mengenai Pendahuluan yang memuat Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan ( review ) Kajian Terdahulu, Metodologi Penlitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II Bab ini mengenai Pengertian dan Hukum Poligami berisikan tentang Pengertian Perkawinan dan Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam Islam, Sekilas Sejarah Poligami, Pengertian Poligami, Hukum Syarat dan Hikmah Poligami, Pengertian Adil dalam Poligami serta Pembatasan Istri dalam Poligami.


(27)

BAB III Bab ini mengenai Penelitian Desa Saninten berisi tentang Sejarah Singkat Desa Saninten dan Struktur Organisasi Kantor Pemerintahan Desa Saninten, Kondisi Objektif, Sosial Keagamaan, Bidang Hukum, Bidang Pendidikan, Mata Pencaharian, dan Pengertian Poligami sebagai sebuah Moral dan Aturan yang Manusiawi, Kedudukan Poligami dalam Islam, dan Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

BAB IV Bab ini mengenai Faktor dan Dampak Poligami yang membahas tentang Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Poligami di Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo Kabupaten Pandeglang, Pendapat Ulama tentang Poligami, dan Dampak Poligami.

BAB V Merupakan bab Penutup, dalam bab ini penulis berusaha untuk menarik kesimpulan dan mengajukan saran-saran.


(28)

BAB II

PENGERTIAN DAN HUKUM POLIGAMI

A. Pengertian Dan Prinsip-Prinsip Perkawinan Dalam Islam

Perkawinan adalah suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua pihak, yakni suami dan istri. kedamaian dan kebahagiaan suami dan istri sangat bergantung pada pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut. Al-Qur’an bahkan menyebutkan perkawinan itu sebagai

mistaqan ghalidzan (perjanjian yang kokoh), seperti termaktub dalam Q.S

An-Nisa ayat 21 berikut :











(

ءاسنلا

:

)

Artinya : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S An-Nisa : 21)

Diantara mufasir menyebutkan bahwa yang di maksud dengan perjanjian yang kokoh dalam ayat tersebut adalah perjanjian yang telah di ambil Allah dari para suami, sesuai bunyi ayat 231 Al-Baqarah :


(29)















(

ا لا

:

)

Artinya : “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau

ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).”(Q.S Al-Baqarah : 231)

Ayat itu menegaskan hanya ada dua pilihan bagi suami : hidup bersama istri dengan memperlakukanya dengan baik atau menceraikanya dengan cara yang baik pula. Tidak ada pilihan yang lain. Karena itu, memilih bersama istri tetapi menyengsarakanya tidak di kenal dalam islam.1

Agar setiap setiap perkawinan dapat mencapai tujuan sebagaimana yuang

di tetapkan syari’at, yaitu mendapt kebahagiaan duniawi menuju kebahagiaan akhirat, islam menggariskan beberapa prinsip yang harus dijadikan pedoman sebagi berikut.

1. Prinsip Kebebasan Memilih Jodoh

Memilih jodoh merupakan hak pilih yang bebas bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak melanggar ketentuan syari’at. Sebelum islam, anak perempuan sama sekali tidak mempunyai hak pilih, bahkan dirinya sepenuhnya dimiliki oleh ayah atau walinya. Ayah atau walinya dapat memilih siapa saja yang akan menjadi jodohnya. Tradisi ini kemudian diubah secara drastis dan radikal oleh Nabi Muhammad saw.

1

Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: lembaga kajian agama dan jender, 1999) Hal.10


(30)

18

Nabi mempunyai kebiasaan bila akan menikahkan putri-putrinya terlebih dahulu memberi tahu mereka. Kebiasaan Nabi meminta persetujuan gadisnya dalam menentukan jodoh merupakan hal baru dikalangan masyarakat Arab. Dalam tatanan masyarakat Arab ketika itu perempuan dianggap tidak memiliki dirinya sendiri, karena itu semua keputusan yang berkaitan dengan dirinya termasuk menentukan jodohnya tidak perlu dibicarakan dengannya. Seorang ayah mempunyai hak ijbar (memaksa) dalam urusan perkawinan. Apakah anak perempuan itu setuju atau tidak sama saja, tidak berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh sang ayah.

Meskipun Islam memberikan hak pilih yang bebas dalam mencari pasangan, namun tetap ada rambu-rambu yang diberikan agar tidak salah dalam memilih suami atau istri, seperti dilarang menikahi orang musryik, dilarang menikahi orang yang termasuk dalam kategori mahram (yang tidak boleh

dinikahi menurut syar’i) dan dilarang menikahi pezina dan orang-orang yang berprilaku keji.

Selain itu ada petunjuk praktis memilih jodoh, seperti terbaca dalam hadis Nabi saw :

يبأ ْ ع ّيعس بأ ْب ّيعس نثّح اق ّلا ّْي ع ْ ع يْحي انثّح دّسم انثّح

ْي بأ ْ ع

نع ها ض

نلا ع

مّس يّع ها ّص

اق

«

ْ ب يّلا ا ب ْ فْظاف ، ا نيّل ا لا ج ا سحل ا لا ل عبْ أ أْ ْلا ح ْن

اّي

»

2 

2Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al

-Bukhari (lebih dikenal dengan Imam al-Bukhari), Jami’ as-Shahih (Shaih al-Bukhari), Dar al-Fikr, (Beirut), 1401 H/1981 M, Juz IV, h. 1958.


(31)

Artinya : “biasanya perempuan dinikahi karena hartanya, atau

keturunannya, atau kecantikannya, atau karena agamanya. Jatuthkanlah

pilihanmu atas yang beragama, kalau tidak engkau akan sengsara. (H.R

Bukhari)

2. Prinsip Mawadah Wa Rahmah (cinta dan kasih sayang)

Prinsip ini antara lain ditemukan pada ayat 21 surat Ar-Rum.













(

م لا

:

)

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S Ar-Ruum 21)

Mawadah secara bahasa barmakna cinta kasih, sedangkan Rahmah

berarti kasih sayang. Mawadah Wa Rahmah terbentuk dari suasana hati yang ikhlas dsan rela berkorban demi kebahagiaan pasangannya. Suami Istri sejak akad nikah hendaknya telah di pertautkan oleh ikatan mawadah dan rahmah

sehingga keduanya tidak mudah goyah dalam mengarungi samudera perkawinan.

3. Prinsip Saling Melengkapi dan Melindungi

Prinsip ini ditemukan antara lain pada ayat 187 surat Al-Baqarah.


(32)

20





(

لا

:

)

Artinya : “Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu dan kamu

adalah pakaian untuk mereka.”(Q.S Al-Baqarah : 187)

Firman Allah tersebut mengisyaratkan bahwa sebagai makhluk, laki-laki dan perempuan, masing- masing memiliki kelemahan dan keunggulan. Tidak ada orang yang sempurna dan hebat dalam semua hal, sebaliknya tidak ada pula yang serba kekurangan. Karena itu dalam kehidupan suami istri, manusia pasti saling membutuhkan, masing-masing harus dapat berfungsi memenuhi kebutuhan pasangannya, ibarat pakaian memenuhi tubuh.

4. Prinsip Mu’asyarah Bil-Ma’ruf (memperlakukan istri dengan baik) Prinsip ini jelas sekali dikemukakan pada ayat 19 surat An-Nisa.

















(

ءاسنلا

:

٩

)

Artinya : “Pergaulilah istri-istrimu dengan sopan, dan apabila kamu tidak lagi mencintai mereka (janngan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu tetapi Allah menjadikan padanya

(dibalik itu) kebaikan yang banyak.” (Q.S An-Nisa : 19)

Ditemukan sejumlah tuntunan dalam Al-Qur’an dan Hadits agar suami mamperlakukan istrinya secara sopan dan santun. diantaranya adalah hadis Nabi yang berbunyi :


(33)

انثّح

ّ حم

ْب

يْحي

انثّح

ّ حم

ْب

فس ي

انثّح

ايْفس

ْ ع

ماش

ْب

ْ ع

ْ ع

يبأ

ْ ع

شئاع

ْ لاق

اق

س

ّلا

-

ّص

ها

يّع

مّس

«

-ْم ْيخ

ْم ْيخ

ّْ أ

ا أ

ْم ْيخ

ّْ أ

اذإ

ام

ْم حاص

عّف

»

Artinya : “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya) dan, aku adalah sebaik-baik kalian terhadap keluargaku. Dan apabila pasangan (sebagian) kalian meninggal, maka

jangan sebut-sebut kekurangannya”

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa perkawinan dalam Islam mengandung dua unsur yang dominan, unsur material dan unsure spiritual. Unsur material dalam perkawinan adalah aspek seksual, yang dalam diri kaum muda sedang berada dalam keadaan yang bergejolak, namun secara berangsur-angsur akan mereda dan menjadi tenang. Adapun unsur spiritualnya adalah aspek yang berkaitan dengan mawadah wa rahmah (cinta kasih, keluhuran budi, kehangatan, dan ketulusan yang meliputi kehidupan suami istri).

Laki-laki dan perempuan sering berbeda dalam memandang kedua unsur perkawinan tadi. Pada umumnya perempuan melihat unsur spiritual itu lebih penting. Sebaliknya, bagi laki-laki unsur material lebih utama atau sekurang-kurangnya unsur itu sama penting baginya. Kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga terletak pada kesucian, kesetiaan, kesabaran, pengorbanan, dan kepedulian kedua belah pihak, yaitu suami-istri. Sedangkan semua ini hanya dimungkinkan dalam perkawinan monogamy dan sulit dibayangkan dalam perkawinan poligami.


(34)

22

B. Sejarah Singkat Poligami

Islam bukanlah yang pertama menetapkan aturan poligami. Bahkan poligami telah ada sejak dahulu dalam hampir semua bangsa seperti, Athena, china, india, babilonia, Syria, dan mesir. Sebagian besar bangsa-bangsa tersebut, poligami tidak mempunyai batasan jumlah tertentu, Antara lain:

1. Dalam aturan “Likai” cina, poligami di bolehkan sampai 130 istri. bahkan salah seorang raja cina mempunyai 30.000( tiga puluh ribu) istri.

2. Dalam agama yahudi, poligami di bolehkan tanpa adanya batasan jumlah. Nabi-nabi yang bersumber pada kitab Taurat semuanya mempunyai istri yang banyak. 3

3. Prof. Abas Mahmud Al-Aqod dalam bukunya, Haqaiqu Al-Islami wa abatilu khusuihi (kabanaran-kebenaran Islam dan kekeliruan musuh Islam)

mengatakan :

- Dalam Taurat dan Injil, poligami bukanlah suatu hal yang terlarang bahkan hal tersebut merupakan kebolehan yang turun temurun dari Nabi-Nabi mereka sendiri, sejak masa Nabi-Nabi Ibrahim Alaihi Salam sampai masa Nabi Isa Alaihi Salam.

- Dalam kitab Injil (agama Kristen), tidak ada keterangan jelas yang melarang poligami, bahkan dalam beberapa naskah Paulus membolehkan poligami ini. Dia mengatakan, “Lazimnya seorang uskup mempunyai satu orang istri.”

3


(35)

Sejarah mengungkapkan bahwa diantara orang-orang Kristen pada masa lalu ada yang menikah lebih dari satu orang wanita. Pendeta-pendeta dahulu juga mempunyai banyak istri.

Ada beberapa pendapat bolehnya poligami pada masa tersebut diatas dalam keadaan-keadaan tertentu dan hal-hal yang merupakan pengecualian. Inilah beberapa diantaranya :

1. Prof. Abas Mahmud dalam Al-Mar’atu fi Al-Qur’ani Al-Karimi. Menyebutkan bahwa Wester Mark, pakar sejarah perkawinan, mengatakan bahwa poligami yang diakui gereja masih berlangsung sampai abad ke-17. Hal ini terus berulang pada keadaaan-keadaan yang diawasi gereja dan Negara.

“Raja-raja Kristen menikah dengan lebih dari satu wanita. Dyar Matt, Raja Irlandia, mempunyai dua istri dan beberapa orang gundik. Philip Ophahis dan Fedderick William II Al-Burusy melangsungkan perkawinan dengan dua orang wanita dengan persetujuan Luther. Luther berbicara dalam berbagai kesempatan mengenai poligami tanpa ada bantahan. Tidak ada larangan dari Tuhan mengenai hal ini. Nabi Ibrahim, sebagaimana orang Kristen melarang

poligami karena beliau sendiri mempunyai dua orang istri.”

2. Al-Aqod mengemukakan juga mengenai hal ini dalam bukunya Al-Mar’atu fi Al-Qur’ani Al-Karimi (wanita dalam Al-Qur’an) bahwa Dewan Frankin Nurenberg mengeluarkan keputusan yang membolehkan pria mengawini dua wanita. Iini dilakukan setelah perdamaian Wespalya pada tahun 1560 dan setelah jumlah penduduk berkurang akibat terjadinya perang selama 30 tahun.


(36)

24

Bahkan, lanjutnya, beberapa sekte dalam agama Kristen berpaling kepada poligami sebagai solusi. Pada tahun 1531 kelompok religius di Mostar mempunyai banyak istri . Al-Marmun menganggap bahwa poligami merupakan aturan ilahi yang suci.

3. Jurji Zaidan menyatakan bahwa dalam agama Kristen tidak ada keterangan yang jelas, melarang melakukan poligami dengan dua orang wanita atau lebih. Meskipun mereka (orang-orang Kristen) ingin agar poligami dibolehkan, tetapi para pemuka agama Kristen terdahulu memandang cukup dengan satu istri dengan alasan hal ini lebih dekat untuk menjaga aturan keluarga dan mempersatukannya. Keadaan ini berkembang di kerajaan Romawi. Penafsiran perkawinan tersebut di atas tidak menghalangi mereka untuk melakukan poligami sampai akhirnya perkawinan yang lebih dari satu wanita menjadai terlarang seperti yang kita ketahui sekarang.4

4. Orang-orang Kristen pada saat ini mengakui bahwa poligami yang dilakukan orang Kristen di Afrika berlangsung tanpa batas jumlah. Nurjih, pengarang buku Al-Islamu wa an-Nasraniyyah fi ausati ifriqiyyah, menyebutkan realita

ini dalam ungkapan berikut : “Mereka para missionaries berkata : Bukanlah

masalah politik kami mencampuri urusan-urusan masyarakat Paganis yang ada di kalangan mereka. Dan tidak perlu kami melarang mereka melakukan poligami selama mereka tetap menjadi pemeluk agama Kristen. Bahkan hal tersebut tidak menjadi masalah selama kitab Taurat yang juga dijadikan

4


(37)

pedoman oleh orang-orang Kristen membolehkan poligami ini. Dikuatkan lagi dengan ucapan al-Masih : “Janganlah kalian menyangka bahwa kedatangan ku bertujuan untuk menghancurkan tapi justru untuk menyempurnakan.”

Akhirnya pihak gereja secara resmi mengumumkan tentang bolehnya berpoligami tanpa batas untuk orang-orang Kristen Afrika.

5. Orang-orang barat yang beragama Kristen melihat dengan mata kepala sendiri penambahan jumlah wanita dibanding pria (terutama setelah perang dunia II) menjadi masalah social yang memprihatinkan.mereka masih mencoba-coba dalam menemukan solusi yang terbaik. Diantara solusi-solusi yang muncul adalah diperbolehkannya poligami.

Pada tahun 1948 diselenggarakan konferensi pemuda di Munich, Jerman. Dalam konferensi tersebut dibahas masalh jumlah wanita di Jerman yang terus meningkat dibanding jumlah pria setelah terjadinya perang. Muncul berbagai macam solusi untuk menangani masalah ini. Hasil yang diputuskan yaitu komisi menuntut supaya dibolehkannya poligami untuk menangani masalah ini.

Pada tahun 1949 masyarakat Bonn, Ibukota Jerman, mengajukan tuntutan kepada pemerintah agar mencantumkan kebolehan poligami dalam undang-undang Jerman.5 Disebutkan dalam koran-koran sejak 10 tahun bahwa pemerintah Jerman telah mengirimkan utusan kepada guru besar Al-Azhar untuk

5


(38)

26

mengetahui lebih jauh tentang aturan poligami dalam Islam karena mereka berfikir tentang manfaat aturan ini dalam mengatasi masalah berlipat gandanya wanita. 6

C. Pengertian dan Tujuan Poligami 1. Pengertian Poligami

Sebagian orang sengaja menjadikan poligami sebagai trend, memberikan penghargaan besar kepada orang yang melakukannya, dan mencibir beberapa icon/tokoh masyarakat yang belum melakukan poligami karena berbagai pertimbangan logis. Karena itu banyak suami yang berambisi untuk melakukannya tanpa memperhatikan kemampuan diri, tidak menghiraukan dan tidak memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi, sehingga poligami yang

dilakukannya semakin memperburuk citra syari’at suci dihadapan masyarakat.

Dalam kamus bahasa Indonesia, poligami adalah seorang laki-laki yang istrinya lebih dari satu.7 Yang berarti sebuah kondisi kepemilikan bersama atas suami. Poligami juga memiliki sifat tidak ada suatu bentuk ke eksklusifan (semata-mata) kepada salah satu dari kedua belah pihak (istri), tidak ada pria yang mempunyai hubungan eksklusif dengan seorang wanita tertentu.

6


(39)

Sedemikian pentingkah poligami, sehingga kaum laki-laki menjadikannya topic pembicaraan di hampir setiap majlis, dan juga kaum wanita pun membicarakannya secara emosional di majlis-majlis mereka.

2. Tujuan Poligami

Musuh-musuh Islam tidak henti-hentinya memusuhi Islam dan menebarkan keraguan dengan mempolitisasi pernikahan Rasulullah saw.

Sebagian Yahudi Yatsrib menyangka bahwa Rasulullah saw adalah laki-laki yang haus seks dan mengumbar nafsu dengan mondar-mandir dalam pelukan sembilan wanita.8 Maka Al-Quran menjawab bahwa ungkapan itu adalah kedengkian terhadap beliau, karena Nabi Daud dan Sulaiman a.s mempunyai istri beberapa kali lipat dari Rasulullah saw. Liciknya mereka tidak memberikan komentar sedikitpun tentang beliau.

Orang-orang orientalis dan musuh-musuh Islam lainnya selalu berupaya menghancurkan Islam dengan berbagai cara, antara lain denagn menggambarkan kehidupan Rasulullah saw secara buruk dan menyeramkan, terutama mengenai pernikahan beliau.

Secara normal laki-laki cukup menikah dengan satu orang istri/wanita. Ini akan lebih menjamin terciptanya kedamaian dalam rumah tangga. Sebab kecemburuan itu ada pada laki-laki dan juga ada pada perempuan. Jika suami cemburu pada istrinya, maka istri pun cemburu pada suaminya.

8

Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender,1999) Hal. 8


(40)

28

Namun kemaslahatan penting, baik terkait dengan kehidupan rumah tangga atau kebutuhan umat secara umum, bahkan mungkin karena kebutuhan dakwah, maka seorang laki-laki dibolehkan menikah lebih dari satu. Walaupun harus memenuhi standar/persyaratannya.

Pada prinsipnya tujuan laki-laki yang berpoligami diantaranya adalah untuk :

a. Misi Kemanusiaan b. Misi Ekspansi Dakwah c. Meneladani Rasulullah saw

d. Menjalani Ukhuwah Islamiyah dan Kekeluargaan lebih luas e. Memperbanyak Keturunan

f. Misi Kemaslahatan g. Mengikuti sunah Rasul

h. Menyelesaikan Problem Sosial

Dari sekelumit permasalahan pro dan kontra tentang poligami yang tidak ada ujungnya , tanpa di gambarkan oleh penulis, ini adalah kemungkinan alasan bagi laki-laki yang berpoligami dari hasil analisa berbagai sumber referensi yang ada.


(41)

D. Hukum, Syarat-syarat, dan Hikmah Poligami 1. Hukum Poligami

Poligami telah ada sejak sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw, dan telah dilaksanakan di dunia Arab. Kemudian datanglah Islam untuk menegaskan

syari’at tersebut serta meluruskan, membatasi, dan menetapkan syarat-syarat kebolehannya.

Diantaranya dalil-dalil yang menjelaskan poligami adalah :





















(

ءاسنلا

:

)

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya). Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah

lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (An-Nisa: 3)

Dalil berikutnya, Allah SWT bersabda :













(

ءاسنلا

:

٩

)


(42)

30

Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa : 129)

Ayat ini menegaskan bahwa adil secara sempurna dan mutlak tidak mungkin dapat dilakukan oleh manusia.

Kalau saja poligami itu dilarang karena tidak mungkin mampu berlaku

adil, tentu ayat berbunyi “kalian tidak mungkin mampu berlaku adil di antara istri-istri, meski kalian sangat ingin berbuat demikian, karena itu kalian tidak

boleh, melakukan poligami”. tetapi ayat ini tidak melarang poligami, justru yang

dilarang adalah kecendrungan total kepada istri yang di cintai, hingga istri yang lain tidak mendapatkan hak-haknya.

Dengan demikian ayat ini secara eksplisit menegaskan bolehnya poligami, bukan larangan poligami sebagaimana yang dipahami keliru oleh sebagian yang anti poligami.

Ayat ini juga membolehkan adanya sebagian kecenderungan hati pada salah seorang istri. Hal ini tidak mungkin terjadi kalau tidak diperbolehkan poligami.


(43)

Dalil yang terakhir adalah teladan dari Rasulullah saw, pengakuan Rasulullah atas apa yang dilakukan oleh para sahabat.9

Muhammad Abduh mengungkapkan syari’at, Muhammad telah memperbolehkan laki-laki untuk menikah dengan empat wanita apabila lelaki tersebut merasa mampu berlaku adil kepada para wanita tersebut. Namun di saat seorang lelaki merasa ia tidak akan mampu berbuat adil pada istri-istrinya kelak, maka ia hanya boleh menikah hanya dengan seorang wanita saja sebagaimana di sebut dalam surat An-Nisa ayat 3.

Di saat seorang lelaki tidak mampu memberikan hak yang sama pada setiap istrinya, maka berantakanlah urusan rumah tangganya dan buruklah bahtera rumah tangganya. Satu pondasi kuat untuk membangun bahtera rumah tangga yang kokoh adalah dengan melestarikan kebersamaan dan kasih sayang antara anggota keluarga. Bila seorang lelaki hanya mengkhususkan satu istrinya dengan mengabaikan istri lainnya, walau hanya pada hal yang remeh sekalipun seperti memberikan hari yang bukan untuk istrinya tersebut, maka hal itu kelak akan membawa masalah baginya. Rasulullah, para Sahabat, para Khalifah, dan para Ulama di setiap masanya selalu berusaha berlaku adil pada setiap istri mereka. Rasullulah dan para Ulama salaf tidak pernah akan mendatangi seorang istri pada hari yang tidak ditentukannya kecuali bila telah mendapatkan izin dari istri yang memiliki hari tersebut.

9

Khozin Abu Faqih, Poligami Solusi atau Masalah?, (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya, 2007) Hal. 104


(44)

32

Dalam undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam (KHI) menganut kebolehan poligami bagi suami, walaupun terbatas hanya sampai empat orang istri. Ketentuan itu termaktub dalam pasal 3 dan 4 Undang-undang Perkawinan dan Bab IX pasal 55 sampai dengan 59 KHI. Dalam KHI antara lain disebutkan : Syarat utama beristri lebih dari seorang,

suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya (Pasal 55

ayat 2). Selain syarat utama tersebut, ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana termaktub dalam pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu adanya persetujuan istri dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

Ironisnya, pada pasal 59 dinyatakan : Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk suami beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57 Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

Pasal ini jelas sekali mengindikasikan betapa lemahnya posisi istri. Sebab , manakala istri menolak memberikan persetujuannya, Pengadilan Agama dengan serta merta mengambil alih kedudukannya sebagai pemberi izin, meskipun diakhir pasal tersebut ada klausal yang memberikan kesempatan pada istri untuk mengajukan banding. Dalam realitas, umumnya para istri merasa


(45)

malu dan berat hati mengajukan banding terhadap keputusan Pengadilan menyangkut perkara poligami.10

Alasan-alasan yang dipakai Pengadilan Agama memberikan izin kepada suami berpoligami adalah :

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.11

Ketiga alasan yang diberikan oleh Pengadilan Agama itu sama sekali tidak mewadahi tuntunan Allah swt, dalam Q.S An-Nisa : 19 yang berbunyi :





























(

ءاسنلا

:

٩

)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata, dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai

sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(Q.S

An-Nisa:19)

10

Musdah Mulia, Op.Cit, Hal. 60


(46)

34

Sebagian gerakan- gerakan yang membahas Aqidah Islam menuntut pelarangan poligami dan membatasinya. Yang paling keras gaungnya adalah sebuah gerakan di Mesir pada tahun 1365 H/1945 M, dimana para penggeraknya menyerukan pelanggaran poligami atau paling tidak menetapkan oleh Syari’at Islam dengan tujuan menghalangi legalisasi poligami. Diantara syarat-syarat baru tersebut adalah tidak membolehkan poligami kecuali dengan adanya sebab-sebab yang kuat yang ditetapkan oleh seorang hakim, dan kepada pria yang ingin berpoligami harus menunjukan sebuah bukti yang kuat atas keinginannya untuk menikahi perempuan lain, jika hakim menerima alasan yang dikemukakan oleh pria tersebut, maka dia diizinkan dan jika hakim tidak menerima alasannya, maka keinginannya tersebut ditolak.12

Sebagian diantara para penentang poligami telah menetapkan beberapa batasan dari jenis-jenis alasan yang dapat diterima yang membuat seorang hakim boleh mengizinkan seseorang untuk berpoligami. Ada dua alasan yang mereka tetapkan, yaitu :

Pertama istri menderita sakit dalam jangka waktu yang lama serta

sakitnya ini tidak dapat disembuhkan.

Kedua, istri tidak bisa hamil lebih dari kurun waktu tiga tahun. Selain

kedua alasan ini, undang-undang mengharamkan seorang laki-laki untuk berpoligami.

12

Isham Muhammad Al-Syarif, Poligami Tanya Kenapa?, (Jakarta: Mirqat Media Grafika, 2008) Hal. 105


(47)

Para penentang poligami melihat bahwasanya asal dari pernikahan dalam Islam adalah satu istri, adapun lebih dari satu adalah pengecualian dan tidak boleh melakukan yang dikecualikan, kecuali dalam keadaan darurat.

Para ahli Fiqih pun sudah bersepakat bahwa sudah menjadi kewajiban seorang lelaki yang berpoligami untuk bisa berlaku adil dalam memberikan nafkah pada setiap istrinya. Demikian juga dalam memberikan hadiah. Bahkan dikatakan, bila seorang lelaki memiliki banyak istri dan tiba-tiba ia mengalami kegilaan, karena sudah menjadi kewajiban walinya untuk bisa mengantarkannya berkeliling demi dapat memenuhi hak semua istrinya.13

2. Syarat-syarat Poligami

Islam membolehkan kaum laki-laki menikah dengan lebih dari satu istri. Akan tetapi kebolehan ini dibatasi dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka pelakunya berdosa. Walaupun menurut sebagian Ulama pernikahannya sah.

a. Adil

Andai kata Islam mengizinkan empat istri, tetapi harus sanggup memperlakukan setiap istrinya dengan adil baik itu dalam makanan, minuman, pakaian, rumah dan makanan pokok, jika tidak sanggup untuk memenuhi kewajibannya berbuat adil, dia dilarang untuk menikahi lebih dari satu istri.

13

Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syari’at Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Hal. 324


(48)

36

Allah SWT berfirman :“Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim (perempuan), maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Maka jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (hendaklah cukup) satu saja, demikian

itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Begitu juga dengan An-Nisa ayat 129 yang sudah disinggung oleh penulis.

b. Kebijaksanaan dan Kearifan

Islam adalah Risalah terakhir dari Allah. Oleh karena itu, Islam datang dengan membawa aturan bagi seluruh bangsa, zaman, dan seluruh umat manusia. Islam tidak hanya untuk orang kota tetapi juga orang desa, tidak hanya untuk wilayah dingin, tetapi juga wilayah panas atau sebaliknya, tidak hanya untuk satu zaman dan satu generasi. Islam memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat.14 Allah berfirman :













(

ّئا لا

:

)

Artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi

orang-orang yang yakin ?”.(Al-Maidah : 50) c. Memiliki Kemampuan Finansial

14


(49)

Yaitu kemampuan memberi nafkah secara adil kepada para istri. sebab kalau seorang tidak memiliki kemampuan memberi nafkah, maka akan menelantarkan hak-hak orang lain.15

Rasulullah saw menegaskan pentingnya kemampuan finansial dalam sabdanya,

انثّح

اّْع

ْ ع

بأ

زْ ح

ع

ش ْعأا

ْ ع

مي ا ْبإ

ْ ع

ّْع

اق

انْيب

ا أ

شْمأ

عم

ّْع

ّلا

-

ض

ها

نع

-

ا ف

ان

عم

نلا

-

ّص

ها

يّع

مّس

-

ا ف

«

م

عاط ْسا

ءا ْلا

ْج ز يّْف

،

إف

ّغأ

ص ّْل

صْحأ

جْ فّْل

،

ْ م

ْمل

ْعط ْسي

ْيّعف

مْ صلاب

،

إف

ل

ءاج

»

16

Artinya : “Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian yang memiliki kemampuan untuk menikah maka menikahlah,dan barang siapa tidak mampu untuk menikah maka hendaklah berpuasa, sebab dengan

berpuasa dapat mengurangi gejolak syahwat.(H.R Bukhari)

E. Pengertian Adil dalam Poligami

Sebagian orang berupaya menentang syariat poligami dengan menafsirkan ayat sembarangan. Mereka mengaitkan ayat “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja” dengan ayat “dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri

(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian”.

Mereka mengatakan “Syarat dibolehkannya poligami adalah tidak adanya

kekhawatiran berlaku zhalim, atau ada keyakinan akan bisa berlaku adil, sebagaimana di tegaskan dalam ayat pertama. Namun ayat kedua menegaskan

15

Khazim Abu Faqih, Op.Cit, Hal.105

16


(50)

38

bahwa adil itu tidak mungkin dapat dilakukan manusia, betapapun ia mengupayakannya. Alhasil, jika adil tidak terpenuhi, maka poligami tidak boleh. Ketika adil tidak mungkin terpenuhi, maka poligami haram.

Ada beberapa poin yang perlu diperhatikan sebagai jawaban atas pendapat tersebut :

1. Adil ditetapkan Allah SWT. Bahwa tidak mungkin dapat dilakukan manusia adalah keadilan yang sempurna dalam berbagai hal, materi dan maknawi, nafkah dan perlakuan lahir, serta cinta dan kecenderungan hati. Keadilan seperti ini memang tidak mungkin mampu dilakukan manusia, siapapun dia. Bahkan Rasulullah saw, tidak mampu melakukan keadilan seperti ini, sebagaimana pernyataan beliau yang artinya

انثّح

ْبا

بأ

ع

انثّح

ْشب

ْب

سلا

انثّح

دا ح

ْب

ّس

ْ ع

يأ

ْ ع

بأ

باق

ْ ع

ّْع

ّلا

ْب

ّيزي

ْ ع

شئاع

أ

نلا

-

ّص

ها

يّع

مّس

مسْي

ْيب

ئاس

ّْعيف

ي

«

م ّلا

ْسق

ا يف

ّْمأ

اف

نْ ّ

ا يف

ّْ

ا

ّْمأ

»

17

Artinya : “Ya Allah, inilah pembagian yang aku punyai, maka janganlah mencelaku, dalam hal yang Engkau mampui dan tidak aku

mampui.” (H.R. Turmudzi, Abu Daud, dan lainnya)

Meski demikian Allah SWT, tidak melarang Rasulullah saw untuk beristri lebih dari satu dan tidak melarang para sahabat yang beristri lebih dari satu.

17


(51)

2. Andai adil tidak mungkin dapat dilakukan secara mutlak, tentu Rasulullah saw, dan para sahabat adalah orang-orang zhalim. Tetapi tidak ada satupun dalil yang menyatakan mereka zhalim. Bahkan ayat dan hadist mewajibkan kita mengikuti mereka.







(

ازحاا

:

)

Artinya : “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)

Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

(Al-Ahzab : 21).

Abu Sa’id Al-Khudri r.a berkata “Suatu ketika kami duduk disisi Rasulullah saw, yang sedang membagi-bagi harta, tiba-tiba datang Dzul Khuwaisirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, seraya berkata “Wahai

Rasulullah berlaku adillah!” Rasulullah bersabda “Celakalah engkau, siapa

yang dapat berlaku adil jika aku tidak berlaku adil?. Sungguh kamu celaka

dan merugi, jika aku tidak adil”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

3. Jika adil tidak mungkin dilakukan, maka berarti bertentangan dengan izin

melakukan ta’addud. Dan tidak mungkin Allah SWT, memberikan syariat

yang tidak mungkin dapat dilakukan.



(

ا لا

:

)

Artinya :“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai


(52)

40

4. Bersikap adil juga diperintahkan oleh allah SWT terhadap anak-anak. Adil secara sempurna dalam segala hal terhadap anak-anak mustahil. Jika demikian, tidak boleh mempunyai keturunan lebih dari satu. Sebab tidak mungkin bisa berlaku adil terhadap mereka, dalam hal ketertarikan hati, kecintaan, dan perasaan hati.

Padahal Islam memerintahkan agar orang tua berlaku adil terhadap anak-anaknya.

Nu’man bin Basyir r.a. meriwayatkan “Ayahku, Basyir memberi hadiah kepadaku, lantas ibuku berkata, persaksikan pemberian itu pada Rasulullah saw. Maka ayah memegang tanganku untuk membawaku menemui Rasulullah saw, kemudian ayah berkata, Wahai Rasulullah, ibunya anak ini memintaku memberikan sesuatu padanya dan menyuruhku mempersaksikan pemberian itu pada anda, maka aku pun datang menemui anda untuk mempersaksiakannya pada anda.

Beliau bersabda,’tunggu dulu,apakah engkau mempunyai anak selainnya.:’Ayah menjawab,ya.’

Beliau bertanya,’apakah semua anakmu ,kamu beri seperti yang engkau berikan kepadanya ?’Ayah menjawab tidak..’

Beliau bersabda,kalau begitu jangan persaksikan kepadaku, sebab aku tidak memberi kesaksian pada kezhaliman. Anak-anakmu mempunyai hak


(53)

atas dirimu,yaitu kamu harus berlaku adil terhadap mereka.(H.R. Abu Daud dan Ahmad).18

Dengan demikian ,jelaslah bahwa adil yang dimaksud pada ayat tersebut bukan adil secara sempurna dalam segala hal.tetapi adil yang berada dalam batas kemampuan manusia,yaitu adil dalam giliran bermalam dan nafkah. Juga berlaku adil terhadap anak-anak mereka.

F. Pembatasan Jumlah Istri Dalam Nikah Poligami

Poligami, sebagai pasangan seorang suami dengan beberapa orang istri, menujukan adanya jumlah (angka) pasti beberapa orang istri yang boleh di poligami. Dalam menentukan jumlah ini yang penting di tekankan adalah jumlah maksimal, sebab hukum Islam menentukan poligami yang terbatas. Untuk menentukanya harus dilihat dari dasar hukum mengenai jumlah poligami yang di perbolehkan itu. Pada surat an Nisa ayat 3 Allah berfirman:





















(

ءاسنلا

:

)

Artinya : “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.

18


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)