Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
66
menyatakan bahwa bullying di tempat kerja dapat menyebabkan atau mengarahkan individu untuk mengalami burnout dan ketidakpuasaan kerja
Li dan Zhang, 2010; Lowenstein, 2013. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Einarsen, Mathieson Skogstad menemukan bahwa
perawat yang mendapatkan perilaku bullying memiliki tingkat burnout yang lebih tinggi, kepuasaan kerja yang lebih rendah dan kesejahteraan psikologis
yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat yang tidak mendapatkan perilaku bullying Einarsen, Mathieson Skogstad, 1998; Alison Chris,
2004. Alasan yang dapat menjelaskan pengaruh positif bullying ditempat kerja
terhadap burnout adalah bullying dapat menyebabkan korban mengalami tekanan Donnellan, 2006. Lee dan Brotheridge 2006, menyatakan bahwa
ketika sumber daya yang dimiliki karyawan telah terkuras habis untuk menghadapi dan mengatasi tekanan dari bullying maka hal ini akan
menghasilkan burnout. Selanjutnya, Maslach Leiter 1997, yang menyatakan apabila tekanan yang dialami berlangsung dalam jangka waktu
yang lama dan tidak dapat diselesaikan oleh individu maka akan membuat individu yang bersangkutan mengalami kelelahan, depersonalisasi dan
pencapaian pribadi yang rendah yang mana kondisi ini disebut burnout Maslach Leiter, 1997; Lorensya Wirawan, 2009.
Selanjutnya, hasil tambahan penelitian ini menunjukkan bahwa work- related bullying, person-related bullying, dan physical intimidation bullying
secara bersama-sama memiliki pengaruh yang positif terhadap burnout pada
67
karyawan PT.Pertamina. Hal ini menunjukkan bahwa work-related bullying, person-related bullying, dan physical intimidation bullying dapat
meningkatkan burnout pada karyawan. Korban-korban yang merasakan work-related bullying mendeskripsikan
tempat kerja mereka sebagai tempat yang kompetitif, tidak ramah, dan banyak terjadi konflik interpersonal Seigne, 1998. Hal ini akan dapat
menimbulkan burnout. Pernyataan ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Hariyadi 2006 bahwa salah satu hal yang dapat menimbulkan burnout
adalah hubungan dengan rekan kerja yang buruk yang di warnai dengan konflik, saling tidak percaya, dan saling bermusuhan.
Indikator kedua dari bullying adalah person-related bullying. Person- related bullying juga berpengaruh positif dengan burnout. Bullying yang
sifatnya lebih personal, contohnya ketika korban dan rekan kerjanya saling menyerang self-image satu sama lainnya, sering sekali dikarakteristikkan
dengan keterlibatan emosional yang intens Einarsen, 1999. Ketika seseorang harus secara rutin berada disuatu situasi yang menuntut
keterlibatan emosional yang intens maka hal ini akan membuat orang tersebut mengalami burnout. Burnout yaitu suatu keadaan dimana individu
mengalami kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena tekanan yang dialami dalam dalam jangka waktu yang cukup lama dalam
situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang cukup tinggi Adawiyah, 2013.
68
Indikator ketiga dari bullying adalah physical intimidation bullying. Physical intimidation bullying juga berpengaruh positif dengan burnout.
Contoh physical intimidation bullying diantaranya adalah memberikan perilaku intimidasi
seperti mendorong,
menunjuk-nunjuk korban,
menghalangi jalannya, memberikan ancaman kekerasan dan lain-lain Einarsen, Hoel Notelaers, 2009. Hal ini juga tentunya akan membuat
korban yang mendapatkan physical intimidation bullying akan berada pada suatu situasi yang menuntut keterlibatan emosional
. Leatz Stoler 1993
menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat menimbulkan burnout adalah ketika seseorang secara rutin menghadapi situasi yang menuntut keterlibatan
emosional yang tinggi. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa nilai rata-rata empirik
bullying lebih kecil dari nilai hipotetiknya 35,8578 dengan selisih nilai sebanyak 42,15 dan nilai rata-rata empirik bullying yang didapatkan ini
termasuk ke dalam kategorisasi nilai bullying di tempat kerja yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat bullying yang dimiliki oleh subjek
penelitian tergolong rendah. Sedangkan untuk burnout, nilai rata-rata empirik burnout lebih kecil dari nilai hipotetiknya 42,6860 dengan
selisih nilai sebanyak 17,32 dan nilai rata-rata empirik burnout yang didapatkan ini termasuk ke dalam kategorisasi nilai burnout yang rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat burnout yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong rendah.
69
Selain itu dari gambaran umum subjek penelitian terilhat bahwa berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian lebih banyak berjenis kelamin
laki-laki. Dengan jumlah subjek berjenis kelamin laki-laki yang lebih banyak, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat burnout yang
dimiliki oleh subjek penelitian tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schultz Schultz 1994 mengungkapkan bahwa wanita
memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout daripada pria.
Dilihat berdasarkan usia, subjek dengan usia 18-40 tahun yang termasuk kedalam kategori dewasa dini memiliki jumlah yang paling banyak
dibandingkan dengan subjek yang berusia 41-60 tahun yang termasuk kedalam kategori dewasa madya dan subjek yang berusia diatas 60 tahun
yang termasuk kedalam kategori lanjut usia. Dengan lebih banyaknya subjek berusia 18-40 tahun yang termasuk kedalam kategori dewasa dini,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat burnout yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong rendah. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan
Caputo 1991 yang menyatakan bahwa berdasarkan usia, orang-orang dengan usia muda cenderung lebih rentan mengalami burnout daripada
orang-orang dengan usia yang lebih tua. Dilihat berdasarkan status pernikahan, subjek dengan status sudah
menikah lebih banyak dari subjek yang belum menikah. Dengan lebih banyaknya subjek penelitian yang sudah menikah, maka hasil penelitian ini
menemukan bahwa tingkat burnout yang dimiliki oleh subjek penelitian
70
tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Caputo 1991 bahwa individu yang belum menikah lebih banyak mengalami burnout dari pada
individu yang sudah menikah Caputo, 1991; Fatmawati, 2012. Selanjutnya, berdasarkan masa bekerja, didapatkan bahwa jumlah subjek
penelitian yang sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun yang termasuk kedalam kategori tahap pemeliharaan lebih banyak dibandingkan dengan
subjek penelitian yang sudah bekerja selama 2 tahun-10 tahun yang termasuk kedalam kategori tahap lanjutan dan subjek yang baru bekerja
kurang dari 2 tahun yang termasuk kedalam kategori tahap perkembangan. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan didalam penelitian ini bahwa
semua subjek sudah bekerja lebih dari 6 bulan dan dengan lebih banyaknya jumlah subjek penelitian yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun yang
termasuk kedalam kategori tahap pemeliharaan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat burnout yang dimiliki oleh subjek penelitian
tergolong rendah. Hal ini mendukung pernyataan bahwa orang yang sudah memiliki pengalaman bekerja yang banyak akan semakin kecil
kemungkinannya untuk mengalami burnout karena sudah terbiasa untuk mengatasi tuntutan kerja Caputo, 1991; Fatmawati, 2012. Dalam hal ini
tentunya orang yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun pasti sudah memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak daripada orang yang baru bekerja
kurang dari 2 tahun dan orang yang sudah bekerja selama 2 tahun-10 tahun.
71