vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sering dipahami sebagai suatu ajaran yang lengkap, ia hadir di mana- mana, serta memberikan panduan dalam berbagai segi kehidupan. Islam juga
memberikan panduan mengenai bagaimana kita bersikap, berakidah yang baik, beribadah, bermuamalah dan termasuk dalam kehidupan bernegara. Tegasnya bahwa
kehadiran Islam selalu memberikan panduan moral yang baik dan benar dalam segala macam tindakan.
1
Hukum Islam yang telah berlaku dalam adat istiadat dan telah mengurat nadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak berfungsi sebagaimana dalam praktek
formalitas hukum. Menurut Abdul Manan, hukum Islam mempunyai tujuan Maqasid al-Syariah
2
yang memiliki aspek mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Menurutnya, hukum Islam juga membawa manusia ke bawah naungan
hukum agar nantinya manusia terbebas dari belenggu hawa nafsu.
3
1
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam di Indonesia
, Jakarta: Paramadina, 1998, Cet ke-1, h. 7.
2
Tujuan Maqasid al-Syariah yaitu Hifzh al-Din menjaga agama, Hifzh an-Nafs menjaga kehidupan, Hifzh al-‘Aql menjaga akal, Hifzh an-Nasl menjaga keturunan, Hifzh al-Maal menjaga
harta benda.
3
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, h. 107.
vii Hukum Islam ini dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan perubahan dari
berbagai pergerakan. Gerakan Islam ini sejak zaman penjajahan memang telah terlibat dalam aktivitas yang bersifat politis. Kondisi seperti ini lebih diakibatkan oleh
peranan Islam yang begitu menentukan dalam meraih kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Gerakan dan peperangan ini dipelopori oleh Imam
Bonjol dalam Perang Paderi, Pangeran Diponegoro, Perang Aceh dan serentetan aksi- aksi perjuangan Islam lainnya.
4
Di masa kemerdekaan, Islam menjadi tolak ukur moralitas dan merupakan kontribusi penting dalam setiap kebijakan publik serta mejadi alat legitimasi efektif
terhadap proses pembangunan. Akan tetapi dalam kenyataannya, kedudukan penting Islam di atas ternyata tidak diimbangi oleh fungsionalisasi Islam dan umat Islam itu
sendiri, baik secara politik, hukum, ekonomi maupun sosio-kultural. Islam dan umat Islam dalam perkembangannya selalu pada posisi yang marjinal.
5
Pada masa Orde Baru, hukum Islam mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan
ini didorong oleh gerakan pembaruan pemikiran Islam serta perubahan sikap pemerintah Orde Baru yang lebih akomodatif terhadap berbagai aspirasi umat Islam.
Pada hari Minggu 12 Agustus 2007 yang bertepatan dengan 28 Rajab lalu, Hizbut Tahrir Indonesia HTI menggelar acara Khilafah Internasional di Istora
Senayan. Ribuan umat Islam, tamu undangan, dan para pembicara dari dalam maupun
4
Badri Yatim, Soekarno, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Logos, 1999, Cet ke-I, h. 155.
5
Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999, h. 120.
viii luar negeri menghadiri acara tersebut. Suatu hal yang menjadi catatan menarik antara
lain tampilnya pembicara dan bahkan para hadirin yang berlatar belakang berbeda organisasi masyarakat ormas, status pendidikan, sosial ekonomi, serta budaya.
Mereka tiba-tiba menjadi bersatu mengusung tema pentingnya menegakkan Khilafah Islamiyah. Hizbut Tahrir Indonesia HTI mempunyai pandangan untuk
mengampanyekan konsep Khilafah Islamiyah, seluruh keterpurukan umat terjadi akibat tidak dilaksanakannya syari’at Islam secara penuh. Sistem dalam Islam hanya
diambil sebagian sesuai keinginan mereka yang mengamalkannya. Jika Indonesia ingin baik pada masa mendatang, tidak ada cara lain selain dengan khilafah.
6
Dalam konferensi khilafah yang diadakan HTI, ada perwakilan ormas yang terkenal moderat secara terang-terangan tidak hadir dalam acara tersebut yaitu
perwakilan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU dengan alasan yang prinsipil;
7
berbeda dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah yang pada waktu itu ikut membantu memberikan orasi, dengan menyerukan agar umat Islam mengambil esensi
dari konsep kekhilafahan yaitu persatuan dan kebersamaan.
8
Nahdlatul Ulama NU yang berdiri pada tahun 1926 telah tampil sebagai organisasi terbesar yang banyak memberikan sumbangan bagi bangsa. Pengorbanan
6
Kompas, Selasa, 4 September 2007, h. 5.
7
Prinsipil yang dimaksud adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU menegaskan, bahwa konsep pemerintahan Islam Khilafah Islamiyah tidak pernah jelas bagaimana
bentuk dan mekanisme pendiriannya. Kejelasan konsep tersebut hanyalah selalu mengganggu dan mempersoalkan keabsahaan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. http:www. Pikiran-
rakyat.com, Senin 13 Agustus 2007.
8
Media Indonesia, 13 Agustus 2007, h. 1.
ix NU dan organisasi lainnya pada masa itu baik berupa harta benda, keringat bahkan
jiwa ternyata tidak sia-sia karena telah berhasil mengantarkan Indonesia ke gerbang kemerdekaan.
9
Di awal kemerdekaan RI, Zuhairi Misrawi menegaskan NU mempunyai arti penting bagi proklamasi kemerdekaan. Para kiai NU mempunyai
andil besar, bahkan ikut menegaskan kepemimpinan Bung Karno dengan fatwa “pemimpin yang mempunyai otoritas penuh” waliy al-amri al-dlarury bi al-syaukah
demi terbentuknya negara yang adil dan berdaulat.
10
Sejarah keterlibatan NU dalam berpolitik selalu ada benang merah yang nampak bahwa pertimbangan politiknya senantiasa diambil berdasarkan konteks dan
situasi politik yang berkembang. Wajar jika kemudian relasi NU dan pemerintah negara seringkali bersifat kompromis dan saling menopang. Misalnya, tokoh NU
terlibat secara aktif di dalam pemerintahan.
11
Sedangkan pada perkembangan kontemporer, pemikiran keagamaan Islam dalam komunitas NU menunjukkan
fenomena yang menarik, mereka mempunyai gagasan keagamaan progresif dalam merespons modernitas dengan menggunakan basis pengetahuan tradisional yang
mereka miliki setelah dipersentuhkan dengan pengetahuan baru dari berbagai
9
Sudarno Shobron, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Pentas Politik Nasional, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003, Cet. Ke-1, h. 43.
10
Zuhairi Misrawi, Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU, Jakarta: Kompas, 2004, Cet. Ke-1, h. 1.
11
Faisal Ismail, Dilema NU di Tengah Badai Pragmatisme Politik, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004, Cet. Ke-1, h. 52.
x khazanah modern.
12
Dewasa ini, ketika pembangunan sedang berjalan masih banyak problematika yang masih memerlukan pemecahan. Di sana kiprah kelompok sosial
untuk menentukan perannya dalam memberikan jawaban terhadap persoalan- persoalan dasar manusia. NU sebagai kekuatan sosial keagamaan ditentukan
ketepatannya dalam ikut serta menjawab tantangan-tantangan bangsa dan diperlukan tindakan-tindakan nyata dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, penulis merasa termotivasi untuk meneliti lebih lanjut tentang wawasan bernegara Khilafah Islamiyah menurut sudut
pandang ormas Islam yang komunitasnya terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama. Penelitian tersebut penulis kemas dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Pandangan Nahdlatul Ulama terhadap Wawasan Kebangsaan dan Khilafah Islamiyah
.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah