lx Menurut Abdul Majid an-Najar, mengacu pada wahyu ilahi dan akal kemanusiaan,
yaitu nash petunjuk-petunjuk wahyu dan ‘aqli peranan akal.
83
Beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa konsep khilafah dalam al-Qur’an tidak ada hubungannya dengan khilafah
dalam arti lembaga kekuasaan politik. Sementara di sisi lain, berpendapat sebaliknya, bahwa peran kekhalifahan manusia dalam mengatur segala urusan —agama dan
dunia akan tercapai jika ditegakkan dengan kekhalifahan yang bersandar pada wahyu Ilahi.
D. Khilafah Islamiyah dalam Lintasan Sejarah
Konsep Khilafah Islamiyah dalam politik Islam tidak bisa lepas dari konteks sejarahnya. Dalam sejarahnya, kekhalifahan dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad
saw. Wafatnya Nabi Muhammad saw. meninggalkan kevakuman pemimpin yang hampir tidak mungkin digantikan oleh orang lain. Sebab posisinya bukan saja
seseorang pemimpin negara, tetapi juga seorang nabi, pembuat undang-undang, guru spiritual, dan pribadi yang mempunyai visi transendental.
84
Para sahabat mulai sibuk mencari pengganti beliau sebagai kepala negara. Alotnya proses mencari pengganti
Nabi sebagai kepala negara membuat penguburan Nabi menjadi soal yang kedua bagi para sahabat dan sejak itu pula istilah khalifah atau khilafah timbul.
85
Para sahabat
83
Abdul Majid an-Najar, Khilafah: Tinjauan Wahyu dan Akal, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, Cet. Ke-1, h. 33-34.
84
Ashgar Ali Engineer, Asal-usul dan Perkembangan Islam: Analisis Pertumbuhan Sosial- Ekonomi
, Yogyakarta, Pustaka-Insist, 1999, Cat. Ke-1, h. 215.
85
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986, Cet. Ke-5, h. 3.
lxi yang cukup dekat dengan Rasul dan cukup senior kemudian berkumpul disuatu
tempat yakni Saqifah Bani Saidah. Melalui perundingan yang cukup alot dan sengit, para sahabat kemudian memilih Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pasca
Rasulullah.
86
Namun terpilihnya Abu Bakar tidak kemudian menyelesaikan persoalan dalam politik Islam, terutama dalam hal pengganti Rasulullah sebagai kepala negara.
Terpilihnya Abu Bakar melalui proses perundingan itu, kemudian melahirkan dua golongan besar Islam, yakni Sunni dan Syi’ah. Sebagian masyarakat muslim waktu
itu memandang bahwa proses pemilihan yang dilakukan para sahabat di Saqifah Bani Saidah adalah tidak benar. Sebab mereka yakin bahwa Nabi sebenarnya telah
menunjukan Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya.
87
Kelompok ini kemudian digolongkan ke dalam kelompok Syiah. Sebaliknya, masyarakat yang setuju dan
menerima dengan proses pemilihan khalifah di Saqifah Bani Saidah berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak menunjuk seorang pengganti sepeninggal beliau.
Kelompok ini kemudian digolongkan ke dalam kelompok Sunni. Adanya perselisihan dalam kekhalifahan kekuasaan politik, menurut Esposito, memiliki dua orientasi,
yaitu menyangkut isu tentang hak warisan pimpinan dan masalah tentang berbagi
86
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, Cet. Ke-1, h.45-46.
87
John L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?, alih bahasa: Alwiyyah Abdurrahman, Bandung: Mizan, 1996, Cet. Ke-3, h. 41. Mereka yang meyakini Ali sebagai
pengganti Nabi berdasarkan pendapat mereka pada peristiwa Ghadir Khumm, dimana Nabi pernah berwasiat: “Inilah Ali, wasiatku, khalifah untukmu. Dengarlah dan taati dia”.
lxii kekuasaan atau perang saudara.
88
Berkaitan dengan peristiwa ini, Harun Nasution menilai, bahwa persoalan yang pertama-tama timbul dalam sejarah Islam, bukanlah
persoalan tentang keyakinan, tetapi masalah politik.
89
Praktek kekhalifahan selama enam abad pertama Islam, dapat dibagi ke dalam tiga periode utama: 1 Khulafa ar-Rasyidun di Madinah 632-661 M; 2
Kekhalifahan Bani Umayyah 661-750 M di Damaskus; dan 3 Kekhalifahan Bani Abbasiyyah 750-1258 M di Baghdad. Sedangkan sisanya adalah zaman Utsmaniyah
Turki di Istanbul 1299-1924 M.
90
Pemerintahan Khulafa ar-Rasyidun dimulai dengan tampilnya Abu Bakar ash- Shiddiq sebagai khalifah 11 H632 M – 13 H634 M. Kekhalifahan Abu Bakar
merupakan awal terbentuknya pemerintahan model khalifah dalam sejarah Islam yang berpusat di Madinah. Sepeninggal Abu Bakar, Umar Ibn Khatab mendapat
kepercayaan sebagai khalifah kedua. Pada waktu itu Sayidina Umar merupakan penasihat Abu Bakar. Tampilnya Umar sebagai khalifah 13 H634 M – 23 H644M
tidak melalui proses yang sama seperti Abu Bakar, melainkan melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya.
91
Sementara itu, Utsman Ibn Affan menjadi khalifah
88
Esposito, Islam dan Politik, h. 8.
89
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985, Cet. Ke-5, h. 92.
90
Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?, h. 41.
91
Faisal Ismail, Momentum Historis Gerakan Pencerahan Islam: Peranan Nabi Muhammad saw dan Para Khalifah al-Rasyidin Membangun Masyarakat Madani,
Jakarta: Mitra Cendekia, 2004, Cet. Ke-2, h. 118-119.
lxiii ketiga 23 H644 M – 35 H656 M dipilih oleh sekelompok orang yang terdiri dari
enam orang yang ditentukan oleh Umar sebelum wafat.
92
Setelah Umar wafat dibunuh oleh seorang hamba Parsi yang bernama Abu Luluah, keenam orang itu kemudian bermusyawarah. Atas inisiatif Abdurrahman,
terjadilah permusyawaratan yang akhirnya sepakat memilih Utsman ibn Affan dengan pertimbangan usianya yang lebih tua dan sifatnya yang lebih lunak. Utsman
kemudian berakhir masa jabatannya setelah terbunuh di dalam rumahnya sendiri oleh para pemberontak yang tidak puas hati dengan pemerintahannya. Pada waktu itu para
pemberontak dari berbagai daerah mencari beberapa sahabat senior seperti Thalhah, Zubeir, dan Sa’ad ibn Waqqash untuk dibai’at menjadi khalifah. Namun di antara
mereka tidak ada yang bersedia. Akhirnya, mereka menoleh Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah, namun Sayidina Ali menolak. Tetapi selepas didesak oleh
pengikutnya, beliau akhirnya menerima untuk menjadi khalifah. Pada masa kepemimpinannya memerintah selama lima tahun 35 H656 M – 40 H661 M. Ali
pun berakhir masa jabatannya setelah terbunuh ketika beliau hendak bershalat subuh oleh para pemberontak
93
. Pasca berakhirnya masa Khulafa’ ar-Rasyidun, kekhalifahan dilanjutkan oleh
Dinasti Umayyah yang memerintah di Damaskus 661-750 M dengan Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah pertama. Namun, kata “khalifah” pada masa Dinasti
92
Enam orang tersebut adalah Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Talhah, Zubair ibn Awwam, Sa’ad ibn Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf.
93
Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 75-76.
lxiv Umaiyah mulai mengalami pergeseran makna. Pergeseran tersebut bisa dilihat dari
dua hal; Pertama, Pemilihan khalifah tidak lagi melalui cara yang “demokratis”, tapi melalui pengangkatan putra mahkota wilayatul ‘ahdi yang ditentukan oleh khalifah
sebelumnya. Kedua, khalifah terfokus pada masalah politik, sementara agama diserahkan kepada ulama yang menguasai masalah agama, berbeda dengan khalifah
sebelumnya yang merupakan ahli agama yang menetapkan hukum keagamaan berdasarkan ijtihad mereka baik sendiri maupun bersama-sama.
94
Sistem Monarki dalam pemerintahan Islam dimulai pada khalifah Muawiyah yang mengangkat
putranya Yazid bin Muawiyah sebagai pewaris kepemimpinan sang ayah khalifah. Setelah berhasil menggulingkan marwan II, khalifah terakhir Bani Umaiyah
pada tahun 750 M, Abu al-Abbas al-Saffah memproklamirkan berdirinya kerajaan Bani Abbas. Meskipun al-Saffah merupakan pendiri dinasti ini, orang yang berjasa
mengembangkannya adalah Abu Ja’far al-Mansur 754-775 M. Pada masa khalifah al-Mansur kata khalifah mengalami perubahan makna yang cukup mendasar, khalifah
sudah berkonotasi Khaliffatullah yang berarti pengganti atau wakil Allah di muka bumi, dan menamkan dirinya sebagai Sultanullah fi al-Ardh penguasa Tuhan di
muka bumi. Berdasarkan prinsip ini, kekuasaan bersifat absolut dan tidak boleh diganti kecuali setelah ia meninggal.
95
94
Departemen Agama RI, “Khilafah” Ensiklopedi Islam, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993 jilid kedua, h. 607.
95
Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, h. 86-88.
lxv Proses pergantian kekhalifahan pada Dinasti Abbasiyah tidak jauh berbeda
dengan Umaiyah. Kekhalifahan ini kemudian berakhir ketika pasukan Hulagu Khan dari Mongolia menghancurkan Baghdad dan membunuh khalifah terakhir, yakni al-
Mu’tashim.
96
Setelah itu, jabatan khalifah dipegang oleh keturunan Mamluk Abbasiyah di Kairo. Sementara itu, pusat kekuasan baru timbul di Istambul pada 699
H1299 M yang dipimpin oleh Utsman I yang kemudian terkenal dengan sebutan Dinasti Utsmaniyah. Dinasti ini memerintah sampai dengan tahun 1342 H1924 M
dengan khalifah terakhir Abdul Hamid II. Kekhalifahan yang muncul pada akhir abad ke-14 tersebut, secara formal dihapuskan oleh Republik Turki pada tahun 1924 M
oleh Mustafa Kemal Pasha. Keruntuhan kekhalifahan terakhir karena akibat perseteruan antara kaum nasionalis dan agamais dalam masalah kemunduran ekonomi
Turki.
E. Khilafah dalam Wacana Politik Islam Kontemporer