Pengertian Wawasan Kebangsaan WAWASAN KEBANGSAAN DAN KHILAFAH ISLAMIYAH

xliv

BAB III WAWASAN KEBANGSAAN DAN KHILAFAH ISLAMIYAH

A. Pengertian Wawasan Kebangsaan

Kata wawasan berasal dari kata “wawas” yang mempunyai arti tinjauan, pandangan, konsepsi cara pandang. Sedangkan term “bangsa” sebagai akar kata “kebangsaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata “bangsa” memiliki arti kesatuan orang-orang yang mempunyai kesamaan sejarah, kesamaan cita-cita dan perjuangan serta berpemerintahan sendiri meskipun kemungkinan di antaranya ada perbedaan dalam asal-usul keturunan ras, keyakinan agama maupun bahasa. Dan kata “kebangsaan” memiliki makna sebagai ciri-ciri yang menandai golongan bangsa. 54 Dalam kosa kata Arab sering dipakai dengan kata “qaum”, “syu’ub”, atau “ummat”. Dalam al-Qur’an Allah menyebut term “qaum” 283 kali, “syu’ub” 2 kali, dan “ummat” 64 kali. Dari ratusan ayat tersebut, paling tidak ada empat pointers yang dapat kita tarik sebagai karakter suatu bangsa, antara lain; 1. Bahwa bangsa berarti komunitas manusia secara keseluruhan, sebagaimana dalam firman-Nya: “kânan nâsu ummatan wâhidatan” 55 , manusia adalah ummat bangsa yang satu. 54 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet. Ke-I, h. 76. 55 Q.S. Al-Baqarah ayat 213. xlv 2. Bahwa bangsa berarti hanya khusus kaum muslimin saja, seperti firman-Nya “wa kadzâlika ja’alnâkum ummatan wasathan li-takûnû syuhadâ ‘alan-nâs’...” 56 , dan demikian kami telah menjadikan kamu umat Islam, ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia. 3. Bahwa ummat berarti seorang diri saja, misalnya firman Allah “innâ Ibrâhîma kâna ummatan qânitan hanifan ” 57 , sesungguhnya Ibrahim adalah ummat bangsa, imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif seorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tak pernah meninggalkannya. 4. Bahwa bangsa ummat itu meliputi seluruh mahluk di muka bumi, sebagaimana dalam firman Allah “wa mâ min dâbbatin fil ardli wa lâ thâirin yathîru bi janâhaihi illâ umamun amtsâlukum ”, 58 dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan bangsa-bangsa umat-umat seperti kamu. Dari keempat karakter bangsa di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa hakikat kebangsaan tidak terlepas dari suatu generasi al-jiil dan komunitas. Realitas sikap kebangsaan dalam tubuh umat Islam merupakan implementasi dari misi “rahmatan lil-‘alamin” sehingga eksklusifitas mereka harus diminimalkan. Sikap kebangsaan ini diaplikasikan Rasulullah saw. dalam membangun masyarakat Madinah di bawah panji “Madinah Charter” Watsiqah Madinah atau Piagam 56 Q.S. Al-Baqarah ayat 143. 57 Q.S. An-Nahl ayat 120. 58 Q.S. Al-An’am ayat 38. xlvi Madinah. Dalam perjanjian luhur yang mengikat Yahudi, Kristiani, Muslim dan Paganis tersebut kata Islam dan al-Qur’an sama sekali tidak pernah ditampilkan. Karakter ini dikuatkan dengan risalah terakhir dalam Islam yang disampaikan Nabi saw. dalam Haji Wada’. Satu-satunya ibadah haji yang pernah dilakukan Rasulullah semasa hidup tersebut, beliau berpesan kepada seluruh umat manusia untuk selalu menghormati hak-hak seseorang, mengangkat kehormatan wanita, menghindarkan pertumpahan darah. Inti khutbah perpisahan Nabi saw jika diaktualisasikan, bahwa ke-Islam-an seseorang belumlah sempurna tanpa pelaksanaan hak-hak asasi manusia di muka bumi. 59 Di antara pemikir Sunni yang memulai menyebut gagasan al-Wathan tanah air dalam konteks berbangsa dan bernegara adalah At-Thahthowi, kemudian Abdurrahman al-Kawakibi pada awal abad ke-20 mempopulerkan istilah Wathoniyah ketika berbicara mengenai sesuatu yang dapat menyatukan antara komunitas Arab- Muslim dengan Arab non-Muslim, kemudian masalah al-Wathaniyah nasionalisme dan kebangsaan baru muncul secara politik praktis, setelah kekuasaan kesultanan Utsmaniyah dibubarkan oleh Kemal Ataturk di Turki dan lahirnya Negara Bangsa Nation State yang pertama dalam masyarakat Islam Turki pada tahun 1924 M. 60 59 Said Aqiel Siradj, Islam Kebangsaan: Fiqh Demokratik Kaum Santri, Jakarta: Pustaka Ciganjur: 1999, Cet. Ke-1, h. 194. 60 Ibid.. xlvii Menurut Quraish Shihab bahwa unsur-unsur yang mendasari paham kebangsaan adalah: 1. Persatuan dan kesatuan 2. Asal keturunan, dalam hal ini Quraish Shihab mengambil contoh yang dilakukan Rasulullah ketika di Madinah, yaitu dengan adanya Piagam Madinah yang berisi ketentuankesepakatan masyarakat Madinah dalam satu ikatan yang justru mengelompokkan anggotanya pada suku-suku tertentu dan masing-masing dinamai ummat. Kemudian mereka yang berbeda agama itu bersepakat menjalin kesatuan ketika membela kota Madinah. Hanya saja pengelompokkan dalam suku bangsa tidak boleh menyebabkan fanatisme buta, apalagi menimbulkan sikap superioritas dan pelecehan. 3. Bahasa, menurut Quraish Shihab bahwa bahasa bukan sekedar untuk menyampaikan pembicaraan yang diucapkan oleh lidah, tetapi bahasa merupakan jembatan penyalur perasaan dan pikiran. Karena itu pula kesatuan bahasa dapat memelihara identitasnya, sekaligus menjadi bukti keberadaannya. 4. Adat-istiadat. Pikiran dan perasaan satu kelompok umat tercermin antara lain dalam adat-istiadatnya. Dalam Islam pakar-pakar hukum menetapkan bahwa adat kebiasaan dalam suatu masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hukum al-adat muhakkamah . 5. Sejarah. Persamaan sejarah muncul sebagai unsur kebangsaan, karena unsur ini merupakan salah satu yang terpenting demi menyatukan perasaan, pikiran dan xlviii langkah-langkah masyarakat. Sejarah menjadi penting karena umat, bangsa dan kelompok-kelompok dapat melihat dampak positif atau negatif pengalaman masa lalu, kemudian mengambil sejarah untuk melangkah ke masa depan. 6. Cinta tanah air. Rasa kebangsaan tidak dapat dinyatakan adanya, tanpa dibuktikan oleh patriotisme dan cinta tanah air. 61 Jadi wawasan kebangsaan secara umum adalah tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati dirinya serta mengembangkan prilakunya sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai luhur budayanya, yang lahir dan tumbuh subur sebagai penjelmaan kepribadiannya 62 . Dalam negara Indonesia realitas konsep wawasan kebangsaan ini direalisasikan untuk meng-counter konsep-konsep primordial, sektarian dan paham-paham lain yang dapat merangsang timbulnya masalah-masalah SARA suku, agama, ras dan antar golongan yang dapat menimbulkan kerawanan terhadap persatuan bangsa.

B. Paradigma Pemikiran tentang Islam dan Politik