Definisi Usaha Mikro dan Kecil

13 menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang. Menurut Departemen Tenaga Kerja Depnaker usaha mikro adalah usaha yang memiliki kurang dari 5 orang tenaga kerja. Jumlah industriperusahaan, tenaga kerja dan nilai investasi di Kota Metro disajikan pada Tabel. 2.1. Tabel.2.1 Rekapitulasi Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM Menurut Kecamatan di Kota Metro Tahun 2014 Sumber : Dinas Koperasi, 2014

2.1.2. Jenis Usaha Mikro, dan Kecil

Jumlah pabrik tempe yang banyak dan sebagian besar mengambil lokasi disekitar sungai ataupun selokan selokan guna memudahkan proses pembuangan limbahnya, akan sangat mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena belum adanya upaya penanggulangan limbah. Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas pada waktu Kecamatan Bidang Usaha TK Industri Menengah Skala Usaha Perdagangan Perindustrian Jasa Investasi Rp000 OmsetBulan Rp000 MI K M Metro Selatan 510 79 137 1287 21.363.100 10.379.945 647 75 5 Metro Barat 1068 159 417 3585 266.480.500 186.367.700 1170 360 114 Metro Timur 1138 245 401 3580 64.881.500 39.557.700 1535 246 3 Metro Pusat 1969 298 411 5437 48.020.700 67.921.000 2331 307 40 Metro Utara 796 395 231 3331 67.445.200 119.832.420 1301 112 9 METRO 5481 1176 1597 17220 468.191.000 424.058.765 6984 1100 171 14 pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya. Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut. Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang. Ketidakseimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan Wiryani, 2010. Pemahaman akan bahan pencemar yang terdapat dalam limbah cair yang berasal dari proses pengolahan kedelai menjadi tempe merupakan suatu hal yang penting. Pemahaman ini diperlukan untuk mengetahui tingkat pencemarannya serta mengkaji cara-cara pengelolaan limbah yang tepat Wiryani, 2010 Industri kecil atau industri rumah tangga secara umum keberadaannya adalah menyebar, namun ada juga yang terkonsentrasi dalam satu sentra industri kecil. Kriteria industri seperti ini mempunyai ciri-ciri, yaitu: berkembang dengan modal usaha kecil, menggunakan teknik produksi dan peralatan yang sederhana, keselamatan dan kesehatan kerja kurang mendapatkan perhatian, tingkat pendidikan SDM nya relatif rendah, kegiatan riset dan pengembangan usaha masih minim, belum mengutamakan faktor-faktor kelestarian lingkungan, belum 15 mampu mengolah limbahnya sampai memenuhi baku mutu yang berlaku. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, maka perlu disediakan teknologi yang sederhana yang dapat diterapkan oleh para pengusaha tanpa merasa terbebani sehingga pengolahan limbah dapat diterapkan dan dioperasikan dengan benar. Untuk menghindari terjadinya pencemaran akibat tibulnya limbah industri, maka diperlukan pengelolaan limbah dengan benar dan tentunya dengan biaya yang seminimal mungkin. Hal ini harus dilakukan mulai dari sumbernya dan proses produksi yang ada, yaitu dengan penerapan teknologi bersih nir-limbah, minimalisasi limbah re-use, recycle dan lain-lain, baru teknologi pengolahan limbah sebagai alternatif terakhir Setiyono, 2004.

2.2 Ekonomi Pencemaran

Proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan pada pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah yang menyebabkan terjadinya eksternalitas negatif. Perman 1996 melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktifitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktifitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi tradisional, dampak dari residual tersebut tidak secara eksplisit diakomondasikan dalam model produksi dan konsumsi. Padahal, dengan mengabaikan dampak eksternal tersebut bukan saja syarat optimimalitas produksi dan konsumsi tidak bisa terpenuhi, namun juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh masyarakat Fauzi, 2004 16 Sebelum tahun 1960-an, masalah eksternalitas dianggap hal kecil dan bisa diselesaikan melalui negosiasi. Namun, setelah tahun 1960-an, para ahli melihat bahwa masalah eksternalitas adalah masalah yang cukup serius dan tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi dari hukum termodinamika, sehingga pada priode inilah perhatian yang serius terdahap analisis ekonomi pencemaran contad dan clark, 1987 dalam Fauzi, 2004. Sebelum membahas lebih jauh mengenai ekonomi pencemaran, kita perlu terlebih dahulu memahami apa yang di maksud dengan pencemaran. Dalam perspektif biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual residual flow yang diakibatkan oleh manusia, ke dalam sistem lingkungan. Apakah residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan absorptive capacity media lingkungan, seperti air, tanah, maupun udara. Selain itu, penting juga untuk membedakan antara pencemaran aliran flow pollution dan pencemaran stok stock pollution. Pencemaran aliran merupakan pencemaran yang di timbulkan oleh residual yang mengalir masuk kedalam lingkungan pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk kedalam lingkunan, artinya jika aliran ini berhenti, pencemaran juga akan berhenti. Contoh nyata dari flow pollution ini adalah kebisingan udara. Jika sumber kebisingan dihentikan, yang berarti laju kebisingan, berkurang, pencemaran kebisingan udara juga akan berhenti. Di sisi lain, pencemaran yang bersifat stok stock polution terjadi jika kerusakan yang menimbulkan merupakan fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif Fauzi, 2004.