Namun perlu dipahami bahwa dalam perjanjian yang bermaksud memindahkan benda bergerak, kedua perjanjian ini yaitu baik perjanjian obligatoir obligatoire overeenkomst
maupun perjanjian kebendaan zakelijke overeenkomst keduanya berjalan serentak, karena pemindahan hak milik atas benda bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan secara nyata
feitelijke, sedangkan atas benda tidak bergerak kedua perjanjian ini jelas kelihatan, sebab pemindahan hak milik atas benda tidak bergerak tidak cukup dilakukan hanya dengan
penyerahan secara nyata atas kekuasaan belaka melainkan harus dengan perbuatan akta penyerahan resmi diikuti pendaftaran.
D. Asas-asas Hukum Perjanjian.
Dalam hukum Perjanjian terdapat beberapa asas-asas yang bersifat umum algemene beginselen seperti diuraikan berikut ini ;
1. Asas atau sistem terbuka.
Dimaksudkan dengan asas atau sistem terbuka adalah bahwa setiap orang boleh atau bebas mengadakan perjanjian apa saja walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang.
Asas ini sebagai kebalikan dari sistem tertutup yang dianut buku II KUHPerdata tentang benda. Sistem tertutup mempunyai arti bahwa hak-hak atas benda bersifat limitatip, terbatas hanya pada
yang diatur undang-undang, di luar itu dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak- hak baru.
Asas atau sistem terbuka ini sering juga disebut “asas kebebasan berkontrak” benginsel der contractsvrijheid. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyebutkan;
Universitas Sumatera Utara
“ Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Kata “semua” dari ketentuan pasal tersebut mempunyai arti bahwa kepada orang-orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik yang sudah ada diatur dalam KUHPerdata
maupun belum ada diatur dalam undang-undang. Yang penting asal perjanjian itu dibuat secara sah menurut hukum.
Namun kebebasan membuat perjanjian itu dibatasi oleh tiga hal yaitu; tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum. 2.
Asas bersifat pelengkap. Hukum perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata adalah bersifat pelengkap
yang berarti bahwa ketentuan-ketentuan atau pasal-pasal dalam KUHPerdata tersebut boleh dikesampingkan, apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan membuat
ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan pasal-pasal KUHPerdata tersebut, tetapi apabila mereka tidak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat, maka
berlakulah ketentuan KUHPerdata tersebut. 3.
Asas konsensual. Dimaksudkan dengan asas konsensual adalah bahwa perjanjian itu telah terjadi atau telah
lahir sejak tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai
hal pokok dalam perjanjian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan asas ini maka perjanjian dapat dibuat secara lisan, yang penting pihak- pihak yang membuat perjanjian tersebut sepakat mengenai hal pokok dalam perjanjian tersebut.
Selain itu perjanjian dapat juga dibuat secara tertulis berupa akta apabila pihak-pihak mengkehendakinya sebagai alat bukti. Namun demikian ada beberapa perjanjian yang harus
dibuat secara tertulis agar perjanjian itu sah dan mengikat misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan. Perjanjian yang demikian ini disebut
perjanjian formal. 4.
Asas obligatoir. Dengan asas obligatoir dimaksudkan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak
tersebut baru dalam taraf melahirkan atau menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak. Pemenuhan atas kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian tersebut disebut pelaksanaan
perjanjian berupa pembayaran ataupun penyerahan. Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam suatu perjanjian maka pihak tersebut dikategorikan wanprestasi hal mana
berakibat dapat dituntut berupa pembatalan perjanjian dan atau ganti-rugi. Mariam Darus Badrulzaman
20
1. asas kebebasan mengadakan perjanjian partij otonomi
mengemukakan, di dalam Hukum perjanjian terdapat beberapa asas sebagai berikut:
2. asas konsensualisme persesuaian kehendak
3. asas kepercayaan
4. asas kekuatan mengikat
5. asas persamaan hukum
20
Mariam Darus Badrulzaman et.el III., Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.66.
Universitas Sumatera Utara
6. asas keseimbangan
7. asas kepastian hukum
8. asas moral
9. asas kepatutan
10. asas kebiasaan
ad. 1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian ini dimaksudkan “sepakat mereka yang mengikatkan diri” adalah asas esensial dari hukum perjanjian. Asas ini dinamakan juga
asas otonomi “konsesualisme”, yang menetukan “ada”nya perjanjian. ad. 2. Asas konsensualisme. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338
KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata menyebutnya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan
bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya will, yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan
asas kebebasan mengadakan perjanjian. ad.3. Asas kepercayaan. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,
menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa
adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.
ad. 4. Asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak dalam perjanjian itu semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain
sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.
Universitas Sumatera Utara
ad.5. Asas persamaan hukum. Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan,
kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia
ciptaan Tuhan. ad. 6. Asas keseimbangan. Asas ini mengkehendaki kedua belah pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan
kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
ad.7. Asas kepastian hukum. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak. ad. 8. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan
sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu berdasar pada kesusilaan moral, sebagai panggilan dari hati nuraninya.
ad.9. Asas kepatutan. Asas kepatutan ini disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian, melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan
dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
ad. 10. Asas kebiasaan. Dengan asas kebiasaan ini dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan suatu perjanjian haruslah memperhatikan norma-norma yang terdapat dalam
kebiasan di masyarakat.
E. Beberapa Perjanjian Sebagai Alas Hak Pengalihan Hak Milik.