BAB IV. PENYERAHAN LEVERING SEBAGAI PEMINDAHAN HAK MILIK MENURUT
KUHPerdata
A. Syarat Sahnya Penyerahan Levering
Mengingat penyerahan levering adalah merupakan suatu perbuatan hukum yaitu perbuatan memindahkan atau mengalihkan kepemilikan atas sesuatu benda dari seseorang
kepada orang lain, maka sangatlah penting untuk dipahami mengenai sahnya penyerahan levering dimaksud.
Dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa hak milik atas sesuatu benda tak dapat diperoleh dengan cara lain melainkan antara lain disebutkan karena penunjukan
atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik dan dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.
Dari ketentuan pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa menurut KUHPerdata untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu :
a. Berdasar atas suatu peristiwa perdata yang dalam hal ini disebut sebagai alas hak.
b. Dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas yang dalam hal ini yang berwenang
untuk memindahkannya. Ad.a. Berdasar atas suatu peristiwa perdata dimaksudkan adalah bahwa penyerahan itu
didasarkan atas suatu alas hak yang sah yaitu berupa perjanjian antara pihak-pihak berdasar atas persesuaian kehendak yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas barang tersebut,
perjanjian mana disebut sebagai perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang baru pada tahap menimbulkan kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas benda yang bersangkutan, misalnya
Universitas Sumatera Utara
perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar dan perjanjian hibah. Agar tindakan pengalihan hak milik tersebut sah secara hukum maka disyaratkan bahwa perjanjian obligatoir yang menjadi alas
hak penyerahan itu haruslah dibuat secara sah pula. Hal ini berarti bahwa sahnya penyerahan digantungkan kepada sahnya perjanjian yang menjadi dasar dari penyerahan dimaksud yaitu
perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar ataupun perjanjian hibah. Tentang bagaimana sahnya perjanjian jual beli, tukar menukar dan hibah tersebut telah diuraikan dalam pembahasan
terdahulu. Selanjutnya untuk penyerahan itu masih diperlukan adanya perjanjian yang bersifat
kebendaan zakelijke overeenkomst antara pihak-pihak berdasarkan adanya persesuaian kehendak untuk menyerahkan hak milik atau hak kebendaan lainnya kepada orang lain.
Ad. b. Dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas yang dalam hal ini yang berwenang untuk memindahkannya.
Penyerahan levering tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang berhak berbuat bebas beschikkings bevoged terhadap barang-barang yang dialihkan kepemilikannya tersebut
hal ini berarti bahwa orang yang akan mengalihkan hak milik atas sesuatu benda kepada orang lain disyaratkan bahwa orang tersebut haruslah berkuasa atau berwenang penuh atas benda
tersebut untuk mengalihkan atau memindahkan hak kepemilikannya. Jadi sekiranya seseorang hanya mempunyai hak yang terbatas atas suatu benda misalnya hanya mempunyai hak menyewa
atau memakai, maka orang yang demikian tidaklah orang yang berhak berbuat bebas atas benda tersebut dan oleh karenanya bukanlah orang yang berwenang untuk mengalihkan hak milik atas
benda yang disewa atau dipakainya. Ketentuan yang mensyaratkan bahwa penyerahan haruslah dilakukan oleh orang yang
berhak berbuat bebas atas bendanya adalah sesuai dengan asas yang menyatakan bahwa tidak
Universitas Sumatera Utara
seorangpun dapat menyerahkan sesuatu lebih daripada apa yang menjadi haknya. Asas ini dikenal dengan sebutan ‘ nemo plus regel”.
Mariam Darus Badrulzaman
35
a. Alas hak rehtstitel
berpendapat bahwa dalam KUHPerdata dianut ajaran bahwa untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu :
b. Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan penyerahan pendaftaran dan
penerbitan sertifikat. c.
Wewenang menguasai beschikkings bevoegheid. Yang dimaksud dengan alas hak adalah hubungan hukum yang menjadi alasan untuk melakukan
penyerahan levering, misalnya perjanjian jual beli, tukar-menukar dan hibah. Alas hak ini diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata dengan kalimat yang berbunyi “penyerahan berdasarkan
suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik”. Peristiwa perdata dalam hal ini adalah “alas hak” titel. Perjanjian ini bersifat
konsensuil obligatoir. Yang dimaksud dengan perjanjian kebendaan zakelijke overeenkomst van levering adalah perjanjian penyerahan benda yang diikuti dengan formalitas tertentu
pendaftaran. Menurut sistim BW suatu pemindahan hak terdiri atas dua bagian. Pertama suatu
“Obligatoire overeenkomst” dan kedua suatu “zakelijke overeenkomst”. Yang dimaksud dengan yang pertama ialah tiap perjanjian yang bertujuan memindahkan hak itu, misalnya perjanjian jual
beli atau pertukaran, sedangkan yang kedua adalah pemindahan hak itu sendiri. Dalam hal ini persoalan yang perlu mendapat perhatian adalah apakah penyerahan
levering itu tergantung pada alas haknya, atau terpisah satu sama lain. Dengan kata lain apakah sahnya penyerahan levering itu digantungkan pada sah atau tidaknya suatu alas haknya
35
Mariam Darus Badrulzaman II., op-cit, hal 40
Universitas Sumatera Utara
perjanjian obligatoirnya. Dalam bab terdahulu pada pembahasan mengenai sistim penyerahan levering penulis telah membahas hal ini, namun untuk lebih jelasnya dikemukakan sebagai
berikut. Berkaitan dengan persoalan tersebut di atas, Abdul Kadir Muhammad
36
1. Teori kausal. Menurut teori ini sah atau tidak pemindahan hak milik tergantung pada
sah atau tidak alas hak perjanjian obligator. Jika alas haknya sah, pemindahan hak milik sah. Teori ini diikuti dalam praktek. Tujuannya untuk melindungi pemilik yang
berhak. Penganjur teori ini adalah Paul Scholten. mengemukakan;
ada dua pendapat atau teori, yaitu :
2. Teori abstrak. Menurut teori ini, sah atau tidak pemindahan hak milik tidak
digantungkan pada sah atau tidak alas hak. Jadi pemindahan hak milik dan alas hak itu terpisah sama sekali. Pemindahan hak milik juga sah, walaupun alas haknya tidak
sah atau tanpa alas hak. Tujuan teori ini untuk melindungi pihak ketiga yang jujur. Penganjurnya adalah Meyers.
KUHPerdata dalam hal ini menganut teori kausal sebagaimana diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata.
Bahwa jika diperhatikan ketentuan UUPA dan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 menunjukkan bahwa UUPA mengambil alih sistem penyerahan ini yaitu :
a. Pasal 19 PP No 10 tahun 1961 menyebutkan bahwa perjanjian yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah misalnya jual beli harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria, perjanjian
tersebut adalah konsensual obligator yang merupakan alas hak rechtstitel dari perjanjian penyerahan levering.
36
Abdul Kadir Muhammad., op-cit, hal 108.
Universitas Sumatera Utara
b. Perjanjian penyerahan benda, diperbuat dihadapan pejabat PPAT yang dasar hukumnya
juga adalah Pasal 19 PP No.10 tahun 1961 adalah ujud dari perjanjian kebendaan, yang kemudian diikuti dengan perbuatan penyerahannya levering daad berupa pendaftaran
dan pengeluaran sertifikat. c.
Syarat wewenang menguasai beschikkings bevoegdheid juga dianut UUPA, seabagaimana dituangkan dalam Pasal 28 ayat c PP 10 tahun 1961 yang mengatakan
:”Kepala Kantor Pendaftaran Tanah menolak untuk melakukan pendaftaran dstnya……….jika orang yang memindahkan, dstnya………….tidak berwenang berbuat
demikian. Di dalam PP No.10 tahun 1961 ditentukan bahwa akta perikatan untuk menyerahkan
benda dan perjanjian penyerahan diperbuat dalam suatu akta dengan bentuk akta PPAT. Ketentuan ini kemudian diperbaiki dengan Surat Menteri Agraria tanggal 10 Oktober
1961 No.KA 404830, yang mengatakan bahwa akta itu boleh diperbuat terpisah, yang mana penyerahannya tetap dalam bentuk akta PPAT.
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan di atas bahwa perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak milik tersebut dengan melalui dua tahap yaitu tahap
perjanjian obligator obligatoir overenkomst dan tahap perjanjian kebendaan zakelijke overeenkomst. Maka berkaitan dengan syarat berwenang menguasai atau orang yang berhak
berbuat bebas atas kebendaan itu dari orang yang akan memindahkan hak milik tersebut, timbul pertanyaan pada saat manakah berlakunya keharusan bahwa orang yang akan mengalihkan hak
milik tersebut dikatakan sebagai orang yang berhak berbuat bebas? Apakah pada saat dibuatnya perjanjian obligatoirnya atau pada saat perjanjian kebendaannya? Dalam hal ini keharusan
seseorang yang akan mengalihkan hak milik kepada orang lain, apakah dengan alas hak jual-beli,
Universitas Sumatera Utara
atau tukar-menukar ataupun hibah, maka keharusan sebagai orang yang berhak berbuat bebas tersebut adalah pada saat ia melakukan penyerahanya atau pada tahap perjanjian kebendaannya.
Dengan kata lain keharusan itu belum berlaku pada saat seseorang itu menawarkan barangnya atau mengadakan perjanjian obligatornya. Oleh karenanya dalam praktek sehari-hari sudah bisa
dilakukan jual-beli atas barang yang belum berada ditangannya penjual, misalnya barangnya baru di-indent atau sedang dalam perjalanan.
B. Tata Cara Penyerahan Levering.