jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat persetujuan, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya”.
Beralihnya hak kepada ahliwaris tersebut adalah akibat peralihan dengan alas hak umum, sedangkan beralihnya perjanjian kepada orang yang mendapat hak daripadanya berdasar atas alas
hak khusus, misalnya orang yang menggantikan pembeli, mendapat hak sebagai pemilik. Sebagaimana disebut di atas bahwa perjanjian itu hanya mengikat dan berlaku bagi
pihak-pihak yang membuatnya, namun dalam Pasal 1340 KUHPerdata ada perkecualian bahwa suatu perjanjian dapat mengikat pihak ketiga yaitu dalam bentuk yang dinamakan janji untuk
pihak ketiga derden beding. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa persetujuan-persetujuan tidak dapat membawa rugi bagi pihak ketiga, tidak dapat pihak ketiga mendapat manfaat
karenanya, selain dari yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Pasal 1317 KUHPerdata menyebutkan bahwa lagipun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkan suatu janji guna
kepentingan seorang pihak ketiga, apabila penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain memuat suatu janji
yang seperti itu.
B. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dengan demikian perjanjian yang sah
adalah perjanjian yang mempunyai akibat hukum yang mengikat para pihak. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan;
”Untuk syahnya suatu perjanjian diperlukan 4 empat syarat yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal yang tertentu.
4. Suatu sebab yang halal”.
Empat syarat tersebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu adalah syarat yang pokok dari suatu perjanjian, tanpa syarat itu perjanjian dianggap tidak sah secara hukum. Dua syarat yang
pertama pada point 1 dan 2 disebut dengan syarat subjektif, karena mengenai orang atau para pihak dalam suatu perjanjian. Sedangkan dua syarat yang berikutnya pada point 3 dan 4
disebut sebagai syarat objektif, karena mengenai objek perjanjiannya sendiri atau mengenai objek dari suatu perjanjian yang dilakukan.
ad. 1. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian harus ada saling sepakat, setuju, serta seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang diadakan itu. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu di dalam memberi persetujuannya harus berdasar kehendak bebas tanpa ada unsur paksaan atau tekanan dari pihak
manapun juga dan tidak diberikan karena kekhilafan ataupun karena penipuan. Oleh karenanya tidak ada tercapai kata sepakat, apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan, paksaan dan
penipuan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1321 KUHPerdata. Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan;
”Tidak ada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Selanjutnya mengenai kekhilafan ini dijelaskan dalam Pasal 1322 KUHPerdata, yang membagi kekhilafan itu dalam 2 dua jenis yaitu kekhilafan mengenai hakekat benda yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi pokok perjanjian yang disebut dengan error in substansia dan kekhilafan mengenai orangnya atau subjeknya yang disebut dengan error in persona.
Kekhilafan mengenai hakekat benda yang diperjanjikan maksudnya adalah kekhilafan itu ditujukan atau mengenai sifat benda yang merupakan tujuan sesungguhnya bagi kedua belah
pihak dalam mengadakan perjanjian, misalnya seseorang yang beranggapan bahwa ia telah membeli lukisan hasil karya Basuki Abdullah, ternyata yang dibelinya itu adalah tiruan.
Kekhilafan mengenai orangnya dimaksudkan bahwa kekhilafan itu harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal itu dianya tidak akan menyetujuinya,
misalnya seseorang yang mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya sebagainya penyanyi terkenal, padahal bukanlah orang itu yang dimaksudkan yang kebetulan namanya saja
yang bersamaan. Perjanjian atau persetujuan itu harus dibuat secara bebas dengan tidak ada paksaan.
Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang yang melakukan perjanjian itu tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti.
Marhainis Abdulhay
13
13
Marhainis Abdulhay., Hukum Perdata Materil, Pradnya Paramita, Jakarta,1984, hal 80
mengemukakan; Paksaan ini adalah paksaan terhadap badan pisik dan paksaan terhadap jiwa psikis dan paksaan yang dilarang oleh undang-undang.
Paksaan psikis adalah paksaan biasa yang hanya dapat membatalkan sebagian dari perjanjian, karena pihak yang dipaksa tersebut masih dapat melaksanakan kehendaknya walaupun
kehendaknya itu dipengaruhi oleh suatu ancaman. Sedangkan paksaan pisik adalah paksaan keras, yang menyebabkan perjanjian itu batal secara mutlak, karena pihak yang dipaksa tidak
mempunyai kehendak sama sekali, sehingga yang dipaksa tidak mungkin untuk melakukan yang
Universitas Sumatera Utara
lain daripada itu, misalnya orang yang dipegang tangannya oleh orang lain yang lebih kuat untuk membubuhkan tanda tangannya atas sesuatu kontrak.
Dengan penipuan dimaksudkan apabila mempergunakan perbuatan tipu muslihat sehingga bagi pihak lain ditimbulkan suatu gambaran yang tidak benar tentang suatu hal yang
diperjanjikan, demikian dikatakan oleh Pasal 1328 KUHPerdata. Suatu penipuan tidak hanya sangkaan melainkan harus dibuktikan. Penipuan juga merupakan suatu alasan untuk pembatalan
suatu perjanjian. ad.2. Syarat kedua untuk syahnya suatu perjanjian adalah kecakapan dari subjek yang
mengadakan perjanjian. Yang dimaksudkan adalah orang atau para pihak yang mengadakan perjanjian itu haruslah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum.
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan; ”Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-
undang tidak dinyatakan tidak cakap” Pada umumnya seseorang itu dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia
sudah dewasa, artinya sudah mencapai. usia 21 tahun. Demikian diisyaratkan oleh Pasal 1330 KUHPerdata.
Pasal 1330 KUHPerdata menyatakan; ” Tidak cakap membuat persetujuan-persetujuan adalah;
1. Orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan.
3. Orang-orang perempuan, dalam hal ini yang di tetapkan oleh undang-undang pada
umumnya semua orang kepada siapa undang-ndang telah melarang membuat perjanjian tersebut”.
Universitas Sumatera Utara
Yang disebut orang yang belum dewasa adalah diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyebutkan;
”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”.
Yang ditaruh dibawah pengampuan adalah diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata yang menyebutkan;
”Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap
mempergunakan pikirannya”. Perempuan yang telah bersuami dalam hukum dewasa ini telah dinyatakan cakap
melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 1963 tanggal 4 Agustus 1963, Mahkamah Agung menganggap tidak berlaku lagi Pasal 108 dan 110
KUHPerdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di muka Pengadilan tanpa izin atau bantuan suami, maka dengan demikian wanita
yang bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum, jadi tak perlu lagi meminta izin suaminya. Perbuatan hukum yang dilakukan istri itu syah menurut hukum dan tidak dapat
dimintakan pembatalannya kepada Hakim. ad. 3. Sebagai syarat yang ke 3 tiga adalah suatu hal tertentu atau biasa juga disebut
dengan objek tertentu. Suatu hal tertentu merupakan objek perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai suatu hal
yang harus dilaksanakan oleh pihak yang berjanji atau dalam hal para pihak saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu dalam perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya
Universitas Sumatera Utara
dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlah boleh tidak ditentukan disebutkan tetapi asal dapat dihitung dan ditetapkan, demikian ditentukan
oleh Pasal 1333 KUHPerdata. Kemudian oleh Pasal 1332 KUHPerdata dikatakan hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja yang dapat dijadikan objek perjanjian. ad.4. Sebagai yang terakhir yang ke 4 empat dari syarat syahnya suatu perjanjian adalah
suatu sebab yang halal. Kata sebab adalah terjemahan kata causa yang berasal dari bahasa latin, dalam bahasa Belanda disebut oorzaak.
Wirjono Prodjodikoro
14
Dilain pihak R. Subekti , menterjemahkan kata causa dalam hukum perjanjian adalah isi
dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu.
15
, mempunyai pendapat yang hampir sama, bahwa oleh beliau yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian, adalah isi dari pada perjanjian
itu sendiri
C. Obligatoire Overeenkomst dan Zakelijke Overeenkomst.