OBSTRUKSI KATUP AORTA PULMONAL ATRESIA STENOSIS TRAKEA

BAB XIII OBSTRUKSI KATUP AORTA PULMONAL

Penyakit jantung kongenital Congenital Heart Disease CHD merupakan defek kelahiran yang paling serius pada manusia, terjadi sekitar 1 dari 100-150 kelahiran hidup. Kebanyakan bentuk dari defek jantung berhubungan dengan morfogenesis yang abnormal selama perkembangan janin. Beberapa defek strukur jantung sederhana yang dapat menganggu perkembangan janin, dan sangat baik bila dilakukan koreksi prenatal. Obstruksi pada darah yang mengalir melalui katup pulmonal atau aorta mengganggu perkembangan ventrikel atau paru, serta vaskularisasi sistemik, dengan memperbaiki obstruksi anatomi sehingga dapat memungkinkan perkembangan janin yang normal. Katup-katup jantung fetus yang mengalami stenosis dapat didilatasi dengan menggunakan balon kateter yang ditempatkan perkutaneous. Beberapa senter telah mengembangkan teknik ini untuk mengkoreksi defek pada jantung fetus. Walaupun intervensi jantung pada fetus belum merupakan suatu alternatif yang konvensional dibandingkan dengan koreksi neonatal, tetapi telah dilaporkan beberapa keberhasilan penggunaan teknik pendekatan kardiak in utero. Valvuloplasti balon yang dipandu dengan ultrasonografi telah berhasil dilakukan pada 7 dari 12 fetus manusia dengan obstruksi katup aorta yang parah, tetapi hanya satu fetus yang bertahan hidup untuk jangka panjang. 10,41 a Gambar 15. a Jantung fetus normal pada usia kehamilan 20 minggu. b Dilatasi katup yang mengalami obstruksi dengan balon. 42,43

BAB XIV ATRESIA STENOSIS TRAKEA

Atresia trakea kongenital sangat jarang terjadi dan merupakan suatu kelainan yang letal. Insidens atresia esofagus adalah 1 dari 3000 kelahiran hidup dan atresia trakea kurang dari 1 dari 50.000 kelahiran hidup . Pada gambaran sonografi prenatal dijumpai massa paru bilateral yang hiperekoik disertai dengan ascites. Pada embryo, esofagus dan traktus respiratorius berasal dari asal yang sama yaitu foregut anterior. Abnormalitas kongenital yang melibatkan trakea selalu dihubungkan dengan anomali esofagus. Bagaimanapun juga atresia trakea bagian bawah tanpa anomali esofagus, sangat jarang terjadi, dan hanya sedikit yang dilaporkan di dalam literatur. 44 Mortalitas pada fetus yang terdeteksi pada waktu prenatal mendekati 100. Mayoritas atresia trakea berhubungan dengan fistula esofagus. Dengan adanya fistula esofagus, pembesaran paru tidak terjadi, cairan paru dapat lolos ke traktus gastrointestinalis. Atresia trakea atau laring merupakan bagian yang penting dari Sindroma Fraser, yang termasuk selain itu adalah, agenesis renal, mikroptalmia, kriptotalmos, dan polidaktili atau sindaktili. Deteksi sindroma ini penting karena dapat diturunkan secara autosomal dan mempunyai dampak yang nyata pada kehamilan berikutnya. Stenosis trakea lebih sering disebabkan oleh faktor-faktor ekstrinsik seperti tumor-tumor pada leher. 44 Fetus dengan atresiastenosis trakea dikenal juga sebagai sindroma obstruksi saluran nafas atas Congenital High Airway Obstruction Syndrome CHAOS, dimana dijumpai overdistensi paru karena cairan paru. Fetal trakeostomi dapat mencegah timbulnya hidrops fetalis. 10 Pada waktu persalinan, fetus dengan obstruksi yang intrinsik atau ekstrinsik dapat diperbaiki saluran nafasnya, ketika fetus masih berhubungan dengan plasenta sebelum tali pusat dipotong. Teknik Ex Utero Intrapratum Treatment prosedur EXIT yang dipakai untuk melahirkan fetus dengan CDH, telah berhasil diterapkan pada tumor-tumor leher yang besar. 10 a Gambar 16. a Pandangan intraoperatif selama prosedur EXIT menunjukkan pemantauan fetus yang kontinyu dengan menggunakan ekokardiografi yang steril, pulse oximeter, dan jalur IV. b Bronkoskopi selama prosedur EXIT untuk mengamankan jalan nafas fetus. 45

BAB XV MYELOMENINGOCELE