BAB VIII HERNIA DIAFRAGMA KONGENITAL
Hernia diafragma kongenital Congenital Diaphragmatic Hernia CDH diperkirakan
terjadi pada satu dari setiap 2500 - 3000 bayi hidup yang baru lahir. Berdasarkan jumlah kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 2003, yaitu 4.091.063 jiwa, sekitar
1.500 sampai dengan 1.600 bayi lahir dengan CDH setiap tahunnya. CDH terhitung sekitar 8 dari semua kelainan kongenital. Defek ini merupakan hasil pada
kegagalan fusi dari empat komponen diafragma septum transversum, membran pleuroperitoneal, mesenterium dorsal dari esofagus, dan dinding tubuh pada usia
kehamilan 8 minggu. Kebanyakan defek dijumpai pada aspek posterolateral hernia Bochdalek, tetapi dapat terjadi pada sisi kanan atau lokasi sentral hernia Morgagni.
Defek ini memungkinkan migrasi organ intraabdominal ke rongga thoraks selama perkembangan fetus, menyebabkan terganggunya perkembangan paru. Dan
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia yang berat dan hipertensi pulmonal yang persisten setelah bayi lahir.
21,22
Hernia diafragma kongenital merupakan defek anatomi sederhana yang dapat dikoreksi setelah lahir dengan mendorong viscera yang mengalami herniasi dari
thoraks dan menutup diafragma. Walaupun dengan perawatan pasca natal yang terbaik, banyak bayi yang dilahirkan dengan hernia diafragma kongenital mati karena
paru-parunya terlalu hipoplastik untuk bertahan hidup di lingkungan ekstrauterin. Janin dengan CDH yang kurang parah dapat bertahan hidup dengan perawatan
pasca natal yang moderen, termasuk ventilasi mekanik frekuensi tinggi, nitrat oksida, dan oksigenasi membran ekstrakorporal
Extracorporeal Membrane Oxygenation ECMO. Banyak senter yang melaporkan peningkatan angka ketahanan hidup
selama dekade terakhir, angka mortalitas tetap bervariasi di antara senter-senter yang berbeda. Penelitian multisenter menduga adanya mortalitas yang tersembunyi
pada fetus yang sekarat sebelum lahir. Keseluruhan angka mortalitas CDH adalah 30-60.
10,21
Koreksi sebelum lahir in utero, ketika paru sedang tumbuh dan fetus masih tergantung pada plasenta, secara fisiologi dan teknik mungkin untuk dikerjakan.
Koreksi in utero merupakan tantangan yang berat terutama jika dijumpai lobus hati kiri terperangkap di dalam rongga thoraks, karena reduksi liver menganggu aliran
pembuluh darah umbilikus. Fetus-fetus yang livernya tidak terperangkap pada
hemithoraks bagian kiri dapat ditangani dengan sempurna dengan melakukan koreksi in utero.
10
a b
Gambar 8. a ECMO digunakan pada bayi yang sakit parah karena masalah pernafasan atau jantung. Mesin
ECMO mengalirkan darah melalui paru-paru buatan kemudian kembali ke aliran darah bayi. b Sistem Mesin ECMO.
22,23
Karena ketahanan hidup neonatus yang menderita CDH berhubungan dengan bukan hanya sekedar pada ukuran paru, usaha untuk memprediksi ketahanan hidup fetus
berdasarkan ukuran paru, ultrasonografi atau magnetic resonance imaging MRI,
atau pasca natal berdasarkan pada temuan foto thoraks, semuanya mempunyai keterbatasan. Rasio paru terhadap kepala
lung-to-head ratio LHR dideskripsikan pertama kali oleh
Metkus dkk, pada tahun 1996 dan masih digunakan sekarang, dalam usaha untuk menghubungkan ukuran paru kanan yang diukur pada fetus yang
menderita CDH sebelah kiri terhadap sebuah standar pertumbuhan head
circumference. Pada penelitian mereka, LHR diukur pada usia kehamilan 24 sampai 26 minggu dan diuji secara retrospektif. Berdasarkan temuan ini, dari 55 pasien, LHR
diuji secara prospektif pada 15 pasien berikutnya dan didapatkan rentang antara 0,62 sampai 1,86. Tidak satupun dari tiga pasien yang mempunyai LHR kurang dari
1,0 dapat bertahan hidup, tiga dari delapan pasien dengan LHR antara 1,0 sampai dengan 1,4, bertahan hidup, dan empat dari empat dengan LHR lebih besar dari 1,4
bertahan hidup. Beberapa peneliti memperoleh hasil yang bervariasi dalam usaha untuk menghubungkan antara LHR dengan angka ketahanan hidup. Nilai LHR 1,0
mempunyai nilai prediktif yang tinggi untuk luaran pasca natal yang buruk. Metode yang lain untuk memperkirakan tingkat keparahan CDH selama evaluasi prenatal
dan pasca natal adalah mengevaluasi perluasan kandungan herniasi abdomen. Pada CDH yang kiri, herniasi usus hanya pada thoraks, dengan gaster dan liver
berada di abdomen, hal ini berhubungan dengan perkembangan paru yang baik dan
diafragma yang adekuat untuk penjahitan primer. Pasien dengan CDH tingkat ini mempunyai prognosis yang baik, dengan resiko mortalitas dan kebutuhan untuk
ECMO yang minimal. Pasien dengan usus dan tambahan gaster di rongga thoraks termasuk juga spleen, tetapi liver tetap berada di dalam abdomen digolongkan
sebagai CDH intermedier dan dengan resiko yang intermedier. Pasien dengan usus, gaster, spleen, dan liver di rongga thoraks, mempunyai resiko yang lebih parah dan
dijumpainya resiko peningkatan morbiditas, mortalitas, dan kebutuhan untuk ECMO. Semua pasien yang mempunyai tingkat CDH yang berat tidak mempunyai diafragma
yang cukup untuk penutupan primer dan membutuhkan tambalan yang luas. Pasien- pasien dengan resiko tinggi serta mempunyai bagian liver yang terbesar di rongga
thoraks berhubungan dengan LHR yang rendah.
10,21
Usaha untuk meningkatkan perkembangan dan ukuran paru dengan intervensi prenatal telah dilakukan selama 20 tahun. Konsepnya adalah memperbaiki CDH di
dalam fetus, mengembalikan fetus ke uterus untuk perkembangan dan pertumbuhan paru yang lebih lanjut, dan melahirkan fetus yang dikoreksi secara elektif pada waktu
mendekati usia kehamilan aterm. Setelah penelitian pada hewan percobaan, koreksi CDH dengan bedah fetus terbuka pertama kali dilakukan oleh
Harrison pada tahun 1990. Bagaimanapun masalah-masalah teknis terhadap koreksi adalah iritabilitas
uterus dan persalinan prematur. Akhirnya, pada 21 fetus yang menjalani koreksi bedah fetus terbuka, tetapi hanya 5 fetus yang bertahan hidup.
21
Setelah kegagalan ini, intervensi fetal bergerak ke teknik yang dirancang untuk menutup trakea fetus. Obstruksi pada saluran keluar cairan paru dari trakea telah
diobservasi dan didemonstrasikan pada model hewan percobaan, hasilnya adalah perkembangan paru yang abnormal. Ketika diterapkan model CDH pada domba,
paru-paru yang terkena menjadi distensi dan tumbuh, malahan berherniasi ke bawah melalui defek diafragma. Beberapa modifikasi teknik pada konsep ini diterapkan
pada fetus manusia yang menderita CDH, termasuk ligasi trakea, menyumbat trakea, dan pemasangan balon intratrakea dengan fetoskopi. Ligasi trakea terbuka
berhubungan dengan ketahanan hidup yang buruk. Ligasi trakea per fetoskopik menghasilkan ketahanan hidup yang lebih baik, tetapi dengan morbiditas trakea
yang signifikan, termasuk trauma rekurens pada nervus laringeal bilateral. Oklusi trakea per fetoskopik menunjukkan harapan yang terbaik, Apabila CDH terisolasi
didiagnosa pada fetus sebelum usia kehamilan 24 minggu, maka keluarga mempunyai tiga pilihan, 1 dilakukan terminasi kehamilan, 2 melanjutkan
kehamilan sampai aterm dan melahirkan di senter neonatal tersier untuk perawatan
intensif dengan perkiraan mortalitas sekitar 58, dengan juga mempertimbangkan morbiditas dan biaya, dan 3 mengusahakan intervensi prenatal.
10,21
Pada fetus-fetus dengan herniasi liver, telah dikembangkan dan diuji secara klinis sebuah pendekatan yang baru untuk memperbaiki perkembangan paru. Pada fetus
domba telah dicoba dengan cara menghalangi saluran keluar-masuk cairan paru dengan oklusi trakea yang terkontrol dengan memperluas paru-paru yang hipoplastik
dan mendorong viscera masuk ke dalam abdomen. Teknik ini dinamakan PLUG Plug the Lung Until It Grows atau “sumbat paru sampai dia tumbuh”, dengan cara
membuat oklusi temporer pada trakea fetus untuk mengakselerasi pertumbuhan paru fetus, hal ini dapat mengurangi hipoplasia pulmonal yang fatal disebabkan oleh CDH
yang parah. Dahulu teknik ini dilakukan dengan bedah fetus terbuka, sekarang telah dikembangkan teknik bedah fetus FETENDO dengan komplikasi persalinan prematur
dan morbiditas maternal yang rendah.
21,22
Persalinan dilakukan dengan seksio cesarea, dan selanjutnya balon trakea yang menutup trakea, diangkat dengan menggunakan metode
Ex Utero Intrapartum Treatment Procedure EXIT. Fetus dilahirkan melalui seksio cesarea, di mana hanya
kepala, leher, dan bagian tubuh sebelah atas yang dipaparkan. Pada waktu ini dapat dilakukan bronkoskopi dengan mengangkat atau mendeflasi balon trakea. Bayi
kemudian diintubasi dan diberikan surfaktan ketika masih terjadi pertukaran gas melalui sirkulasi umbilikus. Ketika saturasi oksigen meningkat, tali pusat dapat di
potong dan bayi dilahirkan.
10,21
Bayi-bayi yang bertahan hidup setelah CDH mempunyai resiko untuk terjadinya morbiditas tertentu. Follow-up jangka panjang pada pasien-pasien ini menunjukkan
tidak hanya fungsi respirasi yang terganggu secara persisten serta adanya sekuele pada bedah koreksi, termasuk herniasi yang rekurens, obstruksi pada usus, dan
sejumlah morbiditas ekstrapulmonal. Hal ini termasuk kegagalan paru untuk tumbuh, refluks gastroesofageal, gangguan neurologi, pertumbuhan terhambat, dan
kehilangan neurosensorik pendengaran. Pasien-pasien CDH memerlukan follow-up
yang konstan.
22
Gambar 9. a CDH, Herniasi pada viscera
abdomen ke dalam rongga dada tanda panah
menghasilkan kompresi pada paru yang
sedang berkembang
dan terjadinya hipoplasia pulmonum. b
Oklusi trakea,
menggunakan bronkoskopi fetus, dengan
panduan ultrasonografi, sebuah
trokar dan endoskopi
dimasukkan ke
dalam kantong
amnion. Fetus diposisikan dan
endoskopi kemudian digunakan untuk
mengintubasi trakea, kemudian sebuah balon dimasukkan melalui saluran scope dan dikembangan
untuk membuat obstruksi trakea. Balon ini kemudian ditinggalkan di dalam trakea dan alat endoskopi diangkat. c Ex utero intrapartun procedure EXIT, kepala dan bagian paling atas fetus dilahirkan
melalui seksio cesarea ketika sirkulasi plasenta masih ada. Pada fetus dilakukan bronkoskopi dan kemudian balon diangkat. Saluran nafas dikontrol sebelum tali pusat dipotong.
22,25
BAB IX TERATOMA SAKROKOKSIGEUS