Sejarah Kawasan Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan

III. KONDISI UMUM LOKASI

A. Sejarah Kawasan

Berawal dari kawasan Cagar Alam Gunung Halimun CAGH seluas 40.000 ha, sejak tahun 1935, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282Kpts-II1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 ha di bawah pengelolaan sementara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun TNGH. Selanjutnya pada Tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan kawasan TNGH resmi dipisah dari TNGP, dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis Balai TNGH, Dirjen PHKA, Departeman Kehutanan. Atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitarnya terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan dan harapan berbagai pihak untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak yang lebih luas maka ditetapkanlah SK Menteri Kehutanan No.175Kpts-II2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks hutan lindung, hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS. Berdasarkan SK tersebut penunjukan luas kawasan TNGHS adalah 113.357 ha dan terletak di provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Dimana saat ini TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas dan masih tersisa di pulau Jawa.

B. Kondisi Fisik

1. Letak Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak secara geografis terletak diantara 106°13-106° 46 BT dan 06° 32-06° 55 LS. Secara administratif terletak diantara tiga wilayah kabupaten daerah tingkat II, yaitu kabupaten Lebak, Bogor dan Sukabumi, provinsi Jawa Barat. Kantor balai TNGHS terletak di kecamatan Kabandungan, Sukabumi. Batas-batas wilayah TNGHS berdasarkan administrasi pemerintah adalah : 1 Sebelah utara, dibatasi oleh kecamatan Nanggung, kecamatan Jasinga kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Cipanas kabupaten daerah tingkat II Lebak. 2 Sebelah barat, dibatasi oleh kecamatan Leuwiliang kabupaten daerah tingkat II Bogor dan kecamatan Kabandungan kabupaten tingkat II Sukabumi. 3 Sebelah selatan, dibatasi oleh kecamatan Cikidang dan kecamatan Cisolok kabupaten daerah tingkat II Sukabumi dan kecamatan Bayah kabupaten daerah tingkat II Lebak. 4 Sebelah timur, dibatasi oleh kecamatan Cibeber kabupaten daerah tingkat II Lebak.

2. Topografi dan Tanah

Kawasan TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500- 2.000 meter di atas permukaan laut m d.p.l. Topografi di kawasan ini pada umumnya bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Kemiringan lahan berkisar antara 25-44. Beberapa gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain adalah G. Salak 1 2.211 m d.p.l, G. Salak 2 2.180 m d.p.l, G. Sanggabuana 1.920 m d.p.l, G. Halimun utara 1.929 m d.p.l, G. Halimun selatan 1.758 m d.p.l, G. Kendeng 1.680 m d.p.l, G. Botol 1.850 m d.p.l dan G. Pangkulahan 1.150 m d.p.l. Secara geologis, kawasan Gunung Halimun terbentuk oleh pegunungan tua yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Sedangkan untuk kawasan pada bagian Gunung Salak merupakan gunung berapi strato type A, dimana tercatat terakhir Gunung Salak meletus tahun 1938, memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama Kawah Ratu. Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Provinsi Jawa Barat skala 1 : 250.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966, jenis tanah di kawasan TNGHS terdiri atas asosiasi adosol coklat dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat kekuningan, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan latosol coklat, asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan dan literit air tanah, komplek latosol kemerahan dan litosol, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu.

3. Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di daerah TNGHS dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 24,7, yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan rata-rata 4.000-6.000 mmtahun, musim hujan terjadi pada bulan Oktober–April dan musim kemarau berlangsung pada bulan Mei–September dengan curah hujan sekitar 200 mmbulan. Jumlah hari hujan setiap tahunnya rata-rata 203 hari. Suhu rata-rata harian 20-30 °C dan kondisi angin dipengaruhi oleh angin muson yang berubah arah menurut musim. Di sepanjang musim kemarau angin bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan rendah. Kelembaban udara rata-rata sebesar 80.

4. Hidrologi

Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan wilayah tangkapan air yang sangat penting bagi wilayah sekitar kawasan. Dari kawasan TNGHS mengalir beberapa sungai yang berair sepanjang tahun. Di sebelah utara mengalir tiga sungai besar, yaitu sungai Ciberang, Ciujung dan Cidurian yang mengalir ke arah Jakarta, Serang dan berakhir di Laut Jawa. Di sebelah selatan mengalir sungai Cisukawayana, Cimaja dan Cibareno yang bermuara di pantai Pelabuhan Ratu serta sungai Citarik di sebelah timur.

C. Kondisi Biotik

1. Vegetasi

Diperkirakan lebih dari 1.000 jenis tumbuhan terdapat di kawasan TNGHS. Berdasarkan ketinggiannya di atas permukaan laut, ekosistem hutan pegunungan TNGHS dapat diklasifikasikan ke dalam tiga zona, yaitu zona Colline, pada ketinggian 500-1.000 m d.p.l yang didominasi oleh jenis-jenis Rasamala Altingia excelsa, Puspa Schima wallichii, Saninten Castanopsis acuminatissima dan Pasang Quercus sundaicus; Zona Sub-montana berada pada ketinggian 1.000-1.500 m d.p.l serta didominasi oleh jenis-jenis Ganitri Elaeocarpus ganitrus, Kileho Saurauia pendula dan Kimerak Weinmania blumei. Pada zona Montana yang berada pada ketinggian 1.500-2.211 m d.p.l, didominasi oleh jenis-jenis Jamuju Dacriocarpus imbricatus, Kiputri Podocarpus nerifolia dan Kibima Podocarpus imbricatus. Selain itu juga tercatat 258 jenis anggrek, 12 jenis bambu, 13 jenis rotan, jenis-jenis tanaman pangan, hias dan tanaman obat seperti Kantung Semar Nepenthes sp. dan Palahlar Dipterocarpus hasseltii yang merupakan jenis tumbuhan unik dan langka yang terdapat di TNGHS. Khusus di sekitar puncak Gunung Salak juga terdapat jenis-jenis tumbuhan kawah dan hutan lumut.

2. Satwa

Kawasan TNGHS memiliki berbagai tipe ekosistem yang merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Mamalia primata yang terdapat di dalamnya antara lain adalah Owa Jawa Hylobates moloch, Surili Presbytis comata, Lutung Trachypithecus auratus dan Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis. Satwa ungulata yang ada antara lain Kijang Muntiacus muntjak, Kancil Tragulus javanicus dan Babi Hutan Sus scrofa. Sedangkan untuk satwa karnivora yang ada antara lain Macan Tutul Panthera pardus dan Kucing Hutan Felis bengalensis. Kawasan TNGHS juga merupakan surga bagi berbagai jenis serangga yang unik dan indah seperti kupu-kupu, kumbang dan burung. Saat ini di TNGHS juga tercatat 244 jenis burung di kawasan ini dan 32 di antaranya adalah endemik pulau Jawa, seperti Elang Jawa Spizaetus bartelsi, Ciung-mungkal Jawa Cochoa azurea, Celepuk Jawa Otus angelinae, Luntur Gunung Harpactes reinwardtii dan Rangkong Badak Bucheros rhinoceros yang merupakan jenis langka dan terancam punah. IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, provinsi Jawa Barat tepatnya di wilayah Cikaniki sampai Citalahab dan jalur-jalur yang dibuat disekitarnya. Penelitian dilakukan selama ± dua bulan yaitu pada bulan Juli sampai Agustus 2008 musim kemarau yang meliputi kegiatan pengenalan lapang, pengamatan dan pengambilan data di lapangan.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian diantaranya adalah kamera, binokuler, termometer basah dan kering, mikrofon, digital recorder SAFA tipe Z300, range finder, tallysheet, dan alat tulis. Sedangkan bahan atau objek yang digunakan adalah dua kelompok Owa Jawa Hylobates moloch Audebert, 1798. Untuk memudahkan kegiatan pengamatan, diberikan sistem pemberian nama kepada dua kelompok Owa Jawa tersebut. Kelompok pertama diberi nama kelompok A, yang terdiri dari empat individu yaitu betina dewasa, jantan dewasa, betina pradewasa dan anakan. Sedangkan kelompok kedua diberi nama kelompok B yang terdiri dari tiga individu yaitu betina dewasa, jantan dewasa dan anakan.

C. Jenis Data yang Dikumpulkan