B. Habitat dan Penyebaran
Menurut Hoogerwerf 1970 dalam Kuswanda 1999, Owa Jawa dapat ditemukan pada beberapa habitat mulai dari garis pantai sampai dengan
ketinggian 1.400-1.600 m d.p.l. Kappeler 1984 membagi habitat Owa Jawa ke dalam zona vegetasi hutan dataran rendah 0-500 m d.p.l, hutan dataran
tinggi 500-1.000 m d.p.l dan hutan sub pegunungan atau pegunungan bawah 1.000-1.500 m d.p.l, dengan tempat rendah, pohon-pohon tumbuh dengan
rapat, tinggi besar, tajuk berlapis-lapis. Sebagai hasil adaptasi ekologis, Owa Jawa dapat mendiami habitat hutan campuran dengan ketinggian antara
1.000-2.000 m d.p.l dengan topografi bergelombang sampai pegunungan Pasang, 1989.
Menurut Nowak 1999, tidak ditemukannya Owa Jawa pada daerah yang lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh perubahan vegetasi yang
memiliki kekayaan jenis lebih rendah, pohon jarang dengan tajuk yang tidak lebat dan kokoh sehingga akan menyulitkan pergerakan Owa Jawa sebagai
satwa arboreal. Ditambahkan oleh Kappeler 1984, Owa Jawa merupakan genus Hylobates yang membutuhkan pepohonan besar dengan tajuk rapat dan
memiliki percabangan yang tumbuh horizontal untuk membantu mereka dalam pergerakan yang bersifat brankiasi.
Owa Jawa adalah primata endemik yang hanya ditemukan di areal hutan yang terletak di Jawa Barat. Penyebarannya meliputi wilayah Gunung
Honje, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Gunung Masigit, Gunung
Tampomas, Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Gunung Tilu, Gunung Papandayan dan pernah dilaporkan daerah penyebarannya mencapai Gunung
Slamet dan Dieng di Jawa Tengah Kuswanda, 1999.
C. Populasi
Owa Jawa dapat dijumpai dalam kelompok-kelompok kecil yaitu 3-5 ekor yang terdiri dari jantan dan betina dewasa serta 1-3 ekor Owa Jawa
muda. Owa Jawa juga dapat dijumpai hidup soliter yang sebenarnya adalah Owa Jawa yang berada dalam masa menginjak dewasa dan diusir dari
kelompoknya untuk kemudian membentuk kelompok baru Nowak, 1999.
Ukuran rata-rata kelompok Owa Jawa adalah terdiri dari empat individu dan jarang melebihi enam individu dalam satu kelompok Campbell et all, 2007.
Menurut Kappeler 1984, perkawinan Owa Jawa dapat terjadi sepanjang tahun. Seekor induk Owa Jawa hanya mampu melahirkan satu ekor
anak setiap kali melahirkan. Masa bunting Owa Jawa berlangsung selama tujuh bulan dan dalam waktu dua tahun seekor induk dapat beranak hingga
dua kali. Napier and Napier 1985 mengemukakan bahwa kematangan seksual pada famili Hylobatidae cukup bervariasi untuk setiap spesies, yaitu
antara umur 6 sampai 10 tahun dan dapat hidup hingga umur 33 tahun. Berdasarkan data dari Supriatna 2000, populasi Owa Jawa di alam
terus mengalami penyusutan akibat fragmentasi habitat dan perburuan liar. Diperkirakan jumlah Owa Jawa yang tersisa berkisar antara 2.000-4.000
individu.
D. Aktifitas Harian
Aktifitas harian satwa merupakan reaksi fisiologis satwa terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk melakukan aktifitas harian, umumnya Owa
Jawa menggunakan strata vertikal hutan pada lapisan tengah dan lapisan atas Arief, 1998.
Menurut Purwanto 1992, aktifitas harian Owa Jawa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mempunyai suatu pola penggunaan waktu.
Aktifitas setiap harinya dimulai dengan mengeluarkan suara yang menandai awal dimulainya aktifitas harian dan berakhir saat Owa Jawa melakukan
istirahat panjang atau tidur. Ditambahkan oleh Sinaga 2003, Owa Jawa aktif mulai pukul 05:30 sampai pukul 17:30 WIB yang ditandai dengan mencapai
pohon tidurnya untuk beristirahat. Aktifitas Owa Jawa dalam mencari makan dilakukan pada pagi hari
dan setelah istirahat di siang hari sampai menjelang sore hari. Owa Jawa merupakan satwa frugivora yang memakan buah-buahan masak, kaya akan
gula dan banyak mengandung air. Menurut Kappeler 1984, persentase jenis pakan yang dikonsumsi oleh Owa Jawa terdiri dari 61 buah, 38 daun dan
1 bunga. Karena bersifat monogami dan teritorial, maka Owa Jawa selalu bergerak bersama dengan kelompoknya dalam mencari makan dan dipimpin
oleh betina dewasa Sinaga, 2003. Jantan dewasa memiliki intensitas untuk melakukan aktifitas makan yang lebih rendah dibandingkan betina, hal ini
berkaitan dengan peranan jantan untuk mempertahankan kelompok dari serangan predator Campbell et all, 2007.
Menurut Kappeler 1981, saat melakukan aktifitas makan, Owa Jawa akan berdiam pada satu tempat dengan berbagai posisi seperti duduk,
bergantung dan berdiri dengan satu atau dua tungkainya bebas untuk mengambil makanan. Ditambahkan oleh Chivers 1980, posisi tubuh saat
beraktifitas dipengaruhi oleh faktor jenis pakan yang sedang dikonsumsi. Posisi bergantung dipilih Owa Jawa saat sedang mengkonsumsi buah-buahan,
sedangkan duduk dilakukan saat sedang mengkonsumsi dedaunan. Terdapat beberapa faktor yang menentukan perilaku makan Owa
Jawa, antara lain adalah teknik makan, tempat dan ketinggian, komposisi pakan, bagian yang dimakan, variasi pakan, jumlah pakan serta pola
pergerakan Bismark, 1984. Aktifitas berpindah Owa Jawa merupakan aktifitas yang dilakukan
sepanjang hari. Menurut Arief 1998, bentuk perpindahan atau pergerakan Owa Jawa adalah dengan cara berayun di cabang pohon menggunakan kedua
tangannya branchiation. Cara pergerakan pada Owa ini didukung oleh pergelangan tangan, lengan dan bahunya yang khusus disesuaikan untuk
kelincahan meraih, mencengkram dan berganti pegangan. Menurut Sinaga 2003, melalui brankiasi Owa Jawa dapat berayun hingga sejauh 3 m dalam
sekali ayun, dan mampu meloncat sejauh 9 m dari satu cabang ke cabang lainnya. Pergerakan secara berayun ini dilakukan hampir 90 dan Owa Jawa
jarang berpindah dengan menggunakan telapak kaki. Menurut Sutrisno 2001 waktu istirahat Owa Jawa adalah ketika Owa
Jawa tidak melakukan kegiatan yang terlalu banyak mengeluarkan energi dari tubuhnya. Dalam melakukan aktifitas ini, Owa Jawa cenderung memilih
pepohonan dengan kanopi besar pada tajuk lapisan tengah sampai atas. Pemilihan tajuk bertujuan sebagai strategi untuk mengurangi tindakan
pemangsaan oleh predator. Sedangkan Rinaldi 1985 mengatakan bahwa
Owa Jawa akan memilih tajuk yang lebih rendah untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari.
Aktifitas sosial merupakan aktifitas yang berkaitan dengan interaksi antar individu Owa Jawa di dalam kelompoknya serta interaksi antar
kelompok Owa Jawa. Aktifitas sosial yang dilakukan kelompok Owa Jawa meliputi berkutu-kutuan grooming, yang biasa dilakukan oleh seluruh
individu dalam kelompok. Menurut Nowak 1999, berkutu-kutuan merupakan salah satu cara untuk memperkuat ikatan sosial dan interaksi antar
individu Owa Jawa. Leighton 1987 dalam Rahayu 2002 menyatakan bahwa primata termasuk Owa Jawa mengalokasikan 5 dari waktu aktifnya
untuk berkutu-kutuan. Aktifitas sosial yang lain adalah bermain playing yang dilakukan oleh individu muda serta aktifitas bersuara calling yang
dilakukan oleh individu dewasa.
E. Perilaku Bersuara