II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JAGUNG
1. Sifat Morfologi dan Anatomi
Jagung Zea mays L. merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang cukup penting selain gandum dan padi. Jagung pertama kali
dibudidayakan di Mexico bagian Tengah atau bagian Selatan. Budidaya jagung kemungkinan dimulai pada era Kristiani dan ditemukan pada saat
Columbus menemukan Amerika Wolfe dan Kipps, 1959. Tanaman ini pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol ke Indonesia
sekitar empat ratus tahun lalu Suprapto, 1998.
Gambar 1.
Tanaman jagung www.warintek.bantulkab.go.id Susunan tubuh morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang,
daun, bunga, dan biji. Menurut Suprapto 1998, sistem perakaran jagung berupa akar serabut yang menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang
sekitar 25 cm. Batang jagung berwarna hijau sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang melintang 2-2.5 cm. Tinggi tanaman bervariasi
antara 125-250 cm. Batang jagung memiliki struktur berbuku-buku yang dibatasi oleh ruas-ruas.
Daun jagung berada pada setiap ruas batang dengan kedudukan berlawanan antara satu dengan lainnya. Daun ini terdiri atas pelepah daun
dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian daun dibatasi oleh spicula
yang berguna untuk menghalangi masuknya air hujan atau embun ke dalam pelepah daun Suprapto, 1998.
Jumlah daun jagung bervariasi antara 8-48 helai dengan rata-rata 12- 18 helai tiap tanaman. Panjang daun antara 30-150 cm dan lebarnya
mencapai 15 cm Berger, 1962. Menurut Leonard dan Martin 1963, jumlah stomata pada permukaan atas daun jagung mencapai 60-100 ribu
stomata per inci, sedangkan pada permukaan bawah daun terdapat 50-60 ribu stomata per inci.
Bunga jagung berumah satu monoecious dimana bunga jantan terletak terpisah dengan bunga betina. Bunga jantan berada pada ujung
tanaman malai, sedangkan bunga betina berada pada ketiak daun tongkol. Bunga betina berbentuk gada, putih panjang, dan biasa disebut
rambut jagung. Penyerbukan dihasilkan dengan bersatunya tepung sari pada rambut. Perkawinan dapat terjadi 12-28 jam setelah penyerbukan
Suprapto, 1998. Biji jagung berbentuk bulat dan tersusun rapi pada tongkol jagung.
Susunan biji jagung pada tongkol berbentuk spiral. Setiap tongkol terdiri atas 10-14 deret, sedangkan jumlah biji dalam setiap tongkol berkisar
antara 200-400 biji Suprapto, 1998. Biji jagung tertutup oleh perikarp dan tersusun atas embrio, endosperm, lapisan pelindung, serta nukleus.
Komposisi biji jagung umumnya terdiri dari 85 endosperm, 10 embrio dan scutellum, serta 5 sisanya adalah perikarp, seed coat, pedicel, dan
nukleus Leonard dan Martin, 1963. Struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur biji jagung Brooker, 1982
Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang terdiri dari enam sel isodiametris yang berdinding tebal dan memanjang. Perikarp terdiri
dari epikarp lapisan terluar, mesokarp, dan tegmen seed coat. Tegmen seed coat terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang
mengandung lemak Muchtadi dan Sugiyono, 1992. Endosperm tersusun dari sel-sel parenkim yang berdinding tebal dan
umumnya berbentuk radial memanjang dan padat. Sel-sel tersebut berisi granula pati dan beberapa butir protein. Endosperm jagung terdiri dari dua
bagian yaitu endosperm keras horny endosperm dan endosperm lunak starchy endosperm. Bagian endosperm keras disusun oleh sel-sel yang
lebih kecil dan rapat, sedangkan bagian endosperm lunak mengandung pati yang lebih banyak dengan susunan sel yang tidak terlalu rapat Muchtadi
dan Sugiyono, 1992. Endosperm keras mengandung lebih banyak protein, sedangkan endosperm lunak memiliki tekstur bertepung dengan
penampakan berwarna putih Berger, 1962. Bagian embrio jagung lembaga terdapat pada sisi ventral biji.
Embrio terdiri atas plumula koleoptil, radikula, dan scutellum. Scutellum merupakan modifikasi kotiledon yang berperan sebagai organ penyimpan
makanan Leonard dan Martin, 1963. Plumula merupakan komponen penyusun embrio yang menyerupai pucuk, sedangkan radikula memiliki
bentuk menyerupai akar. Embrio kaya akan lemak, mineral, protein, dan gula. Sebagian besar minyak dalam embrio tersimpan pada bagian
scutellum . Minyak dalam embrio jagung berupa butiran dengan jumlah
berkisar antara 50-56 Muchtadi dan Sugiyono, 1992. Lapisan luar endosperm dan embrio lembaga adalah aleuron yang
merupakan lapisan tempat sel menyimpan protein biji. Lapisan ini disusun oleh sel-sel parenkim dengan dinding tipis setebal 2 mm. Aleuron jagung
hanya terdiri dari satu lapis sel. Dinding sel aleuron bereaksi positif terhadap zat pewarna untuk protein, hemiselulosa, dan selulosa Muchtadi
dan Sugiyono, 1992.
2. Adaptasi
Jagung merupakan tanaman beriklim hangat yang membutuhkan temperatur cukup tinggi pada siang dan malam selama masa pertumbuhan.
Jagung umumnya ditanam pada daerah dengan suhu siang hari kurang dari 66
° F dan suhu malam hari antara 70-80° F. Temperatur rendah sekitar 46- 54
° F dapat menghambat germinasi biji dan menurunkan ketahanan jagung terhadap serangan hama tanah Leonard dan Martin, 1963.
Tanaman jagung dapat tumbuh pada 0-1300 m dari atas permukaan laut. Jagung berkembang dengan baik pada curah hujan 250-5000 mm dan
pada tanah dengan pH 5-8 yang memiliki sistem pengairan yang baik. Tanah yang padat serta kuat menahan air tidak cocok untuk ditanami
jagung karena pertumbuhan akarnya menjadi kurang baik. Untuk tanah berat perlu dibuat saluran drainase yang letaknya cukup dekat dengan
tanaman karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air Suprapto, 1998.
3. Komposisi Gizi
Komposisi kimia jagung bervariasi menurut jenis varietas, cara tanam, iklim, dan tingkat kematangan. Komponen gizi utama yang
terdapat dalam biji jagung adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Kandungan karbohidrat jagung terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan.
Jumlah lemak dan protein yang terkandung dalam jagung muda lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung tua Muchtadi dan Sugiyono,
1992. Nilai kandungan gizi dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Komponen paling besar dari biji jagung adalah karbohidrat dalam
bentuk pati, gula, pentosan, dan serat. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati. Biji jagung mengandung pati 54.1-
71.7, sedangkan kandungan gulanya 2.6-12.0 Richana dan Suarni, 2009 Sekitar 85 dari total pati jagung terdapat dalam endosperm.
Kandungan gula jagung berkisar antara 1-3 yang terdiri dari sukrosa pada lembaga 57 dan sisanya terdapat dalam endosperm Leonard dan
Martin, 1963.
Tabel 1. Kandungan gizi biji jagung dalam 100 gram bahan
No. Substansi Persentase 1. Air
13.5 2. Protein
10 3. MinyakLemak
4 Karbohidrat:
- Zat Tepung 61
- Gula 1.4
- Pentosan 6
4.
- Serat Kasar 2.3
5. Abu 1.4
6. Zat lain-lain
0.4 Sumber: Leonard dan Martin 1963
Karbohidrat dalam makanan yang berbeda dapat dikarakterisasi oleh Indeks Glikemik IG. Indeks glikemik merupakan respon glikemik ketika
memakan sejumlah karbohidrat dalam pangan dan dapat dijadikan indikator tidak langsung dari respon insulin tubuh Buyken et al., 2006.
Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur kimia karbohidrat, derajat kematangan, metode
pengolahan pangan, serta jumlah dan tipe serat yang terkandung dalam pangan.
Berdasarkan penggunaan glukosa sebagai pembanding IG = 100, pangan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu pangan IG rendah
dengan rentang nilai IG ≤55, pangan IG sedang dengan rentang nilai IG
55-69, dan pangan IG tinggi dengan rentang nilai IG ≥70 Brand-Miller
dan Foster-Powell, 1999. Jagung dan ubi jalar termasuk ke dalam kelompok pangan IG rendah.
Jagung memiliki nilai IG 55, sedangkan ubi jalar memiliki nilai IG 54 www.carbs-information.com. Sumber karbohidrat lainnya yakni sagu
tergolong ke dalam kelompok pangan IG sedang dengan nilai IG 64 www.aminoz.com.au. Sementara ubi kayu merupakan pangan IG tinggi
dengan nilai IG sebesar 94 Susanto, 1990. Menurut Nugraha 2008, beras memiliki nilai IG yang bervariasi
sesuai dengan varietasnya. Umumnya beras tergolong dalam pangan IG sedang dengan rentang nilai IG 56-69. Namun ada beberapa varietas beras
yang memiliki nilai IG rendah seperti beras IR 36 dan ada pula varietas beras yang memiliki nilai IG tinggi seperti beras Mekongga. Pangan
dengan jenis karbohidrat yang dapat dipecah dengan cepat selama proses pencernaan akan memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan dengan IG rendah
karbohidratnya akan dipecah secara lambat sehingga proses pelepasan glukosa ke dalam darah terjadi dengan lambat Rimbawan dan Siagian,
2004. Terkonsentrasi pada lembaga, kandungan lemak biji jagung
terkendali secara genetik dan berkisar antara 3-18. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif rendah, sedangkan kandungan
asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi terutama asam linoleat Suarni dan Widowati, 2009. Persentase lemak jagung dapat meningkat selama
perkembangan biji Berger, 1962. Bagian jagung yang mengandung minyak adalah lembaga germ.
Pada lembaga, kandungan minyak yang dapat diekstrak rata-rata 52. Minyak jagung relatif stabil karena kandungan asam linolenatnya sangat
kecil dan mengandung antioksidan alami yang tinggi Suarni dan Widowati, 2009. Komposisi asam lemak pada jagung kuning dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi asam lemak jagung kuning dalam 100 gram bahan
Asam Lemak Persentase
Palmitat 16:0 0.569
Stearat 18:0 0.075
Palmitoleat 16:1 0.004
Oleat 18:1 1.247
Linoleat 18:2 2.097
Linolenat 18:3 0.065
Sumber: www.nutritiondata.com
Sekitar 80 protein biji jagung berada di endosperm. Jenis protein yang terkandung dalam jagung adalah prolamin, zein, serta glutelin. Zein
merupakan globulin yang larut dalam larutan netral dan larutan garam. Zein adalah protein utama dalam endosperm dan berkualitas rendah karena
kekurangan asam amino esensial lisin dan triptofan Berger, 1962. Jumlah
protein dalam biji jagung bergantung pada interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan faktor fisiologis Leonard dan Martin, 1963. Mutu gizi
jagung sebagai bahan pangan ditentukan oleh asam amino penyusun protein. Komposisi asam amino pada jagung kuning dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi asam amino jagung kuning dalam 100 gram bahan
Asam Amino Persentase
Triptofan 0.067 Treonin 0.354
Isoleusin 0.337 Leusin 1.155
Lisin 0.265 Metionin 0.197
Sistein 0.170 Fenilalanin 0.463
Tirosin 0.383 Valin 0.477
Arginin 0.470 Histidin 0.287
Alanin 0.705 Asam Aspartat
0.655 Asam Glutamat
1.768 Glisin 0.386
Prolin 0.822 Serin 0.447
Sumber: www.nutritiondata.com
Asam amino lisin merupakan asam amino esensial yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Asam amino ini sangat
berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang, membantu penyerapan kalsium, dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh.
Lisin dibutuhkan untuk menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen. Lisin juga berperan sebagai komponen antiviral
serta dapat melindungi dari cold sore dan virus herpes Arnita, 2007. Asam amino lisin dalam jagung memiliki nilai yang cukup tinggi jika
dibandingkan dengan komoditi pangan penghasil pati lainnya seperti
beras, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu. Perbandingan kandungan asam amino lisin dari lima komoditi pangan tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan kandungan asam amino lisin dari lima komoditi
pangan penghasil pati dalam 100 gram bahan Komoditi Pangan
Persentase Kandungan Asam Amino Lisin Beras
a
0.246 Jagung
b
0.265 Ubi Kayu
b
0.088 Ubi Jalar
b
0.091 Sagu
c
0.125 Sumber:
a
www.asiamaya.com,
b
www.nutritiondata.com,
c
www.ernaehrung.de Ketersediaan komponen gizi lain seperti serat, vitamin, dan mineral
dalam jagung sangat kecil. Serat kasar pada jagung sekitar 2.1-2.3 dengan komponen terbesarnya berupa hemiselulosa 41-46 yang
terdapat dalam kulit ari Berger, 1962. Kulit ari jagung terdiri atas 75 hemiselulosa, 25 selulosa, dan 0.1 lignin Suarni dan Widowati, 2009.
Biji jagung memiliki kadar abu sekitar 1.4, sedikit di bawah serat kasarnya. Bagian lembaga jagung mengandung mineral yang lebih tinggi
dibandingkan bagian endosperma. Kandungan Fe jagung bergantung pada warna bijinya. Jagung kuning-oranye mengandung Fe lebih tinggi
dibanding jagung kuning, sedangkan jagung putih memiliki kandungan Fe sangat rendah Suarni dan Widowati, 2009. Jagung kekurangan mineral
kalsium tetapi kaya akan fosfor dan potasium Berger, 1962. Vitamin jagung paling banyak terdapat pada lembaga dan lapisan
paling luar endosperm. Kandungan vitamin larut air pada biji jagung sebagian besar terdapat pada lapisan aleuron, lembaga, dan endosperma.
Tiamin dan riboflavin merupakan vitamin larut air utama jagung. Jagung tidak mengandung vitamin B12 cobalamin. Biji tua jagung mengandung
sangat sedikit asam askorbat dan piridoksin. Vitamin lainnya yang terdapat dalam jumlah sedikit adalah asam folat dan pantotenat Suarni dan
Widowati, 2009.
Jagung mengandung dua vitamin larut lemak yaitu provitamin A karotenoid dan vitamin E. Sebagian besar karotenoid terdapat dalam
endosperma, sedangkan lembaga hanya mengandung sedikit karotenoid. Sebaliknya, vitamin E lebih banyak terkonsentrasi pada bagian lembaga
jagung. Karotenoid umumnya terdapat pada biji jagung kuning. Kandungan karotenoid pada jagung biji kuning terdiri atas betakaroten
22 dan kriptosantin 51 Suarni dan Widowati, 2009. Karotenoid membantu fungsi-fungsi seluler sebagai prekursor vitamin A dan berperan
penting untuk penglihatan, pertumbuhan, diferensiasi jaringan, reproduksi, serta perawatan sistem kekebalan Ball, 2000. Perbandingan kandungan
beta karoten dari lima komoditi pangan sumber karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan kandungan beta karoten dari lima komoditi pangan
sumber karbohidrat dalam 100 gram bahan Komoditi Pangan
Kandungan Beta Karoten mcg Beras
a
- Jagung
a
97 Ubi Kayu
a
8 Ubi Jalar Putih
b
260 Ubi Jalar Merah
b
2900 Ubi Jalar Jingga
b
9900 Sagu
c
100 Sumber:
a
www.nutritiondata.com,
b
www.pitoyo.com,
c
www.ernaehrung.de
4. Jenis
Menurut Leonard dan Martin 1963 jagung dibedakan ke dalam tujuh jenis berdasarkan karakteristik bijinya, yaitu:
a. Dent Corn
Jagung jenis ini memiliki biji berbentuk seperti gigi kuda. Bentuk ini disebabkan oleh pengkerutan lapisan pati lunak
selama proses pematangan. Jagung gigi kuda memiliki lekukan di puncak biji yang terjadi karena pati keras terdapat di pinggir biji,
sedangkan pati lunak berada di puncak biji. Jagung ini umumnya memiliki biji berwarna putih dan kuning.
b. Flint Corn
Jenis ini disebut dengan jagung mutiara. Jagung mutiara lebih cepat matang namun hanya sedikit mengandung pati lunak. Pada
jenis ini, pati keras berkumpul pada mahkota jagung, sedangkan pati lunaknya berkumpul pada bagian tengah jagung. Jagung
mutiara memiliki endosperma yang tebal dan keras mengelilingi inti granula yang kecil dan lunak. Bagian atas bijinya berbentuk
bulat dan tidak berlekuk. c. Sweet
Corn Jagung ini memiliki gen resesif yang menghambat konversi
gula menjadi pati sehingga memberikan karakteristik manis. Ciri lain jagung ini adalah bijinya yang dapat berubah menjadi keriput
bila dikeringkan. d. Pop Corn
Jenis ini disebut dengan jagung berondong karena dapat meledak popping ketika dipanaskan. Popping terjadi akibat
proses penghilangan kelembaban yang cepat dari tiap biji setelah hidrolisis parsial selama pemanasan. Butir biji jagung ini
memiliki bentuk agak meruncing dengan ukuran yang kecil. e. Flour
Corn Pada jenis ini, seluruh patinya merupakan pati lunak. Jagung
tepung merupakan jenis tertua dan ditemukan sejak zaman suku Aztek dan Inca. Endsoperm jagung tepung bersifat lunak, mudah
ditepungkan, dan mudah ditumbuhi kapang. f. Pod
Corn Jagung ini memiliki ciri yang khas dimana tongkol dan
bijinya diselubungi oleh kelobot. Jagung ini juga disebut dengan jagung polong dan sering digunakan sebagai tanaman hias.
g. Waxy Corn
Endosperm jagung ini seluruhnya terdiri atas amilopektin. Biji jagung ini mirip lilin dan patinya bersifat gummy dengan
beberapa karakteristik menyerupai tepung tapioka. Jagung ketan
memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi sehingga memiliki rasa yang pulen.
Menurut Suprapto 1998 golongan jagung yang terdapat di Indonesia ada empat macam yaitu jagung gigi kuda, jagung mutiara,
jagung berondong, dan jagung manis. Perbandingan bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung dari kiri ke kanan: jagung
berondong pop corn, jagung manis sweet corn, jagung tepung flour corn, jagung mutiara flint corn, jagung gigi kuda dent
corn , dan jagung polong pod corn Wolfe dan Kipps, 1959.
5. Produktivitas
Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan
jagung terhadap Produk Domestik Bruto PDB terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional
mencapai Rp 9.4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18.2 trilyun Zubachtirodin et al., 2009.
Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2007, selama periode 2001-2006 rata-rata luas areal panen jagung di Indonesia sekitar 3.35 juta
hektartahun dengan laju peningkatan 0.95 per tahun. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata luas areal panen jagung tahun
1995-1999 yang mencapai 3.61 juta hektartahun Badan Pusat Satistik, 1999.
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai 3.47 tonhektar pada tahun 2006. Namun, tingkat produktivitas
ini cenderung meningkat dengan laju 3.38 per tahun. Dalam periode 1990-2006, produksi jagung rata-rata mencapai 9.1 juta ton dengan laju
peningkatan 4.17 per tahun Departemen Pertanian, 2007. Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih
ditentukan oleh peningkatan produktivitas daripada peningkatan luas panen. Data perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi
jagung di Indonesia disajikan pada Tabel 6, Lampiran 1, dan Lampiran 2.
Tabel 6. Perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi
jagung tahun 1990-2006 Tahun
Luas areal panen juta hektar
Produktivitas tonhektar
Produksi juta ton
1990 3.158 2.13
6.734 1991 2.909
2.15 6.255
1992 3.629 2.20
7.995 1993 2.939
2.20 6.459
1994 3.109 2.21
6.869 1995 3.651
2.26 8.245
1996 3.744 2.49
9.307 1997 3.355
2.61 8.771
1998 3.456 2.94
10.169 1999 3.848
2.39 9.204
2000 3.500 2.76
9.677 2001 3.286
2.79 9.165
2002 3.127 3.09
9.654 2003 3.359
3.24 10.886
2004 3.357 3.34
11.225 2005 3.625
3.45 12.523
2006 3.346 3.47
11.609 Rata-rata 3.346
2.69 9103 r tahun
0.96 3.38
4.17 Sumber: Departemen Pertanian 2007
Produksi jagung tahun 2008 mencapai 15.86 juta ton pipilan kering atau naik sebesar 2.57 juta ton 19.36 dibandingkan dengan produksi
tahun 2007. Peningkatan produksi terjadi karena kenaikan luas panen dan produktivitas Badan Pusat Statistik, 2008.
Pada dekade 1995-1999, terdapat lima propinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Nusa
Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Tiga propinsi penghasil jagung terbesar yang memiliki laju pertumbuhan produktivitas melebihi rata-rata
6 per tahun adalah Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan Badan Pusat Statistik, 1999. Sementara pada tahun 2008,
penyebaran sentra produksi jagung meliputi propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan
Sulawesi Selatan Badan Pusat Statistik, 2008.
6. Pemanfaatan
Jagung sebagai sumber bahan pangan telah dimanfaatkan untuk makanan pokok, makanan penyela, makanan kecil, tepung, kue, roti, mie,
dan bubur. Kegunaan lain dari jagung antara lain sebagai makanan ternak serta bahan baku industri seperti pati, glukosa, sirup, dekstrin, alkohol, dan
minyak Hubeis, 1984. Penggilingan jagung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penggilingan basah dan penggilingan kering. Penggilingan basah wet milling
dilakukan dengan merendam jagung terlebih dahulu di dalam air, setelah itu dikeringkan. Produk hasil penggilingan basah wet milling
antara lain corn syrup, corn sugar, minyak, dekstrin, makanan ternak, dan pati. Penggilingan kering dry milling dilakukan tanpa proses perendaman
terlebih dahulu. Produk hasil penggilingan kering dry milling antara lain corn meal
, tepung, grits, dan sereal sarapan. Berger, 1962. Di Afrika Selatan jagung dikonsumsi dalam bentuk bubur dengan
nama “Ugali”, sedangkan di Afrika Timur dengan nama “Chenga” dan “Polenta” di Italia. Sementara di Meksiko dan Amerika Tengah jagung
dikonsumsi dalam bentuk roti dengan nama “Tortillas”. Di Indonesia jagung biasa dimakan dalam bentuk beras jagung. Jenis jagung yang
umum digunakan dalam pembuatan beras jagung adalah jagung mutiara dan jagung gigi kuda Suprapto, 1998.
B. BERAS JAGUNG
Istilah beras jagung merujuk pada butiran yang dihasilkan dari penggilingan biji jagung. Tahapan lain yang sering diterapkan dalam
pembuatan beras jagung adalah penyosohan untuk menghasilkan beras dengan warna kuning mengkilat. Sejak dahulu kala, beras jagung telah diolah secara
tradisional menjadi nasi jagung. Dalam perkembangannya, beras jagung mengalami pengolahan dengan
teknik instanisasi menghasilkan beras jagung instan. Beras jagung instan ini siap dimasak menjadi nasi jagung dalam waktu
± 5 menit. Produk ini dibuat melalui proses penggilingan biji jagung yang diikuti dengan proses pre-
gelatinisasi pre-cooking dan pengeringan Supriadi, 2004. Pengolahan beras jagung menjadi nasi jagung tidak jauh berbeda dengan
pemasakan beras padi. Pada umumnya beras jagung diolah melalui tahap perebusan, namun ada pula yang melalui tahap pengukusan. Di Indonesia
sendiri, terdapat beragam cara pengolahan nasi jagung secara tradisional. Masyarakat Jawa mengenal nasi jagung dengan sebutan sego jagung.
Nasi jagung ini berupa butiran halus berwarna putih sedikit kekuningan. Beras jagung dibuat dari biji jagung yang dikeringkan kemudian ditumbuk halus dan
dikukus hingga menghasilkan nasi jagung. Ada pula proses pembuatan nasi jagung tradisional yang memakan
waktu hingga dua hari. Pertama, biji jagung disosoh dengan menggunakan alu dan lumpang kayu. Setelah kulit dan mata jagung terlepas, beras jagung yang
telah disosoh kemudian direndam selama satu malam. Beras jagung yang telah direndam satu malam lalu ditumbuk hingga menjadi tepung halus. Tepung
halus inilah yang kemudian dikukus menjadi nasi jagung. Di Jawa Timur, jagung biasanya diolah secara basah dengan perendaman
terlebih dahulu. Setelah jagung direndam kemudian ditumbuk atau digiling, kotorannya dibuang dengan cara ditampi dan tepungnya dipisahkan dengan
menggunakan ayakan hingga diperoleh beras jagung. Beras jagung dapat dimasak seperti memasak beras, namun memerlukan perendaman dengan air
dingin selama kira-kira setengah jam sebelumnya Suprapto, 1998.
C. PATI
Pati merupakan polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat dalam bentuk butiran kecil dengan
berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan yakni amilosa yang merupakan
senyawa rantai lurus dan amilopektin yang merupakan komponen bercabang DeMan, 1997.
Amilosa adalah polimer linear dari unit α-D-glukosa. Satuan glukosa
dalam amilosa dihubungkan secara khusus dengan ikatan glukosida α-1,4.
Berat molekul amilosa berkisar antara 250.000 1500 unit anghidroglukosa. Amilosa memiliki sifat unik yakni mampu membentuk kompleks dengan
Iodin, alkohol organik, dan asam. Kompleks ini disebut dengan clathrates atau helical inclusion compounds
Hoseney, 1998. Amilopektin merupakan komponen pati yang terdiri dari rantai residu
α- D-glukopiranosil yang berikatan 1,4 dan 1,6 membentuk percabangan.
Komponen kristalin dari amilopektin terdiri dari rantai linear yang tersusun paralel dan membentuk struktur double helix White dan Tziotis, 2004.
Percabangan amilopektin disebabkan oleh adanya ikatan α-1,6 pada titik
tertentu dalam molekul. Cabang amilopektin mengandung sekitar 20-30 satuan glukosa DeMan, 1997.
Molekul amilopektin terdiri dari tiga tipe rantai molekul yakni rantai A, rantai B, dan rantai C. Rantai A merupakan glukosa yang berikatan
α-1,4 sementara rantai B merupakan glukosa yang berikatan
α-1,4 dan α-1,6. Rantai C tersusun atas glukosa dengan ikatan
α-1,4 dan α-1,6 serta gugus pereduksi. Berat molekul amilopektin dapat mencapai 10
8
Hoseney, 1998. Amilosa terdiri atas 500-20000 unit glukosa yang berbentuk heliks pada
ujung antar unit-unit glukosa, sedangkan amilopektin terdiri lebih dari 2 juta unit glukosa dimana setiap 20 sampai 30 unit glukosa memiliki ikatan
α-1,6 Chaplin, 2008. Struktur amilosa dan amilopektin disajikan pada Gambar 4.
a b
Gambar 4.
a Struktur amilosa dan b struktur amilopektin Chaplin, 2008
Sifat fungsional pati bergantung pada berat molekul, ukuran, dan struktur amilosa-amilopektin. Perbedaan distribusi berat molekul dan struktur
molekul menyebabkan perbedaan sifat retrogradasi, viskoelastisitas, dan karakteristik reologi. Amilopektin mempengaruhi karakteristik pembengkakan
granula, viskositas, suhu puncak, viskositas puncak, pembentukan pasta, dan kekuatan gel selama penyimpanan. Amilosa mempengaruhi perbedaan setback
dan viskositas akhir selama pembentukan pasta White dan Tziotis, 2004. Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkendali
secara genetik. Secara umum, baik jagung yang mempunyai tipe endosperma gigi kuda dent maupun mutiara flint mengandung amilosa 25-30 dan
amilopektin 70-75. Namun jagung pulut waxy maize dapat mengandung 100 amilopektin Suarni dan Widowati, 2009.
Dalam bentuk aslinya, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati terdiri dari lapisan tipis yang tersusun secara memusat
membentuk kristal-kristal Hubeis, 1984. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik spesifik bagi setiap jenis pati. Pati jagung memiliki
bentuk dan ukuran granula yang lebih besar daripada granula pati dalam beras padi. Granula pati jagung memiliki ukuran medium dengan diameter sekitar
10-25 μm Pomeranz, 1991. Granula pati jagung berbentuk bulat dan
bersudut DeMan, 1997. Pati pada biji jagung terdapat pada endosperm 86.4, lembaga 8.2,
dan tip cap 5.3. Pada bagian endosperm horny, granula pati jagung berbentuk angular atau poligonal, sedangkan pada pati floury granulanya
berbentuk bulat Whistler et al., 1984. Pati jagung umumnya mengandung 25 amilosa dan 75 amilopektin. Struktur pati jagung dipengaruhi oleh
faktor lingkungan selama masa pertumbuhan diantaranya suhu pada lokasi penanaman White dan Tziotis, 2004.
D. SIFAT BIREFRINGENCE DAN GELATINISASI PATI
Gelatinisasi merupakan suatu perubahan bentuk granula pati yang bersifat irreversible yang terjadi bila granula pati diberi air yang berlebih dan
diikuti oleh pemanasan Belitz dan Grosch, 1999. Proses gelatinisasi umumnya diikuti dengan hilangnya sifat birefringence dan meningkatnya
kerentanan granula pati terhadap degradasi enzimatis Greenwood, 1976. Perubahan yang terjadi selama gelatinisasi pati adalah hidrasi dan
pembengkakan ukuran granula pati, hilangnya sifat birefringence, peningkatan kekeruhan dan konsistensi, larutnya molekul amilosa, serta retrogradasi
membentuk pasta atau gel. Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh beragam faktor antara lain konsentrasi, interaksi antara protein dengan pati, dan interaksi
antara lipid dengan pati Pomeranz, 1991. Ketika granula pati dipanaskan, terjadi pemutusan ikatan antar misel
kristalin amilosa dan amilopektin sehingga granula pati mulai berhidrasi dan membengkak. Derajat hidrasi ini bergantung pada suhu, pH, pengadukan, dan
konsentrasi. Pemanasan yang terus menerus disertai peningkatan temperatur dapat menyebabkan molekul granula pati rusak Wong, 1989.
Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa zat kimia. Ada zat kimia yang memicu pemecahan ikatan hidrogen dan meningkatkan gelatinisasi, ada
pula zat yang menghambat gelatinisasi karena berperan sebagai pelarut Bhattacharya dan Hanna, 1987. Suhu gelatinisasi akan meningkat bersamaan
dengan peningkatan berat molekul atau peningkatan konsentrasi dari larutan. Pemanasan dengan jumlah air sedikit juga dapat meningkatkan suhu dan
magnitudo endoterm gelatinisasi White dan Tziotis, 2004. Alkali pada konsentrasi tertentu dapat memicu gelatinisasi pati.
Konsentrasi gula yang tinggi juga mampu meningkatkan gelatinisasi Hsieh et
al ., 1990. Gula dapat menstabilkan struktur air sehingga interaksi spesifik
antara pati dan larutan akan terbentuk. Interaksi ini akan menstabilkan struktur amorf dari granula pati dan meningkatkan suhu gelatinisasi White dan
Tziotis, 2004. Pati jagung memiliki suhu gelatinisasi berkisar antara 62-72
° C Pomeranz, 1991. Menurut Metcalf dan Lund 1985 pati dengan suhu
gelatinisasi yang tinggi memiliki lebih banyak ikatan hidrogen dan ikatan antar molekul pati yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan biji memiliki
ketahanan terhadap suhu tinggi yang lebih besar. Suhu gelatinisasi yang tinggi mengindikasikan struktur krsitalin yang lebih banyak sehingga lebih tahan
resisten terhadap penetrasi air, pembengkakan, dan gelatinisasi. Sementara pati dengan suhu gelatinisasi yang rendah dapat menyerap air lebih cepat.
Proses gelatinisasi juga menyebabkan hilangnya sifat birefringence dari granula pati. Pati yang telah diberi perlakuan pemanasan dengan air akan
kehilangan sifat birefringence secara bertahap tergantung suhu dan waktu gelatinisasi yang digunakan, sedangkan pati mentah akan memperlihatkan
sifat birefringence yang jelas gelap-terangnya Hoseney, 1998. Hilangnya sifat birefringence ini disebabkan oleh pemecahan ikatan molekul pati
sehingga ikatan hidrogen mengikat lebih banyak molekul air Fennema, 1996. Temperatur dimana seluruh sifat birefringence dari granula pati telah hilang
disebut dengan Birefringence End Point Temperature BEPT. Sifat birefringence adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi yang
akan memberikan warna gelap terang jika kristal granula pati diamati dengan mikroskop polarisasi Collison, 1968. Kontras gelap-terang ini akan tampak
sebagai warna biru kuning. Warna biru kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh perbedaan indeks refraksi granula pati yang dipengaruhi oleh
struktur amilosa dalam pati. Sebagian cahaya yang melewati granula pati dapat diserap oleh bentuk heliks dari amilosa. Penyerapan cahaya oleh heliks
amilosa ini akan terjadi secara intensif jika arah getar dari gelombang cahaya paralel terhadap sumbu heliks French, 1984.
Sifat birefringence granula pati juga dapat dirusak dengan perlakuan secara mekanis. Penggilingan pati pada suhu ruang secara nyata mampu
merusak sifat kristal pati. Intensitas birefringence sangat bergantung pada derajat dan orientasi kristal. Pati dengan kadar amilosa tinggi akan memiliki
intensitas birefringence lebih lemah dibandingkan pati dengan kadar amilopektin tinggi Hoseney, 1998.
E. RICE COOKER
Rice cooker merupakan alat yang digunakan untuk memasak nasi secara
otomatis. Rice cooker umumnya mampu menjaga nasi tetap hangat hingga lebih dari 24 jam untuk mencegah nasi menjadi basi. Menurut Toothman
2008 proses penanakan nasi dalam rice cooker terjadi dalam empat tahap yaitu penambahan air, pendidihan boiling, penyerapan air absorbing water,
dan pendiaman resting. Prinsip penanakan nasi dengan menggunakan rice cooker sama dengan
pembuatan nasi liwet. Pada proses pembuatan nasi liwet, beras dimasukkan ke dalam panci berisi air pada volume tertentu lalu dimasak di atas api. Air yang
telah mendidih menandakan beras yang ada di dalam panci mulai menjadi lembek dan banyak menyerap air. Pada saat beras telah matang menjadi nasi,
seluruh air yang terdapat dalam panci telah habis diserap oleh beras. Tahap terakhir dalam meliwet nasi adalah pengadukan yang bertujuan agar tidak
terbentuk kerak nasi. Komponen penyusun rice cooker terdiri atas badan utama main body,
panci pemasak inner cooking pan, plat pemanas elektrik electric heating plate
, sensor panas thermal-sensing device, dan beberapa tombol Toothman, 2008. Panci pemasak rice cooker biasanya terbuat dari bahan anti
lengket non-stick atau dilapisi dengan teflon. Panci ini bisa diangkat dan dipindahkan removable.
Di bawah panci pemanas terdapat heater dan thermostat. Sejenis per spring menekan thermostat ke bagian bawah panci pemanas untuk menjamin
kontak panas yang baik sehingga tercapai suhu pemasakan yang diinginkan. Sensor panas thermostat yang diletakkan di bagian bawah badan utama rice
cooker dilengkapi dengan termometer yang dapat mengukur suhu dari panci
pemasak beserta isinya Anonim, 2008. Komponen penyusun rice cooker diperlihatkan pada Gambar 5.
Gambar 5.
Komponen penyusun rice cooker www.howstuffworks.com Cara memasak nasi dengan menggunakan rice cooker sangat mudah.
Beras dimasukkan ke dalam panci pemanas dengan jumlah yang diinginkan kemudian ditambahkan air dingin sesuai dengan takaran beras yang
dimasukkan. Tahap terakhir adalah menutup tutup lid rice cooker dan menekan tombol masak cook. Selanjutnya rice cooker akan memasak nasi
secara otomatis. Proses pemasakan nasi dengan menggunakan rice cooker diawali dengan
pendidihan air. Air mendidih pada suhu 100 ° C dan ketika air telah mendidih
secara sempurna maka suhu air tersebut tidak akan meningkat Toothman, 2008. Temperatur dalam rice cooker tidak dapat melebihi titik didih air yakni
suhu 100 ° C sehingga panas yang masuk ke dalam campuran beras dan air
selama pemasakan hanya akan menyebabkan air mendidih Anonim, 2008. Selama masih terdapat air di dalam panci pemasak, temperatur dalam
rice cooker akan tetap stabil. Pada tahap pemasakan air, sebagian air telah
diserap oleh beras dan sebagian lainnya menguap selama pendidihan. Saat semua air yang ada di dalam panci pemasak telah habis, temperatur akan
mulai meningkat melebihi titik didih air. Sensor panas thermostat pada rice cooker
akan menangkap perubahan suhu ini kemudian secara otomatis akan mengubah operasi rice cooker ke kondisi mati swicth off atau kondisi hangat
switch to warming cycle. Kondisi operasi hangat warming mode menjaga nasi tetap hangat dengan suhu tidak kurang dari 65
° C Anonim, 2008.
III. METODOLOGI