Berbeda dengan ketiga beras jagung lainnya, beras jagung D yang ditanak langsung tanpa perlakuan awal dengan perbandingan beras
jagung dan air tanak sebesar 1:4 telah menghasilkan nasi jagung yang matang baik secara organoleptik maupun melalui pengamatan dengan
mikroskop polarisasi. Pengamatan granula pati secara mikroskopis Gambar 11 menunjukkan bahwa granula pati beras jagung D telah
kehilangan sifat birefringence. Hal ini menandakan bahwa beras jagung D tidak membutuhkan perlakuan awal apapun untuk menghasilkan nasi
jagung yang matang. Hilangnya sifat birefringence berkaitan dengan terjadinya perubahan
indeks refraksi granula pati. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan konfigurasi molekul pati yang semakin tidak teratur dan pecahnya ikatan
molekul pati. Penetrasi molekul air ke dalam granula pati menyebabkan peningkatan derajat ketidakteraturan dan penurunan sifat kristal Fennema,
1996.
2. Kajian SOP Perlakuan Awal Tahap Kedua
Kajian SOP tahap pertama tidak menghasilkan SOP penanakan yang baik untuk beras jagung A 4 mm, beras jagung B 3.35-4 mm, dan
beras jagung C 2.36-3.35 mm. Ketiga beras jagung tersebut tidak dapat menghasilkan nasi jagung yang matang apabila hanya ditanak secara
langsung tanpa diberi perlakuan awal terlebih dahulu. Hal ini dapat dilihat pada penanakan beras jagung A dan B secara
langsung dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:7 masih menghasilkan nasi jagung yang memiliki pola birefringence pada
pengamatan secara mikroskopis. Namun, ketika jumlah air tanak ditambahkan hingga perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:8
nasi jagung yang dihasilkan justru menjadi lembek dan berair. Demikian pula halnya dengan beras jagung C yang ditanak secara
langsung dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:5 masih menghasilkan nasi jagung yang memiliki pola birefringence.
Namun, ketika ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:6 nasi jagung yang dihasilkan menjadi lembek.
Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:5 untuk beras jagung C serta 1:7 untuk beras jagung A dan B
tersebut telah mampu mematangkan bagian luar beras jagung, namun bagian dalamnya masih belum matang secara sempurna. Sementara jika
jumlah air tanak ditambah, bagian dalam beras jagung matang namun bagian luarnya menjadi lembek dan berair. Dengan demikian, ketiga beras
jagung tersebut tidak dapat ditanak secara langsung dengan menggunakan rice cooker
, melainkan harus diberi perlakuan awal terlebih dahulu sebelum ditanak. Perlakuan awal ini diharapkan mampu melunakkan
endosperma keras dan mendistribusikan air ke dalam granula pati beras jagung sehingga pada saat ditanak dengan menggunakan rice cooker nasi
jagung yang dihasilkan sudah matang sempurna. Kajian SOP tahap kedua merupakan optimasi pre-gelatinisasi dengan
tujuan mendapatkan karakteristik nasi jagung yang matang sempurna yakni hingga granula pati pecah dan amilosa terdispersi sebagian. Pada
tahap ini, beras jagung diberi perlakuan awal sebelum ditanak dengan menggunakan rice cooker. Perlakuan awal pre-gelatinisasi ini diperlukan
agar pada saat rice cooker secara otomatis mati off nasi jagung yang dihasilkan sudah matang.
Perlakuan awal yang diterapkan adalah perendaman dalam air dingin ± 27° C dan perendaman dalam air panas suhu awal ± 100° C. Air
panas yang digunakan suhunya tidak dipertahankan konstan 100 ° C
selama perendaman. Variabel waktu perendaman dalam air dingin adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam, sedangkan untuk perendaman dalam
air panas adalah 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Proses perendaman bertujuan agar endosperma keras jagung
melunak dan air terdistribusi ke dalam granula pati beras jagung sehingga transfer panas pada saat penanakan dengan menggunakan rice cooker
menjadi lebih cepat.
Perendaman dengan air dingin ± 27° C bertujuan memberikan
kontak antara granula pati jagung dengan air dalam jumlah berlebih. Sementara perendaman dengan air panas suhu awal
± 100° C selain memberikan kesempatan kontak granula pati jagung dengan air, juga
memberikan efek panas yang merata pada biji jagung sehingga diharapkan mampu menyebabkan endosperma keras jagung melunak.
Metode pre-gelatinisasi dengan cara pengukusan tidak dilakukan dalam penelitian ini karena partikel biji jagung memiliki ukuran yang
besar sehingga memiliki daya tahan terhadap panas lebih tinggi. Proses pengukusan tidak dapat memberikan efek pemanasan secara merata pada
beras jagung sehingga pemanasan dengan uap air saja tidak mampu membuat pati jagung tergelatinisasi. Selain itu, metode pengukusan juga
tidak memberikan air yang cukup untuk proses gelatinisasi pati jagung karena biji jagung tidak langsung kontak dengan air melainkan hanya
kontak dengan uap panas. Pemilihan variabel waktu perendaman didasarkan pada tingkat
penyerapan air beras jagung. Pada penelitian pendahuluan Lampiran 3 diketahui bahwa tingkat penyerapan air beras jagung yang direndam dalam
air dingin 27 ° C selama 1 jam sebanding dengan tingkat penyerapan air
oleh beras jagung yang diberi air panas suhu awal ± 100° C dan
dibiarkan selama 10 menit. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Metcalf dan Lund 1985 yang menyatakan bahwa tingkat penyerapan air pada
suhu 90 ° C lebih tinggi dibandingkan tingkat penyerapan air pada suhu
50 ° C. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkat gelatinisasi pati dimana
pati yang telah tergelatinisasi mampu menyerap air lebih banyak. Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa perendaman dalam
air bersuhu tinggi menghasilkan tingkat penyerapan air yang lebih besar. Hal ini juga sesuai dengan Hukum Fick Fick’s law of difussion yang
menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap kecepatan difusi air. Semakin tinggi suhu, semakin besar laju difusi yang terjadi. Hukum ini
juga menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi antara lain peningkatan perbedaan konsentrasi substansi, peningkatan
permeabilitas, peningkatan luas permukaan difusi, berat molekul subtansi, dan jarak yang ditempuh untuk difusi.
Berdasarkan hasil kajian SOP tahap pertama diketahui bahwa beras jagung A, B, dan C masih membutuhkan perlakuan awal untuk
menghasilkan nasi jagung yang matang, sedangkan beras jagung D tidak membutuhkan perlakuan awal apapun. Oleh karena itu, kajian SOP tahap
kedua ini hanya diterapkan pada beras jagung A, B, dan C. Ketiga beras jagung tersebut diberi perlakuan awal perendaman
dalam air dingin ± 27° C selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam
serta diberi air panas suhu awal ± 100° C dan dibiarkan selama 10 menit,
20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Beras jagung yang telah mendapat perlakuan awal kemudian ditanak menggunakan rice
cooker dengan penambahan air tanak sesuai dengan hasil kajian SOP tahap
pertama yang telah dilakukan sebelumnya. Beras jagung C ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air
tanak sebesar 1:5, sedangkan beras jagung A dan B ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:7. Nasi jagung yang
dihasilkan kemudian dianalisis tingkat kematangannya dan dipilih perlakuan awal yang optimal. Perlakuan awal optimal ini selanjutnya
disebut sebagai SOP perlakuan awal. Hasil kajian SOP tahap kedua ini disajikan pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil penanakan tersebut diketahui bahwa beras jagung A membutuhkan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 5 jam dan
perendaman dalam air panas selama 60 menit. Beras jagung B membutuhkan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 4 jam dan
perendaman dalam air panas selama 50 menit, sedangkan beras jagung C membutuhkan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 3 jam dan
perendaman dalam air panas selama 30 menit. Untuk mengetahui bentuk granula pati dan tingkat gelatinisasi
dilakukan pengamatan di bawah mikroskop polarisasi. Hasil pengamatan ini disajikan pada Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14.
A. Perendaman air panas 60 menit B. Perendaman air dingin 5 jam
Gambar 12. Bentuk granula pati beras jagung A 4 mm yang ditanak dengan
perbandingan beras dan air tanak 1:7 dengan perlakuan awal
A. Perendaman air panas 50 menit B. Perendaman air dingin 4 jam
Gambar 13. Bentuk granula pati beras jagung B 3.35-4 mm yang ditanak
dengan perbandingan beras dan air tanak 1:7 dengan perlakuan awal
A. Perendaman air panas 30 menit B. Perendaman air dingin 3 jam
Gambar 14. Bentuk granula pati beras jagung C 2.36-3.35 mm yang ditanak
dengan perbandingan beras dan air tanak 1:5 dengan perlakuan awal
B erdasarkan pengamatan granula pati secara mikroskopis Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 terlihat bahwa granula pati beras jagung
A, B, dan C telah kehilangan sifat birefringence. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan awal perendaman yang digunakan telah cukup untuk
menyebabkan pati tergelatinisasi sehingga nasi jagung yang dihasilkan dinyatakan matang.
C. PENYUSUNAN SOP PENANAKAN