Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (Sop) Penanakan Beras Jagung Dengan Rice Cooker
SKRIPSI
KAJIAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENANAKAN BERAS JAGUNG DENGAN RICE COOKER
NISHITA LALITYA F24050744
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
Nishita Lalitya. F24050744. Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penanakan Beras Jagung dengan Rice Cooker. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Tjahja Muhandri, STP., MT.
RINGKASAN
Salah satu permasalahan pangan yang terjadi di Indonesia adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap beras. Upaya diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal merupakan alternatif solusi mengatasi masalah tersebut. Bahan pangan yang berpotensi untuk dikembangkan adalah jagung. Selain memiliki tingkat produksi nasional yang cukup besar, komposisi nilai gizi jagung juga sebanding dengan beras. Salah satu produk yang dapat dikembangkan adalah beras jagung yang siap dimasak menjadi nasi jagung.
Berbagai penelitian pengembangan beras jagung telah banyak dilakukan, namun penerapannya di masyarakat belum optimal. Selama ini penelitian tersebut lebih terfokus pada karakteristik kemudahan dan nilai tambah yang tinggi saja sehingga proses pembuatannya menyebabkan harga produk menjadi mahal. Padahal, suatu produk akan sulit diterima sebagai makanan pokok oleh masyarakat jika harganya lebih mahal dari beras.
Penelitian ini bertujuan melakukan kajian penyusunan SOP penanakan beras jagung dengan menggunakan rice cooker. Hasil penelitian ini diharapkan mampu membangkitkan minat dan ketertarikan masyarakat untuk mengkonsumsi nasi jagung. Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada komoditi beras dalam jangka panjang.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan beras jagung. Proses ini diawali dengan penggilingan jagung pipil menggunakan disc mill dan dilanjutkan dengan penyosohan beras jagung menggunakan alat penyosoh beras (polisher).
Tahap kedua adalah penyusunan SOP penanakan yang terdiri atas SOP perbandingan beras jagung dan air tanak serta SOP perlakuan awal. SOP penanakan disusun berdasarkan hasil optimasi dan kajian SOP. Kajian SOP terdiri atas dua tahap. Kajian SOP tahap pertama bertujuan menentukan perbandingan beras jagung dan air tanak yang optimal, sedangkan kajian SOP tahap kedua bertujuan menentukan perlakuan awal yang diterapkan pada beras jagung. Kajian SOP tahap kedua hanya dilakukan jika kajian SOP tahap pertama tidak menghasilkan SOP penanakan yang baik.
Kajian SOP tahap pertama dilakukan dengan menanak beras jagung secara langsung (tanpa diberi pelakuan awal) menggunakan rice cooker dengan variabel perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, dan 1:8. Pada kajian SOP tahap kedua, beras jagung diberi perlakuan awal terlebih dahulu sebelum ditanak. Beras jagung yang telah mendapat perlakuan awal kemudian ditanak menggunakan rice cooker dengan penambahan air tanak sesuai dengan hasil kajian SOP tahap pertama.
Perlakuan awal yang diterapkan pada beras jagung adalah perendaman dalam air dingin (± 27° C) dan perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C). Air panas yang digunakan suhunya tidak dipertahankan konstan 100° C selama perendaman. Perendaman dalam air dingin dilakukan dengan variabel waktu
(3)
perendaman 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Perendaman dalam air panas menggunakan variabel waktu perendaman 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit.
Tahap ketiga adalah survei konsumen dan pembuatan desain kemasan. Survei konsumen dilakukan dengan kuesioner dan uji organoleptik. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis proksimat, kadar serat pangan, densitas kamba, tingkat penyerapan air, tingkat pengembangan, serta tingkat kematangan melalui pengamatan dengan mikroskop polarisasi.
Pada penelitian ini digunakan empat jenis beras jagung dengan ukuran berbeda yakni beras jagung A (> 4mm), B (3.35-4 mm), C (2.36-3.35 mm), dan D (1.18-2.36 mm). Pembuatan beras jagung menghasilkan rendemen sebesar 52.10% dengan fraksi beras jagung yang paling banyak dihasilkan adalah beras jagung C.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai densitas kamba terendah dimiliki oleh beras jagung A yakni sebesar 0.736 kg/liter. Tingkat pengembangan paling tinggi dimiliki oleh beras jagung A, sedangkan tingkat pengembangan paling rendah dimiliki oleh beras jagung D. Sebaliknya, tingkat penyerapan air terbesar dimiliki oleh beras jagung D, sedangkan tingkat penyerapan air paling kecil dimiliki oleh beras jagung A.
Berdasarkan hasil kajian SOP diketahui bahwa perbandingan beras jagung dan air tanak yang optimal untuk beras jagung A dan B adalah 1:7, sedangkan untuk beras jagung C adalah 1:5, dan untuk beras jagung D adalah 1:4. Beras jagung A, B, dan C masih membutuhkan perlakuan awal perendaman untuk menghasilkan nasi jagung yang matang, sedangkan beras jagung D tidak membutuhkan perlakuan awal apapun. Waktu perendaman dalam air dingin yang optimal untuk beras jagung A, B, dan C berturut-turut adalah 5 jam, 4 jam, dan 3 jam. Waktu perendaman dalam air panas yang optimal untuk ketiga beras jagung tersebut berturut-turut adalah 60 menit, 50 menit, dan 30 menit.
Beras jagung memiliki kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 12.78% (bb), 0.245% (bb), 6.8% (bb), 1.095% (bb), dan 79.08% (bb). Beras jagung juga memiliki kadar serat pangan sebesar 6.67% (bb) dan nilai energi sebesar 353.375 kkal per 100 gram.
Hasil survei konsumen menunjukkan bahwa 60% responden lebih menyukai beras jagung dengan ukuran D untuk diaplikasikan sebagai makanan pokok. Survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih kemasan berukuran 1 liter (63.33%) dengan harga jual Rp 3500 per liter (66.67%).
(4)
KAJIAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENANAKAN BERAS JAGUNG DENGAN RICE COOKER
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
NISHITA LALITYA F24050744
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(5)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENANAKAN BERAS JAGUNG DENGAN RICE COOKER
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
NISHITA LALITYA F24050744
Dilahirkan pada tanggal 02 November 1987 di Jakarta
Tanggal lulus : Menyetujui,
Bogor, 2009
Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc Tjahja Muhandri, STP. MT. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc
(6)
RIWAYAT HIDUP
Jakarta pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor yang diterima melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis terlibat dalam Koran Kampus IPB sebagai redaktur bahasa dan reporter. Penulis juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai Staff Divisi Profesi dan Food Processing Club (FPC) sebagai anggota bidang Confectionery. Penulis terlibat dalam beberapa kepanitian yang diselenggarakan oleh HIMITEPA seperti Suksesi HIMITEPA 2006, HACCP V, BAUR 2007, dan Workshop Mahasiswa Teknologi Pangan dan Ilmu Gizi Tingkat Nasional. Penulis juga terlibat dalam kepanitiaan yang diselenggarakan oleh BEM KM (Keluarga Mahasiswa) IPB seperti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2007. Penulis juga meraih gelar sebagai Penyaji Terbaik III pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2008 di Semarang.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi setelah melakukan penelitian di Pilot Plant SEAFAST Center IPB dan laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB, mulai bulan Mei 2008 sampai bulan Februari 2009, dengan judul “Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penanakan Beras Jagung dengan Rice Cooker” di bawah bimbingan Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Tjahja Muhandri STP., MT.
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1987 di Jakarta. Penulis adalah putri kedua dari pasangan Bapak Riza Badarsah dan Ibu Rumiati.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta pada tahun 1993-1999, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Bakti Mulya 400 Jakarta pada tahun 1999-2002, dan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 70
(7)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penanakan Beras Jagung dengan Rice Cooker. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Pilot Plant dan Laboratorium Mikrobiologi Seafast Center IPB, serta Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Bapak Tjahja Muhandri,
STP. MT. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan, bantuan, serta nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir.
2. Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA. atas saran dan kesediannya menjadi dosen penguji.
3. Mama dan Papa yang selalu sabar memberikan doa, kasih sayang, nasehat, dan motivasi.
4. Suamiku tercinta: Ashar F. Anwar untuk semua cinta dan perhatian. Terima kasih karena selalu ada. Engkaulah kepingan yang melengkapi puzzle hidupku. 5. Kakakku Puspita Agningsmara dan adikku Kirana Anjani. I love you, sis.. 6. Keluarga besarku: Bapak, Ibu, Mbak Al & Mas Novi, Mbak Indah & Mas
Rudi, Mas Nanul & Mbak Sus, Mas Iin & Mbak Linda, Andis & Tika, serta Rara, Laras, Robi, Rafli, dan Didan. Terima kasih untuk perhatian, kebersamaan, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
7. My soulmate, Twindania Namiesyva, untuk segala pengertian, kesabaran, kasih sayang, dan doa.
8. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah sabar memberikan ilmu dan pelajaran hidup yang berharga kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.
(8)
9. Semua teknisi dan laboran Departemen ITP, serta Pilot Plant dan Laboratorium Mikrobiologi Seafast Center: Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Rojak, Pak Sobirin, Bu Rubiah, Bu Antin, Mas Edi, Pak Iyas, Pak Nur, dan Mbak Ari. Terima kasih atas bantuan, saran, dan kerja samanya.
10. Keluarga ITP 42 ”The Golden Generation” terima kasih atas semua kenangan dan kebersamaannya selama menjalani kuliah di Departemen ITP.
11. Rekan-rekan penulis di Himitepa terutama divisi Profesi dan Koran Kampus IPB yang selalu mendukung dan menyemangati penulis.
12. Keluarga besar TPG/ITP angkatan 39, 40, 41, 43, 44 atas kebersamaannya selama ini. Semoga persahabatan kita tidak akan pernah hilang.
13. Geng Jagung: Ririn, Gia, dan Tami. Terima kasih untuk semua literatur, cerita, bantuan, saran, dan semangatnya. Hidup jagung...!!
14. Sahabat-sahabatku: Chay, Veni, Acuy, Dithi, Rosa, Rina, dan Fera. Terima kasih selalu mau berbagi keceriaan, kesedihan, serta tiap doa kesuksesan. 15. My beloved Rangers: Kiky, Nanda, Andra, dan Lia untuk persahabatan kita. 16. Sahabat-sahabatku PNS 42: Tyas, Vica, Fifi, Reiza, Malia, Indri, Ira, Santy,
dan Rita untuk semua keceriaan, cerita, saran, dan dukungannya.
17. Teman lab dan penulisan skripsi: Harist, Shobur, Kenchi, Sri, Ella, Anjun, Fahmi dan Siyam, terima kasih atas semangat dan bantuannya.
18. PAU-ku tercinta: apalah arti ITP tanpa keberadaanmu.
19. Serta semua pihak yang telah membantu penulis semenjak kuliah sampai penulisan skripsi ini, yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik bagi perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juni 2009
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN PENELITIAN... 2
C. MANFAAT PENELITIAN... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. JAGUNG ... 4
1. Sifat Morfologi dan Anatomi ... 4
2. Adaptasi ... 7
3. Komposisi Gizi ... 7
4. Jenis... 12
5. Produktivitas ... 14
6. Pemanfaatan ... 16
B. BERAS JAGUNG... 17
C. PATI ... 18
D. SIFAT BIREFRINGENCE DAN GELATINISASI PATI ... 20
E. RICE COOKER ... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN... 24
A. BAHAN DAN ALAT ... 24
B. METODE PENELITIAN... 24
1. Kerangka Penelitian ... 24
2. Pembuatan Beras Jagung ... 25
3. Kajian SOP Penanakan ... 26
4. Penyusunan SOP Penanakan... 29
5. Survei Konsumen ... 29
(10)
C. METODE ANALISIS ... 30
1. Analisis Fisik... 30
a. Rendemen... 30
b. Distribusi Ukuran ... 30
c. Densitas Kamba... 31
d. Tingkat Penyerapan Air ... 31
e. Tingkat Pengembangan ... 32
f. Tingkat Kematangan ... 33
g. Tingkat Gelatinisasi Pati ... 33
2. Analisis Kimia... 34
a. Kadar Air... 34
b. Kadar Abu ... 35
c. Kadar Protein Metode Kjeldahl Mikro ... 36
d. Kadar Lemak Metode Soxhlet ... 37
e. Kadar Karbohidrat by difference... 39
f. Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik ... 39
g. Nilai Kalori Makanan... 41
h. Uji Organoleptik ... 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43
A. PEMBUATAN BERAS JAGUNG ... 43
B. KAJIAN SOP PENANAKAN ... 45
1. Kajian SOP Perbandingan Beras Jagung dan Air Tanak ... 46
2. Kajian SOP Perlakuan Awal ... 50
C. PENYUSUNAN SOP PENANAKAN ... 55
D. ANALISIS FISIK ... 58
1. Densitas Kamba ... 58
2. Tingkat Penyerapan Air ... 60
3. Tingkat Pengembangan... 64
E. ANALISIS KOMPOSISI NILAI GIZI ... 66
F. SURVEI KONSUMEN ... 68
(11)
SKRIPSI
KAJIAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENANAKAN BERAS JAGUNG DENGAN RICE COOKER
NISHITA LALITYA F24050744
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(12)
Nishita Lalitya. F24050744. Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penanakan Beras Jagung dengan Rice Cooker. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Tjahja Muhandri, STP., MT.
RINGKASAN
Salah satu permasalahan pangan yang terjadi di Indonesia adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap beras. Upaya diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal merupakan alternatif solusi mengatasi masalah tersebut. Bahan pangan yang berpotensi untuk dikembangkan adalah jagung. Selain memiliki tingkat produksi nasional yang cukup besar, komposisi nilai gizi jagung juga sebanding dengan beras. Salah satu produk yang dapat dikembangkan adalah beras jagung yang siap dimasak menjadi nasi jagung.
Berbagai penelitian pengembangan beras jagung telah banyak dilakukan, namun penerapannya di masyarakat belum optimal. Selama ini penelitian tersebut lebih terfokus pada karakteristik kemudahan dan nilai tambah yang tinggi saja sehingga proses pembuatannya menyebabkan harga produk menjadi mahal. Padahal, suatu produk akan sulit diterima sebagai makanan pokok oleh masyarakat jika harganya lebih mahal dari beras.
Penelitian ini bertujuan melakukan kajian penyusunan SOP penanakan beras jagung dengan menggunakan rice cooker. Hasil penelitian ini diharapkan mampu membangkitkan minat dan ketertarikan masyarakat untuk mengkonsumsi nasi jagung. Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada komoditi beras dalam jangka panjang.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan beras jagung. Proses ini diawali dengan penggilingan jagung pipil menggunakan disc mill dan dilanjutkan dengan penyosohan beras jagung menggunakan alat penyosoh beras (polisher).
Tahap kedua adalah penyusunan SOP penanakan yang terdiri atas SOP perbandingan beras jagung dan air tanak serta SOP perlakuan awal. SOP penanakan disusun berdasarkan hasil optimasi dan kajian SOP. Kajian SOP terdiri atas dua tahap. Kajian SOP tahap pertama bertujuan menentukan perbandingan beras jagung dan air tanak yang optimal, sedangkan kajian SOP tahap kedua bertujuan menentukan perlakuan awal yang diterapkan pada beras jagung. Kajian SOP tahap kedua hanya dilakukan jika kajian SOP tahap pertama tidak menghasilkan SOP penanakan yang baik.
Kajian SOP tahap pertama dilakukan dengan menanak beras jagung secara langsung (tanpa diberi pelakuan awal) menggunakan rice cooker dengan variabel perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, dan 1:8. Pada kajian SOP tahap kedua, beras jagung diberi perlakuan awal terlebih dahulu sebelum ditanak. Beras jagung yang telah mendapat perlakuan awal kemudian ditanak menggunakan rice cooker dengan penambahan air tanak sesuai dengan hasil kajian SOP tahap pertama.
Perlakuan awal yang diterapkan pada beras jagung adalah perendaman dalam air dingin (± 27° C) dan perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C). Air panas yang digunakan suhunya tidak dipertahankan konstan 100° C selama perendaman. Perendaman dalam air dingin dilakukan dengan variabel waktu
(13)
perendaman 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Perendaman dalam air panas menggunakan variabel waktu perendaman 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit.
Tahap ketiga adalah survei konsumen dan pembuatan desain kemasan. Survei konsumen dilakukan dengan kuesioner dan uji organoleptik. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis proksimat, kadar serat pangan, densitas kamba, tingkat penyerapan air, tingkat pengembangan, serta tingkat kematangan melalui pengamatan dengan mikroskop polarisasi.
Pada penelitian ini digunakan empat jenis beras jagung dengan ukuran berbeda yakni beras jagung A (> 4mm), B (3.35-4 mm), C (2.36-3.35 mm), dan D (1.18-2.36 mm). Pembuatan beras jagung menghasilkan rendemen sebesar 52.10% dengan fraksi beras jagung yang paling banyak dihasilkan adalah beras jagung C.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai densitas kamba terendah dimiliki oleh beras jagung A yakni sebesar 0.736 kg/liter. Tingkat pengembangan paling tinggi dimiliki oleh beras jagung A, sedangkan tingkat pengembangan paling rendah dimiliki oleh beras jagung D. Sebaliknya, tingkat penyerapan air terbesar dimiliki oleh beras jagung D, sedangkan tingkat penyerapan air paling kecil dimiliki oleh beras jagung A.
Berdasarkan hasil kajian SOP diketahui bahwa perbandingan beras jagung dan air tanak yang optimal untuk beras jagung A dan B adalah 1:7, sedangkan untuk beras jagung C adalah 1:5, dan untuk beras jagung D adalah 1:4. Beras jagung A, B, dan C masih membutuhkan perlakuan awal perendaman untuk menghasilkan nasi jagung yang matang, sedangkan beras jagung D tidak membutuhkan perlakuan awal apapun. Waktu perendaman dalam air dingin yang optimal untuk beras jagung A, B, dan C berturut-turut adalah 5 jam, 4 jam, dan 3 jam. Waktu perendaman dalam air panas yang optimal untuk ketiga beras jagung tersebut berturut-turut adalah 60 menit, 50 menit, dan 30 menit.
Beras jagung memiliki kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 12.78% (bb), 0.245% (bb), 6.8% (bb), 1.095% (bb), dan 79.08% (bb). Beras jagung juga memiliki kadar serat pangan sebesar 6.67% (bb) dan nilai energi sebesar 353.375 kkal per 100 gram.
Hasil survei konsumen menunjukkan bahwa 60% responden lebih menyukai beras jagung dengan ukuran D untuk diaplikasikan sebagai makanan pokok. Survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih kemasan berukuran 1 liter (63.33%) dengan harga jual Rp 3500 per liter (66.67%).
(14)
KAJIAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENANAKAN BERAS JAGUNG DENGAN RICE COOKER
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
NISHITA LALITYA F24050744
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(15)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENANAKAN BERAS JAGUNG DENGAN RICE COOKER
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
NISHITA LALITYA F24050744
Dilahirkan pada tanggal 02 November 1987 di Jakarta
Tanggal lulus : Menyetujui,
Bogor, 2009
Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc Tjahja Muhandri, STP. MT. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc
(16)
RIWAYAT HIDUP
Jakarta pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor yang diterima melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis terlibat dalam Koran Kampus IPB sebagai redaktur bahasa dan reporter. Penulis juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai Staff Divisi Profesi dan Food Processing Club (FPC) sebagai anggota bidang Confectionery. Penulis terlibat dalam beberapa kepanitian yang diselenggarakan oleh HIMITEPA seperti Suksesi HIMITEPA 2006, HACCP V, BAUR 2007, dan Workshop Mahasiswa Teknologi Pangan dan Ilmu Gizi Tingkat Nasional. Penulis juga terlibat dalam kepanitiaan yang diselenggarakan oleh BEM KM (Keluarga Mahasiswa) IPB seperti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2007. Penulis juga meraih gelar sebagai Penyaji Terbaik III pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2008 di Semarang.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi setelah melakukan penelitian di Pilot Plant SEAFAST Center IPB dan laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB, mulai bulan Mei 2008 sampai bulan Februari 2009, dengan judul “Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penanakan Beras Jagung dengan Rice Cooker” di bawah bimbingan Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Tjahja Muhandri STP., MT.
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1987 di Jakarta. Penulis adalah putri kedua dari pasangan Bapak Riza Badarsah dan Ibu Rumiati.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta pada tahun 1993-1999, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Bakti Mulya 400 Jakarta pada tahun 1999-2002, dan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 70
(17)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) Penanakan Beras Jagung dengan Rice Cooker. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Pilot Plant dan Laboratorium Mikrobiologi Seafast Center IPB, serta Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Bapak Tjahja Muhandri,
STP. MT. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan, bantuan, serta nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir.
2. Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA. atas saran dan kesediannya menjadi dosen penguji.
3. Mama dan Papa yang selalu sabar memberikan doa, kasih sayang, nasehat, dan motivasi.
4. Suamiku tercinta: Ashar F. Anwar untuk semua cinta dan perhatian. Terima kasih karena selalu ada. Engkaulah kepingan yang melengkapi puzzle hidupku. 5. Kakakku Puspita Agningsmara dan adikku Kirana Anjani. I love you, sis.. 6. Keluarga besarku: Bapak, Ibu, Mbak Al & Mas Novi, Mbak Indah & Mas
Rudi, Mas Nanul & Mbak Sus, Mas Iin & Mbak Linda, Andis & Tika, serta Rara, Laras, Robi, Rafli, dan Didan. Terima kasih untuk perhatian, kebersamaan, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
7. My soulmate, Twindania Namiesyva, untuk segala pengertian, kesabaran, kasih sayang, dan doa.
8. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah sabar memberikan ilmu dan pelajaran hidup yang berharga kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.
(18)
9. Semua teknisi dan laboran Departemen ITP, serta Pilot Plant dan Laboratorium Mikrobiologi Seafast Center: Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Rojak, Pak Sobirin, Bu Rubiah, Bu Antin, Mas Edi, Pak Iyas, Pak Nur, dan Mbak Ari. Terima kasih atas bantuan, saran, dan kerja samanya.
10. Keluarga ITP 42 ”The Golden Generation” terima kasih atas semua kenangan dan kebersamaannya selama menjalani kuliah di Departemen ITP.
11. Rekan-rekan penulis di Himitepa terutama divisi Profesi dan Koran Kampus IPB yang selalu mendukung dan menyemangati penulis.
12. Keluarga besar TPG/ITP angkatan 39, 40, 41, 43, 44 atas kebersamaannya selama ini. Semoga persahabatan kita tidak akan pernah hilang.
13. Geng Jagung: Ririn, Gia, dan Tami. Terima kasih untuk semua literatur, cerita, bantuan, saran, dan semangatnya. Hidup jagung...!!
14. Sahabat-sahabatku: Chay, Veni, Acuy, Dithi, Rosa, Rina, dan Fera. Terima kasih selalu mau berbagi keceriaan, kesedihan, serta tiap doa kesuksesan. 15. My beloved Rangers: Kiky, Nanda, Andra, dan Lia untuk persahabatan kita. 16. Sahabat-sahabatku PNS 42: Tyas, Vica, Fifi, Reiza, Malia, Indri, Ira, Santy,
dan Rita untuk semua keceriaan, cerita, saran, dan dukungannya.
17. Teman lab dan penulisan skripsi: Harist, Shobur, Kenchi, Sri, Ella, Anjun, Fahmi dan Siyam, terima kasih atas semangat dan bantuannya.
18. PAU-ku tercinta: apalah arti ITP tanpa keberadaanmu.
19. Serta semua pihak yang telah membantu penulis semenjak kuliah sampai penulisan skripsi ini, yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik bagi perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juni 2009
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN PENELITIAN... 2
C. MANFAAT PENELITIAN... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. JAGUNG ... 4
1. Sifat Morfologi dan Anatomi ... 4
2. Adaptasi ... 7
3. Komposisi Gizi ... 7
4. Jenis... 12
5. Produktivitas ... 14
6. Pemanfaatan ... 16
B. BERAS JAGUNG... 17
C. PATI ... 18
D. SIFAT BIREFRINGENCE DAN GELATINISASI PATI ... 20
E. RICE COOKER ... 22
III. METODOLOGI PENELITIAN... 24
A. BAHAN DAN ALAT ... 24
B. METODE PENELITIAN... 24
1. Kerangka Penelitian ... 24
2. Pembuatan Beras Jagung ... 25
3. Kajian SOP Penanakan ... 26
4. Penyusunan SOP Penanakan... 29
5. Survei Konsumen ... 29
(20)
C. METODE ANALISIS ... 30
1. Analisis Fisik... 30
a. Rendemen... 30
b. Distribusi Ukuran ... 30
c. Densitas Kamba... 31
d. Tingkat Penyerapan Air ... 31
e. Tingkat Pengembangan ... 32
f. Tingkat Kematangan ... 33
g. Tingkat Gelatinisasi Pati ... 33
2. Analisis Kimia... 34
a. Kadar Air... 34
b. Kadar Abu ... 35
c. Kadar Protein Metode Kjeldahl Mikro ... 36
d. Kadar Lemak Metode Soxhlet ... 37
e. Kadar Karbohidrat by difference... 39
f. Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik ... 39
g. Nilai Kalori Makanan... 41
h. Uji Organoleptik ... 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43
A. PEMBUATAN BERAS JAGUNG ... 43
B. KAJIAN SOP PENANAKAN ... 45
1. Kajian SOP Perbandingan Beras Jagung dan Air Tanak ... 46
2. Kajian SOP Perlakuan Awal ... 50
C. PENYUSUNAN SOP PENANAKAN ... 55
D. ANALISIS FISIK ... 58
1. Densitas Kamba ... 58
2. Tingkat Penyerapan Air ... 60
3. Tingkat Pengembangan... 64
E. ANALISIS KOMPOSISI NILAI GIZI ... 66
F. SURVEI KONSUMEN ... 68
(21)
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 72
A. KESIMPULAN ... 72
B. SARAN ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
(22)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Tanaman Jagung (Zea mays L.)... 4 2 Struktur Biji Jagung ... 5 3 Bentuk dan Ukuran Beberapa Jenis Jagung ... 14 4 Struktur Amilosa dan Amilopektin ... 19 5 Komponen Penyusun Rice Cooker... 23 6 Diagram Alir Kerangka Penelitian... 25 7 Diagram Alir Pembuatan Beras Jagung ... 26 8 Diagram Alir Kajian SOP ... 28
9 Bentuk Granula Pati Beras Jagung Mentah serta Beras Jagung C (2.36- 3.35 mm) yang Ditanak dengan Perbandingan Beras dan Air Tanak 1:5 (Tanpa Perlakuan Awal). ... 49
10 Bentuk Granula Pati Beras Jagung A (> 4 mm) dan B (3.35-4 mm) yang Ditanak dengan Perbandingan Beras dan Air Tanak 1:7 (Tanpa
Perlakuan Awal)... 49
11 Bentuk Granula Pati Beras Jagung D (1.18-2.36 mm) yang Ditanak
dengan Perbandingan Beras dan Air Tanak 1:4 (Tanpa Perlakuan Awal) 49
12 Bentuk Granula Pati Beras Jagung A (>4 mm) yang Ditanak dengan
Perbandingan Beras dan Air Tanak 1:7 (Dengan Perlakuan Awal)... 54
13 Bentuk Granula Pati Beras Jagung B (3.35-4 mm) yang Ditanak dengan Perbandingan Beras dan Air Tanak 1:7 (Dengan Perlakuan
Awal)... 54
14 Bentuk Granula Pati Beras Jagung C (2.36-3.35 mm) yang Ditanak dengan Perbandingan Beras dan Air Tanak 1:5 (Dengan Perlakuan
Awal)... 54 15 Diagram Alir SOP Penanakan Beras Jagung A, B, C, dan D ... 58 16 Tingkat Penyerapan Air Selama Perendaman dalam Air Panas ... 61 17 Tingkat Penyerapan Air Selama Perendaman dalam Air Dingin... 61
(23)
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Kandungan Gizi Biji Jagung dalam 100 gram Bahan... 8 2 Komposisi Asam Lemak Jagung Kuning dalam 100 gram Bahan ... 9 3 Komposisi Asam Amino Jagung Kuning dalam 100 gram Bahan ... 10
4 Perbandingan Kandungan Asam Amino Lisin dari Lima Komoditi
Pangan Penghasil Pati dalam 100 gram Bahan ... 11
5 Perbandingan Kandungan Beta Karoten dari Lima Komoditi Pangan
Sumber Karbohidrat dalam 100 gram Bahan... 12
6 Perkembangan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung
tahun 1990-2006 ... 15 7 Persentase Rendemen dan Distribusi Ukuran Beras Jagung... 44 8 Hasil Penanakan Beras Jagung pada Kajian SOP Tahap Pertama... 47 9 SOP Penanakan Beras Jagung... 55 10 Takaran Penanakan Beras Jagung... 57 11 Densitas Kamba Beras Jagung... 59 12 Rata-rata Tingkat Penyerapan Air Beras Jagung... 62 13 Rata-rata Tingkat Pengembangan Beras Jagung... 64 14 Komposisi Nilai Gizi Beras Jagung (%bb)... 66 15 Sifat Fisik Plastik PP... 70
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung tahun 1995-1999... 80 2 Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung tahun 2004-2005... 81 3 Hasil Kajian SOP Perbandingan Beras Jagung dan Air Tanak pada
Berbagai Jumlah Beras Jagung... 82 4 Hasil Penanakan pada Kajian SOP... 85 5 Hasil Pengukuran Nilai Densitas Kamba... 86 6 Hasil Analisis Sidik Ragam Densitas Kamba... 87 7 Hasil Pengukuran Tingkat Penyerapan Air Beras Jagung... 88 8 Hasil Analisis Sidik Ragam Rata-rata Tingkat Penyerapan Air... 90 9 Hasil Analisis Sidik Ragam Tingkat Penyerapan Air... 91 10 Hasil Uji Korelasi Ukuran Beras Jagung dan Tingkat Penyerapan Air.. 95 11 Hasil Pengukuran Tingkat Pengembangan... 96 12 Hasil Analisis Sidik Ragam Rata-rata Tingkat Pengembangan... 97 13 Hasil Analisis Uji Lanjut Duncan Tingkat Pengembangan... 98 14 Hasil Uji Korelasi Ukuran Beras Jagung dan Tingkat Pengembangan... 99
15 Hasil Uji Korelasi Tingkat Pengembangan dan Tingkat Penyerapan
Air ... 100 16 Hasil Analisis Komposisi Nilai Gizi Beras Jagung... 101 17 Lembar Penilaian Survei Konsumen... 102 18 Hasil Penilaian Survei Konsumen... 103 19 Hasil Pengujian Statistik Penilaian Peringkat Kesukaan Konsumen... 104 20 Desain Tampak Depan Kemasan Beras Jagung A, B, C, dan D... 105 21 Desain Tampak Belakang Kemasan Beras Jagung A dan B... 106 22 Desain Tampak Belakang Kemasan Beras Jagung C... 107 23 Desain Tampak Belakang Kemasan Beras D... 108
(25)
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Beras merupakan bagian integral yang dapat dikatakan menjadi penciri dari budaya Austronesia, khususnya Austronesia bagian barat. Di Indonesia sendiri, beras telah menjadi bahan pangan pokok yang secara kultural masih sulit digantikan fungsinya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia setiap tahun, tingkat konsumsi beras pun terus meningkat.
Data Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2007 menyebutkan bahwa sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 terjadi pertambahan jumlah penduduk dari 218.9 juta jiwa menjadi 234.6 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk ini juga diikuti oleh peningkatan konsumsi beras dari 27.4 juta ton menjadi 30.9 juta ton (Susenas Badan Pusat Statistik, 2000 dan Harian Sinar Indonesia Baru, 2009). Fakta tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia pada komoditi beras sangat tinggi.
Ketergantungan masyarakat pada komoditi beras merupakan salah satu permasalahan pangan yang hingga kini belum dapat terpecahkan. Masalah ini dapat menyebabkan ketahanan pangan nasional menjadi tidak stabil. Masalah tersebut perlu diatasi dengan melakukan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan diartikan sebagai upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan status gizi penduduk (Almatsier, 2001). Penganekaragaman dan peningkatan mutu gizi makanan adalah salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras.
Diversifikasi pangan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan kuantitas dan nilai gizi yang memadai. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan berbagai macam bahan pangan lokal (food indigenous) yang berpotensi menjadi sumber karbohidrat non beras. Namun pemanfaatan bahan pangan tersebut masih belum optimal dan hanya mengandalkan metode konvensional.
Salah satu bahan pangan lokal (food indigenous) yang sedang dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan adalah jagung. Jagung merupakan komoditi potensial untuk dikembangkan menjadi pangan pokok
(26)
alternatif karena tingkat produksi jagung nasional yang cukup besar hingga mencapai 15.86 juta ton pipilan kering pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2008). Dilihat dari segi nilai gizi, jagung mengandung protein, karbohidrat, dan tingkat energi yang tidak kalah dengan beras. Selain itu, jagung sudah dijadikan makanan pokok oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mendukung pengembangan jagung menjadi pangan pokok, diperlukan teknologi pengolahan untuk menghasilkan produk jagung yang dapat diterima secara organoleptik serta praktis (convenient) cara persiapannya. Salah satu produk yang dapat dikembangkan adalah beras jagung yang siap dimasak menjadi nasi jagung.
Selama ini beragam tahap penelitian beras jagung telah banyak dilakukan, namun penerapannya di masyarakat belum optimal. Kondisi ini disebabkan oleh fokus penelitian lebih banyak terpusat pada karakteristik kemudahan dan nilai tambah yang tinggi saja. Padahal, suatu produk tidak akan mampu menjadi alternatif makanan pokok jika proses pembuatannya menyebabkan harga produk tersebut menjadi mahal. Secara psikologis, masyarakat akan sulit menjadikan suatu produk sebagai makanan pokok jika harganya lebih mahal dari beras.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi pengolahan beras jagung yang tepat tanpa memaksakan produk akhirnya bersifat instan. Teknologi pengolahan yang dikembangkan pun harus dipilih agar harga beras jagung tidak melebihi harga beras, namun aspek penyiapan (pemasakan) hingga menjadi pangan siap santap tidak terlalu sulit. Dengan demikian beras jagung akan lebih mudah diterima masyarakat sebagai makanan pokok.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah melakukan kajian penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) penanakan beras jagung dengan menggunakan rice cooker. Penelitian ini juga bertujuan memproduksi prototype produk beras jagung dalam kemasan berikut analisis komposisi nilai gizi (nutrition fact) dan survei konsumen. Survei konsumen dilakukan untuk
(27)
mengetahui preferensi umum sebagai acuan untuk perbaikan mutu produk dan penentuan harga jual yang layak.
Sasaran yang ingin dicapai adalah pengembangan beras jagung yang dapat ditanak dengan menggunakan rice cooker. Teknologi pengolahan ini dipilih karena penggunaan rice cooker sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Pendekatan ini juga diharapkan mampu menghasilkan produk dengan biaya operasi dan harga jual yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk menerapkan beras jagung sebagai makanan pokok pengganti beras.
C. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuhnya industri beras jagung atau usaha kecil berbasis beras jagung. Penelitian ini juga diharapkan mampu membangkitkan minat dan ketertarikan masyarakat untuk mengkonsumsi nasi jagung. Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada komoditi beras dalam jangka panjang.
(28)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JAGUNG
1. Sifat Morfologi dan Anatomi
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang cukup penting selain gandum dan padi. Jagung pertama kali dibudidayakan di Mexico bagian Tengah atau bagian Selatan. Budidaya jagung kemungkinan dimulai pada era Kristiani dan ditemukan pada saat Columbus menemukan Amerika (Wolfe dan Kipps, 1959). Tanaman ini pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol ke Indonesia sekitar empat ratus tahun lalu (Suprapto, 1998).
Gambar 1. Tanaman jagung (www.warintek.bantulkab.go.id) Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan biji. Menurut Suprapto (1998), sistem perakaran jagung berupa akar serabut yang menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang sekitar 25 cm. Batang jagung berwarna hijau sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang melintang 2-2.5 cm. Tinggi tanaman bervariasi antara 125-250 cm. Batang jagung memiliki struktur berbuku-buku yang dibatasi oleh ruas-ruas.
Daun jagung berada pada setiap ruas batang dengan kedudukan berlawanan antara satu dengan lainnya. Daun ini terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian daun dibatasi oleh spicula
(29)
yang berguna untuk menghalangi masuknya air hujan atau embun ke dalam pelepah daun (Suprapto, 1998).
Jumlah daun jagung bervariasi antara 8-48 helai dengan rata-rata 12-18 helai tiap tanaman. Panjang daun antara 30-150 cm dan lebarnya mencapai 15 cm (Berger, 1962). Menurut Leonard dan Martin (1963), jumlah stomata pada permukaan atas daun jagung mencapai 60-100 ribu stomata per inci, sedangkan pada permukaan bawah daun terdapat 50-60 ribu stomata per inci.
Bunga jagung berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan terletak terpisah dengan bunga betina. Bunga jantan berada pada ujung tanaman (malai), sedangkan bunga betina berada pada ketiak daun (tongkol). Bunga betina berbentuk gada, putih panjang, dan biasa disebut rambut jagung. Penyerbukan dihasilkan dengan bersatunya tepung sari pada rambut. Perkawinan dapat terjadi 12-28 jam setelah penyerbukan (Suprapto, 1998).
Biji jagung berbentuk bulat dan tersusun rapi pada tongkol jagung. Susunan biji jagung pada tongkol berbentuk spiral. Setiap tongkol terdiri atas 10-14 deret, sedangkan jumlah biji dalam setiap tongkol berkisar antara 200-400 biji (Suprapto, 1998). Biji jagung tertutup oleh perikarp dan tersusun atas embrio, endosperm, lapisan pelindung, serta nukleus. Komposisi biji jagung umumnya terdiri dari 85% endosperm, 10% embrio dan scutellum, serta 5% sisanya adalah perikarp, seed coat, pedicel, dan nukleus (Leonard dan Martin, 1963). Struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2.
(30)
Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang terdiri dari enam sel isodiametris yang berdinding tebal dan memanjang. Perikarp terdiri dari epikarp (lapisan terluar), mesokarp, dan tegmen (seed coat). Tegmen (seed coat) terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Endosperm tersusun dari sel-sel parenkim yang berdinding tebal dan umumnya berbentuk radial memanjang dan padat. Sel-sel tersebut berisi granula pati dan beberapa butir protein. Endosperm jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (starchy endosperm). Bagian endosperm keras disusun oleh sel-sel yang lebih kecil dan rapat, sedangkan bagian endosperm lunak mengandung pati yang lebih banyak dengan susunan sel yang tidak terlalu rapat (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Endosperm keras mengandung lebih banyak protein, sedangkan endosperm lunak memiliki tekstur bertepung dengan penampakan berwarna putih (Berger, 1962).
Bagian embrio jagung (lembaga) terdapat pada sisi ventral biji. Embrio terdiri atas plumula (koleoptil), radikula, dan scutellum. Scutellum merupakan modifikasi kotiledon yang berperan sebagai organ penyimpan makanan (Leonard dan Martin, 1963). Plumula merupakan komponen penyusun embrio yang menyerupai pucuk, sedangkan radikula memiliki bentuk menyerupai akar. Embrio kaya akan lemak, mineral, protein, dan gula. Sebagian besar minyak dalam embrio tersimpan pada bagian scutellum. Minyak dalam embrio jagung berupa butiran dengan jumlah berkisar antara 50-56% (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Lapisan luar endosperm dan embrio (lembaga) adalah aleuron yang merupakan lapisan tempat sel menyimpan protein biji. Lapisan ini disusun oleh sel-sel parenkim dengan dinding tipis setebal 2 mm. Aleuron jagung hanya terdiri dari satu lapis sel. Dinding sel aleuron bereaksi positif terhadap zat pewarna untuk protein, hemiselulosa, dan selulosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
(31)
2. Adaptasi
Jagung merupakan tanaman beriklim hangat yang membutuhkan temperatur cukup tinggi pada siang dan malam selama masa pertumbuhan. Jagung umumnya ditanam pada daerah dengan suhu siang hari kurang dari 66° F dan suhu malam hari antara 70-80° F. Temperatur rendah sekitar 46-54° F dapat menghambat germinasi biji dan menurunkan ketahanan jagung terhadap serangan hama tanah (Leonard dan Martin, 1963).
Tanaman jagung dapat tumbuh pada 0-1300 m dari atas permukaan laut. Jagung berkembang dengan baik pada curah hujan 250-5000 mm dan pada tanah dengan pH 5-8 yang memiliki sistem pengairan yang baik. Tanah yang padat serta kuat menahan air tidak cocok untuk ditanami jagung karena pertumbuhan akarnya menjadi kurang baik. Untuk tanah berat perlu dibuat saluran drainase yang letaknya cukup dekat dengan tanaman karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air (Suprapto, 1998).
3. Komposisi Gizi
Komposisi kimia jagung bervariasi menurut jenis varietas, cara tanam, iklim, dan tingkat kematangan. Komponen gizi utama yang terdapat dalam biji jagung adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Kandungan karbohidrat jagung terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan. Jumlah lemak dan protein yang terkandung dalam jagung muda lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung tua (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Nilai kandungan gizi dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 1.
Komponen paling besar dari biji jagung adalah karbohidrat dalam bentuk pati, gula, pentosan, dan serat. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati. Biji jagung mengandung pati 54.1-71.7%, sedangkan kandungan gulanya 2.6-12.0% (Richana dan Suarni, 2009) Sekitar 85% dari total pati jagung terdapat dalam endosperm. Kandungan gula jagung berkisar antara 1-3% yang terdiri dari sukrosa pada lembaga (57%) dan sisanya terdapat dalam endosperm (Leonard dan Martin, 1963).
(32)
Tabel 1. Kandungan gizi biji jagung dalam 100 gram bahan
No. Substansi Persentase (%)
1. Air 13.5
2. Protein 10
3. Minyak/Lemak 4
Karbohidrat:
- Zat Tepung 61
- Gula 1.4
- Pentosan 6
4.
- Serat Kasar 2.3
5. Abu 1.4
6. Zat lain-lain 0.4
Sumber: Leonard dan Martin (1963)
Karbohidrat dalam makanan yang berbeda dapat dikarakterisasi oleh Indeks Glikemik (IG). Indeks glikemik merupakan respon glikemik ketika memakan sejumlah karbohidrat dalam pangan dan dapat dijadikan indikator tidak langsung dari respon insulin tubuh (Buyken et al., 2006). Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur kimia karbohidrat, derajat kematangan, metode pengolahan pangan, serta jumlah dan tipe serat yang terkandung dalam pangan.
Berdasarkan penggunaan glukosa sebagai pembanding (IG = 100), pangan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu pangan IG rendah dengan rentang nilai IG ≤55, pangan IG sedang dengan rentang nilai IG 55-69, dan pangan IG tinggi dengan rentang nilai IG ≥70 (Brand-Miller dan Foster-Powell, 1999).
Jagung dan ubi jalar termasuk ke dalam kelompok pangan IG rendah. Jagung memiliki nilai IG 55, sedangkan ubi jalar memiliki nilai IG 54 (www.carbs-information.com). Sumber karbohidrat lainnya yakni sagu tergolong ke dalam kelompok pangan IG sedang dengan nilai IG 64 (www.aminoz.com.au). Sementara ubi kayu merupakan pangan IG tinggi dengan nilai IG sebesar 94 (Susanto, 1990).
Menurut Nugraha (2008), beras memiliki nilai IG yang bervariasi sesuai dengan varietasnya. Umumnya beras tergolong dalam pangan IG sedang dengan rentang nilai IG 56-69. Namun ada beberapa varietas beras
(33)
yang memiliki nilai IG rendah seperti beras IR 36 dan ada pula varietas beras yang memiliki nilai IG tinggi seperti beras Mekongga. Pangan dengan jenis karbohidrat yang dapat dipecah dengan cepat selama proses pencernaan akan memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan dengan IG rendah karbohidratnya akan dipecah secara lambat sehingga proses pelepasan glukosa ke dalam darah terjadi dengan lambat (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Terkonsentrasi pada lembaga, kandungan lemak biji jagung terkendali secara genetik dan berkisar antara 3-18%. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif rendah, sedangkan kandungan asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi terutama asam linoleat (Suarni dan Widowati, 2009). Persentase lemak jagung dapat meningkat selama perkembangan biji (Berger, 1962).
Bagian jagung yang mengandung minyak adalah lembaga (germ). Pada lembaga, kandungan minyak yang dapat diekstrak rata-rata 52%. Minyak jagung relatif stabil karena kandungan asam linolenatnya sangat kecil dan mengandung antioksidan alami yang tinggi (Suarni dan Widowati, 2009). Komposisi asam lemak pada jagung kuning dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi asam lemak jagung kuning dalam 100 gram bahan Asam Lemak Persentase (%)
Palmitat (16:0) 0.569
Stearat (18:0) 0.075
Palmitoleat (16:1) 0.004
Oleat (18:1) 1.247
Linoleat (18:2) 2.097 Linolenat (18:3) 0.065 Sumber: www.nutritiondata.com
Sekitar 80% protein biji jagung berada di endosperm. Jenis protein yang terkandung dalam jagung adalah prolamin, zein, serta glutelin. Zein merupakan globulin yang larut dalam larutan netral dan larutan garam. Zein adalah protein utama dalam endosperm dan berkualitas rendah karena kekurangan asam amino esensial lisin dan triptofan (Berger, 1962). Jumlah
(34)
protein dalam biji jagung bergantung pada interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan faktor fisiologis (Leonard dan Martin, 1963). Mutu gizi jagung sebagai bahan pangan ditentukan oleh asam amino penyusun protein. Komposisi asam amino pada jagung kuning dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi asam amino jagung kuning dalam 100 gram bahan Asam Amino Persentase (%)
Triptofan 0.067 Treonin 0.354 Isoleusin 0.337 Leusin 1.155 Lisin 0.265 Metionin 0.197 Sistein 0.170 Fenilalanin 0.463 Tirosin 0.383 Valin 0.477 Arginin 0.470 Histidin 0.287 Alanin 0.705
Asam Aspartat 0.655
Asam Glutamat 1.768
Glisin 0.386 Prolin 0.822 Serin 0.447 Sumber: www.nutritiondata.com
Asam amino lisin merupakan asam amino esensial yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Asam amino ini sangat berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang, membantu penyerapan kalsium, dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Lisin dibutuhkan untuk menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen. Lisin juga berperan sebagai komponen antiviral serta dapat melindungi dari cold sore dan virus herpes (Arnita, 2007). Asam amino lisin dalam jagung memiliki nilai yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan komoditi pangan penghasil pati lainnya seperti
(35)
beras, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu. Perbandingan kandungan asam amino lisin dari lima komoditi pangan tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan kandungan asam amino lisin dari lima komoditi pangan penghasil pati dalam 100 gram bahan
Komoditi Pangan Persentase Kandungan Asam Amino Lisin (%)
Berasa 0.246
Jagungb 0.265
Ubi Kayub 0.088
Ubi Jalarb 0.091
Saguc 0.125
Sumber:
a
www.asiamaya.com, b www.nutritiondata.com, c www.ernaehrung.de
Ketersediaan komponen gizi lain seperti serat, vitamin, dan mineral dalam jagung sangat kecil. Serat kasar pada jagung sekitar 2.1-2.3% dengan komponen terbesarnya berupa hemiselulosa (41-46%) yang terdapat dalam kulit ari (Berger, 1962). Kulit ari jagung terdiri atas 75% hemiselulosa, 25% selulosa, dan 0.1% lignin (Suarni dan Widowati, 2009). Biji jagung memiliki kadar abu sekitar 1.4%, sedikit di bawah serat kasarnya. Bagian lembaga jagung mengandung mineral yang lebih tinggi dibandingkan bagian endosperma. Kandungan Fe jagung bergantung pada warna bijinya. Jagung kuning-oranye mengandung Fe lebih tinggi dibanding jagung kuning, sedangkan jagung putih memiliki kandungan Fe sangat rendah (Suarni dan Widowati, 2009). Jagung kekurangan mineral kalsium tetapi kaya akan fosfor dan potasium (Berger, 1962).
Vitamin jagung paling banyak terdapat pada lembaga dan lapisan paling luar endosperm. Kandungan vitamin larut air pada biji jagung sebagian besar terdapat pada lapisan aleuron, lembaga, dan endosperma. Tiamin dan riboflavin merupakan vitamin larut air utama jagung. Jagung tidak mengandung vitamin B12 (cobalamin). Biji tua jagung mengandung sangat sedikit asam askorbat dan piridoksin. Vitamin lainnya yang terdapat dalam jumlah sedikit adalah asam folat dan pantotenat (Suarni dan Widowati, 2009).
(36)
Jagung mengandung dua vitamin larut lemak yaitu provitamin A (karotenoid) dan vitamin E. Sebagian besar karotenoid terdapat dalam endosperma, sedangkan lembaga hanya mengandung sedikit karotenoid. Sebaliknya, vitamin E lebih banyak terkonsentrasi pada bagian lembaga jagung. Karotenoid umumnya terdapat pada biji jagung kuning. Kandungan karotenoid pada jagung biji kuning terdiri atas betakaroten (22%) dan kriptosantin (51%) (Suarni dan Widowati, 2009). Karotenoid membantu fungsi-fungsi seluler sebagai prekursor vitamin A dan berperan penting untuk penglihatan, pertumbuhan, diferensiasi jaringan, reproduksi, serta perawatan sistem kekebalan (Ball, 2000). Perbandingan kandungan beta karoten dari lima komoditi pangan sumber karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan kandungan beta karoten dari lima komoditi pangan sumber karbohidrat dalam 100 gram bahan
Komoditi Pangan Kandungan Beta Karoten (mcg)
Berasa -
Jagunga 97
Ubi Kayua 8
Ubi Jalar Putihb 260
Ubi Jalar Merahb 2900
Ubi Jalar Jinggab 9900
Saguc 100
Sumber:
a
www.nutritiondata.com, b www.pitoyo.com, c www.ernaehrung.de
4. Jenis
Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung dibedakan ke dalam tujuh jenis berdasarkan karakteristik bijinya, yaitu:
a. Dent Corn
Jagung jenis ini memiliki biji berbentuk seperti gigi kuda. Bentuk ini disebabkan oleh pengkerutan lapisan pati lunak selama proses pematangan. Jagung gigi kuda memiliki lekukan di puncak biji yang terjadi karena pati keras terdapat di pinggir biji, sedangkan pati lunak berada di puncak biji. Jagung ini umumnya memiliki biji berwarna putih dan kuning.
(37)
b. Flint Corn
Jenis ini disebut dengan jagung mutiara. Jagung mutiara lebih cepat matang namun hanya sedikit mengandung pati lunak. Pada jenis ini, pati keras berkumpul pada mahkota jagung, sedangkan pati lunaknya berkumpul pada bagian tengah jagung. Jagung mutiara memiliki endosperma yang tebal dan keras mengelilingi inti granula yang kecil dan lunak. Bagian atas bijinya berbentuk bulat dan tidak berlekuk.
c. Sweet Corn
Jagung ini memiliki gen resesif yang menghambat konversi gula menjadi pati sehingga memberikan karakteristik manis. Ciri lain jagung ini adalah bijinya yang dapat berubah menjadi keriput bila dikeringkan.
d. Pop Corn
Jenis ini disebut dengan jagung berondong karena dapat meledak (popping) ketika dipanaskan. Popping terjadi akibat proses penghilangan kelembaban yang cepat dari tiap biji setelah hidrolisis parsial selama pemanasan. Butir biji jagung ini memiliki bentuk agak meruncing dengan ukuran yang kecil. e. Flour Corn
Pada jenis ini, seluruh patinya merupakan pati lunak. Jagung tepung merupakan jenis tertua dan ditemukan sejak zaman suku Aztek dan Inca. Endsoperm jagung tepung bersifat lunak, mudah ditepungkan, dan mudah ditumbuhi kapang.
f. Pod Corn
Jagung ini memiliki ciri yang khas dimana tongkol dan bijinya diselubungi oleh kelobot. Jagung ini juga disebut dengan jagung polong dan sering digunakan sebagai tanaman hias.
g. Waxy Corn
Endosperm jagung ini seluruhnya terdiri atas amilopektin. Biji jagung ini mirip lilin dan patinya bersifat gummy dengan beberapa karakteristik menyerupai tepung tapioka. Jagung ketan
(38)
memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi sehingga memiliki rasa yang pulen.
Menurut Suprapto (1998) golongan jagung yang terdapat di Indonesia ada empat macam yaitu jagung gigi kuda, jagung mutiara, jagung berondong, dan jagung manis. Perbandingan bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung (dari kiri ke kanan): jagung berondong (pop corn), jagung manis (sweet corn), jagung tepung (flour corn), jagung mutiara (flint corn), jagung gigi kuda (dent corn), dan jagung polong (pod corn) (Wolfe dan Kipps, 1959).
5. Produktivitas
Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9.4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18.2 trilyun (Zubachtirodin et al., 2009).
Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2007, selama periode 2001-2006 rata-rata luas areal panen jagung di Indonesia sekitar 3.35 juta hektar/tahun dengan laju peningkatan 0.95% per tahun. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata luas areal panen jagung tahun 1995-1999 yang mencapai 3.61 juta hektar/tahun (Badan Pusat Satistik, 1999).
(39)
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai 3.47 ton/hektar pada tahun 2006. Namun, tingkat produktivitas ini cenderung meningkat dengan laju 3.38% per tahun. Dalam periode 1990-2006, produksi jagung rata-rata mencapai 9.1 juta ton dengan laju peningkatan 4.17% per tahun (Departemen Pertanian, 2007). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh peningkatan produktivitas daripada peningkatan luas panen. Data perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi jagung di Indonesia disajikan pada Tabel 6, Lampiran 1, dan Lampiran 2.
Tabel 6. Perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi jagung tahun 1990-2006
Tahun Luas areal panen (juta hektar)
Produktivitas (ton/hektar)
Produksi (juta ton)
1990 3.158 2.13 6.734
1991 2.909 2.15 6.255
1992 3.629 2.20 7.995
1993 2.939 2.20 6.459
1994 3.109 2.21 6.869
1995 3.651 2.26 8.245
1996 3.744 2.49 9.307
1997 3.355 2.61 8.771
1998 3.456 2.94 10.169
1999 3.848 2.39 9.204
2000 3.500 2.76 9.677
2001 3.286 2.79 9.165
2002 3.127 3.09 9.654
2003 3.359 3.24 10.886
2004 3.357 3.34 11.225
2005 3.625 3.45 12.523
2006 3.346 3.47 11.609
Rata-rata 3.346 2.69 9103
r (%/tahun) 0.96 3.38 4.17
Sumber: Departemen Pertanian (2007)
Produksi jagung tahun 2008 mencapai 15.86 juta ton pipilan kering atau naik sebesar 2.57 juta ton (19.36%) dibandingkan dengan produksi tahun 2007. Peningkatan produksi terjadi karena kenaikan luas panen dan produktivitas (Badan Pusat Statistik, 2008).
(40)
Pada dekade 1995-1999, terdapat lima propinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Tiga propinsi penghasil jagung terbesar yang memiliki laju pertumbuhan produktivitas melebihi rata-rata 6% per tahun adalah Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik, 1999). Sementara pada tahun 2008, penyebaran sentra produksi jagung meliputi propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik, 2008).
6. Pemanfaatan
Jagung sebagai sumber bahan pangan telah dimanfaatkan untuk makanan pokok, makanan penyela, makanan kecil, tepung, kue, roti, mie, dan bubur. Kegunaan lain dari jagung antara lain sebagai makanan ternak serta bahan baku industri seperti pati, glukosa, sirup, dekstrin, alkohol, dan minyak (Hubeis, 1984).
Penggilingan jagung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggilingan basah dan penggilingan kering. Penggilingan basah (wet milling) dilakukan dengan merendam jagung terlebih dahulu di dalam air, setelah itu dikeringkan. Produk hasil penggilingan basah (wet milling) antara lain corn syrup, corn sugar, minyak, dekstrin, makanan ternak, dan pati. Penggilingan kering (dry milling) dilakukan tanpa proses perendaman terlebih dahulu. Produk hasil penggilingan kering (dry milling) antara lain corn meal, tepung, grits, dan sereal sarapan. (Berger, 1962).
Di Afrika Selatan jagung dikonsumsi dalam bentuk bubur dengan nama “Ugali”, sedangkan di Afrika Timur dengan nama “Chenga” dan “Polenta” di Italia. Sementara di Meksiko dan Amerika Tengah jagung dikonsumsi dalam bentuk roti dengan nama “Tortillas”. Di Indonesia jagung biasa dimakan dalam bentuk beras jagung. Jenis jagung yang umum digunakan dalam pembuatan beras jagung adalah jagung mutiara dan jagung gigi kuda (Suprapto, 1998).
(41)
B. BERAS JAGUNG
Istilah beras jagung merujuk pada butiran yang dihasilkan dari penggilingan biji jagung. Tahapan lain yang sering diterapkan dalam pembuatan beras jagung adalah penyosohan untuk menghasilkan beras dengan warna kuning mengkilat. Sejak dahulu kala, beras jagung telah diolah secara tradisional menjadi nasi jagung.
Dalam perkembangannya, beras jagung mengalami pengolahan dengan teknik instanisasi menghasilkan beras jagung instan. Beras jagung instan ini siap dimasak menjadi nasi jagung dalam waktu ± 5 menit. Produk ini dibuat melalui proses penggilingan biji jagung yang diikuti dengan proses pre-gelatinisasi (pre-cooking) dan pengeringan (Supriadi, 2004).
Pengolahan beras jagung menjadi nasi jagung tidak jauh berbeda dengan pemasakan beras padi. Pada umumnya beras jagung diolah melalui tahap perebusan, namun ada pula yang melalui tahap pengukusan. Di Indonesia sendiri, terdapat beragam cara pengolahan nasi jagung secara tradisional.
Masyarakat Jawa mengenal nasi jagung dengan sebutan sego jagung. Nasi jagung ini berupa butiran halus berwarna putih sedikit kekuningan. Beras jagung dibuat dari biji jagung yang dikeringkan kemudian ditumbuk halus dan dikukus hingga menghasilkan nasi jagung.
Ada pula proses pembuatan nasi jagung tradisional yang memakan waktu hingga dua hari. Pertama, biji jagung disosoh dengan menggunakan alu dan lumpang kayu. Setelah kulit dan mata jagung terlepas, beras jagung yang telah disosoh kemudian direndam selama satu malam. Beras jagung yang telah direndam satu malam lalu ditumbuk hingga menjadi tepung halus. Tepung halus inilah yang kemudian dikukus menjadi nasi jagung.
Di Jawa Timur, jagung biasanya diolah secara basah dengan perendaman terlebih dahulu. Setelah jagung direndam kemudian ditumbuk atau digiling, kotorannya dibuang dengan cara ditampi dan tepungnya dipisahkan dengan menggunakan ayakan hingga diperoleh beras jagung. Beras jagung dapat dimasak seperti memasak beras, namun memerlukan perendaman dengan air dingin selama kira-kira setengah jam sebelumnya (Suprapto, 1998).
(42)
C. PATI
Pati merupakan polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat dalam bentuk butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan yakni amilosa yang merupakan senyawa rantai lurus dan amilopektin yang merupakan komponen bercabang (DeMan, 1997).
Amilosa adalah polimer linear dari unit α-D-glukosa. Satuan glukosa dalam amilosa dihubungkan secara khusus dengan ikatan glukosida α-1,4. Berat molekul amilosa berkisar antara 250.000 (1500 unit anghidroglukosa). Amilosa memiliki sifat unik yakni mampu membentuk kompleks dengan Iodin, alkohol organik, dan asam. Kompleks ini disebut dengan clathrates atau helical inclusion compounds (Hoseney, 1998).
Amilopektin merupakan komponen pati yang terdiri dari rantai residu α-D-glukopiranosil yang berikatan 1,4 dan 1,6 membentuk percabangan. Komponen kristalin dari amilopektin terdiri dari rantai linear yang tersusun paralel dan membentuk struktur double helix (White dan Tziotis, 2004). Percabangan amilopektin disebabkan oleh adanya ikatan α-1,6 pada titik tertentu dalam molekul. Cabang amilopektin mengandung sekitar 20-30 satuan glukosa (DeMan, 1997).
Molekul amilopektin terdiri dari tiga tipe rantai molekul yakni rantai A, rantai B, dan rantai C. Rantai A merupakan glukosa yang berikatan α-1,4 sementara rantai B merupakan glukosa yang berikatan α-1,4 dan α-1,6. Rantai C tersusun atas glukosa dengan ikatan α-1,4 dan α-1,6 serta gugus pereduksi. Berat molekul amilopektin dapat mencapai 108 (Hoseney, 1998).
Amilosa terdiri atas 500-20000 unit glukosa yang berbentuk heliks pada ujung antar unit-unit glukosa, sedangkan amilopektin terdiri lebih dari 2 juta unit glukosa dimana setiap 20 sampai 30 unit glukosa memiliki ikatan α-1,6 (Chaplin, 2008). Struktur amilosa dan amilopektin disajikan pada Gambar 4.
(43)
(a) (b) Gambar 4. (a) Struktur amilosa dan (b) struktur amilopektin (Chaplin, 2008)
Sifat fungsional pati bergantung pada berat molekul, ukuran, dan struktur amilosa-amilopektin. Perbedaan distribusi berat molekul dan struktur molekul menyebabkan perbedaan sifat retrogradasi, viskoelastisitas, dan karakteristik reologi. Amilopektin mempengaruhi karakteristik pembengkakan granula, viskositas, suhu puncak, viskositas puncak, pembentukan pasta, dan kekuatan gel selama penyimpanan. Amilosa mempengaruhi perbedaan setback dan viskositas akhir selama pembentukan pasta (White dan Tziotis, 2004).
Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkendali secara genetik. Secara umum, baik jagung yang mempunyai tipe endosperma gigi kuda (dent) maupun mutiara (flint) mengandung amilosa 25-30% dan amilopektin 70-75%. Namun jagung pulut (waxy maize) dapat mengandung 100% amilopektin (Suarni dan Widowati, 2009).
Dalam bentuk aslinya, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati terdiri dari lapisan tipis yang tersusun secara memusat membentuk kristal-kristal (Hubeis, 1984). Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik spesifik bagi setiap jenis pati. Pati jagung memiliki bentuk dan ukuran granula yang lebih besar daripada granula pati dalam beras padi. Granula pati jagung memiliki ukuran medium dengan diameter sekitar 10-25 μm (Pomeranz, 1991). Granula pati jagung berbentuk bulat dan bersudut (DeMan, 1997).
Pati pada biji jagung terdapat pada endosperm (86.4%), lembaga (8.2%), dan tip cap (5.3%). Pada bagian endosperm horny, granula pati jagung berbentuk angular atau poligonal, sedangkan pada pati floury granulanya
(44)
berbentuk bulat (Whistler et al., 1984). Pati jagung umumnya mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin. Struktur pati jagung dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama masa pertumbuhan diantaranya suhu pada lokasi penanaman (White dan Tziotis, 2004).
D. SIFAT BIREFRINGENCE DAN GELATINISASI PATI
Gelatinisasi merupakan suatu perubahan bentuk granula pati yang bersifat irreversible yang terjadi bila granula pati diberi air yang berlebih dan diikuti oleh pemanasan (Belitz dan Grosch, 1999). Proses gelatinisasi umumnya diikuti dengan hilangnya sifat birefringence dan meningkatnya kerentanan granula pati terhadap degradasi enzimatis (Greenwood, 1976).
Perubahan yang terjadi selama gelatinisasi pati adalah hidrasi dan pembengkakan ukuran granula pati, hilangnya sifat birefringence, peningkatan kekeruhan dan konsistensi, larutnya molekul amilosa, serta retrogradasi membentuk pasta atau gel. Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh beragam faktor antara lain konsentrasi, interaksi antara protein dengan pati, dan interaksi antara lipid dengan pati (Pomeranz, 1991).
Ketika granula pati dipanaskan, terjadi pemutusan ikatan antar misel kristalin amilosa dan amilopektin sehingga granula pati mulai berhidrasi dan membengkak. Derajat hidrasi ini bergantung pada suhu, pH, pengadukan, dan konsentrasi. Pemanasan yang terus menerus disertai peningkatan temperatur dapat menyebabkan molekul granula pati rusak (Wong, 1989).
Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa zat kimia. Ada zat kimia yang memicu pemecahan ikatan hidrogen dan meningkatkan gelatinisasi, ada pula zat yang menghambat gelatinisasi karena berperan sebagai pelarut (Bhattacharya dan Hanna, 1987). Suhu gelatinisasi akan meningkat bersamaan dengan peningkatan berat molekul atau peningkatan konsentrasi dari larutan. Pemanasan dengan jumlah air sedikit juga dapat meningkatkan suhu dan magnitudo endoterm gelatinisasi (White dan Tziotis, 2004).
Alkali pada konsentrasi tertentu dapat memicu gelatinisasi pati. Konsentrasi gula yang tinggi juga mampu meningkatkan gelatinisasi (Hsieh et
(45)
al., 1990). Gula dapat menstabilkan struktur air sehingga interaksi spesifik antara pati dan larutan akan terbentuk. Interaksi ini akan menstabilkan struktur amorf dari granula pati dan meningkatkan suhu gelatinisasi (White dan Tziotis, 2004).
Pati jagung memiliki suhu gelatinisasi berkisar antara 62-72° C (Pomeranz, 1991). Menurut Metcalf dan Lund (1985) pati dengan suhu gelatinisasi yang tinggi memiliki lebih banyak ikatan hidrogen dan ikatan antar molekul pati yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan biji memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi yang lebih besar. Suhu gelatinisasi yang tinggi mengindikasikan struktur krsitalin yang lebih banyak sehingga lebih tahan (resisten) terhadap penetrasi air, pembengkakan, dan gelatinisasi. Sementara pati dengan suhu gelatinisasi yang rendah dapat menyerap air lebih cepat.
Proses gelatinisasi juga menyebabkan hilangnya sifat birefringence dari granula pati. Pati yang telah diberi perlakuan pemanasan dengan air akan kehilangan sifat birefringence secara bertahap tergantung suhu dan waktu gelatinisasi yang digunakan, sedangkan pati mentah akan memperlihatkan sifat birefringence yang jelas gelap-terangnya (Hoseney, 1998). Hilangnya sifat birefringence ini disebabkan oleh pemecahan ikatan molekul pati sehingga ikatan hidrogen mengikat lebih banyak molekul air (Fennema, 1996). Temperatur dimana seluruh sifat birefringence dari granula pati telah hilang disebut dengan Birefringence End Point Temperature (BEPT).
Sifat birefringence adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi yang akan memberikan warna gelap terang jika kristal granula pati diamati dengan mikroskop polarisasi (Collison, 1968). Kontras gelap-terang ini akan tampak sebagai warna biru kuning. Warna biru kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh perbedaan indeks refraksi granula pati yang dipengaruhi oleh struktur amilosa dalam pati. Sebagian cahaya yang melewati granula pati dapat diserap oleh bentuk heliks dari amilosa. Penyerapan cahaya oleh heliks amilosa ini akan terjadi secara intensif jika arah getar dari gelombang cahaya paralel terhadap sumbu heliks (French, 1984).
Sifat birefringence granula pati juga dapat dirusak dengan perlakuan secara mekanis. Penggilingan pati pada suhu ruang secara nyata mampu
(46)
merusak sifat kristal pati. Intensitas birefringence sangat bergantung pada derajat dan orientasi kristal. Pati dengan kadar amilosa tinggi akan memiliki intensitas birefringence lebih lemah dibandingkan pati dengan kadar amilopektin tinggi (Hoseney, 1998).
E. RICE COOKER
Rice cooker merupakan alat yang digunakan untuk memasak nasi secara otomatis. Rice cooker umumnya mampu menjaga nasi tetap hangat hingga lebih dari 24 jam untuk mencegah nasi menjadi basi. Menurut Toothman (2008) proses penanakan nasi dalam rice cooker terjadi dalam empat tahap yaitu penambahan air, pendidihan (boiling), penyerapan air (absorbing water), dan pendiaman (resting).
Prinsip penanakan nasi dengan menggunakan rice cooker sama dengan pembuatan nasi liwet. Pada proses pembuatan nasi liwet, beras dimasukkan ke dalam panci berisi air pada volume tertentu lalu dimasak di atas api. Air yang telah mendidih menandakan beras yang ada di dalam panci mulai menjadi lembek dan banyak menyerap air. Pada saat beras telah matang menjadi nasi, seluruh air yang terdapat dalam panci telah habis diserap oleh beras. Tahap terakhir dalam meliwet nasi adalah pengadukan yang bertujuan agar tidak terbentuk kerak nasi.
Komponen penyusun rice cooker terdiri atas badan utama (main body), panci pemasak (inner cooking pan), plat pemanas elektrik (electric heating plate), sensor panas (thermal-sensing device), dan beberapa tombol (Toothman, 2008). Panci pemasak rice cooker biasanya terbuat dari bahan anti lengket (non-stick) atau dilapisi dengan teflon. Panci ini bisa diangkat dan dipindahkan (removable).
Di bawah panci pemanas terdapat heater dan thermostat. Sejenis per (spring) menekan thermostat ke bagian bawah panci pemanas untuk menjamin kontak panas yang baik sehingga tercapai suhu pemasakan yang diinginkan. Sensor panas (thermostat) yang diletakkan di bagian bawah badan utama rice cooker dilengkapi dengan termometer yang dapat mengukur suhu dari panci
(47)
pemasak beserta isinya (Anonim, 2008). Komponen penyusun rice cooker diperlihatkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Komponen penyusun rice cooker (www.howstuffworks.com) Cara memasak nasi dengan menggunakan rice cooker sangat mudah. Beras dimasukkan ke dalam panci pemanas dengan jumlah yang diinginkan kemudian ditambahkan air dingin sesuai dengan takaran beras yang dimasukkan. Tahap terakhir adalah menutup tutup (lid) rice cooker dan menekan tombol masak (cook). Selanjutnya rice cooker akan memasak nasi secara otomatis.
Proses pemasakan nasi dengan menggunakan rice cooker diawali dengan pendidihan air. Air mendidih pada suhu 100° C dan ketika air telah mendidih secara sempurna maka suhu air tersebut tidak akan meningkat (Toothman, 2008). Temperatur dalam rice cooker tidak dapat melebihi titik didih air yakni suhu 100° C sehingga panas yang masuk ke dalam campuran beras dan air selama pemasakan hanya akan menyebabkan air mendidih (Anonim, 2008).
Selama masih terdapat air di dalam panci pemasak, temperatur dalam rice cooker akan tetap stabil. Pada tahap pemasakan air, sebagian air telah diserap oleh beras dan sebagian lainnya menguap selama pendidihan. Saat semua air yang ada di dalam panci pemasak telah habis, temperatur akan mulai meningkat melebihi titik didih air. Sensor panas (thermostat) pada rice cooker akan menangkap perubahan suhu ini kemudian secara otomatis akan mengubah operasi rice cooker ke kondisi mati (swicth off) atau kondisi hangat (switch to warming cycle). Kondisi operasi hangat (warming mode) menjaga nasi tetap hangat dengan suhu tidak kurang dari 65° C (Anonim, 2008).
(48)
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pipil varietas P-11 dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah aquades, HCl 0.01 N, HCl 0.02 N, HCl 1 M, HCl 25%, K2SO4, NaOH 1 M,
HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator merah metil 0.2%,
methylen blue 0.2%, heksana, 0.1 M buffer fosfat pH 6.0, termamyl, pepsin, pankreatin, etanol 95%, aseton, dan etanol 78%.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disc mill, penyosoh (polisher), pengayak, rice cooker, mangkuk, kompor, panci, sendok, pisau, termometer, dan penggaris. Rice cooker yang digunakan adalah merk Cosmos tipe CRJ-101 TS dengan spesifikasi sebagai berikut: diameter panci pemasak 16 cm, konsumsi listrik rice cooker 350 watt, konsumsi listrik warmer jar 43 watt, power supply 220V-50/60 Hz, dan kapasitas 1 liter.
Alat-alat gelas yang digunakan dalam analisis adalah gelas piala, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 50 ml, gelas arloji, tabung reaksi bertutup, cawan porselen, pipet tetes, pipet volumetrik, pipet Mohr, labu lemak, labu takar, labu Kjeldahl 100 ml, kuvet, buret, kertas saring, erlenmeyer, serta kaca preparat dan penutupnya. Alat-alat lain yang digunakan untuk analisis adalah kapas, kertas saring Whatman no. 4, kertas saring whatman no. 42, cawan aluminium, alumunium foil, corong, batu didih, neraca analitik, alat destilasi, alat ekstraksi Soxhlet, oven biasa, desikator, tanur, waterbath, pH-meter, penyaring vakum, alat pendingin balik, dan mikroskop polarisasi.
B. METODE PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian
Penelitian dilakukan dalam enam tahapan yaitu pembuatan beras jagung, kajian Standard Operating Procedures (SOP) penanakan, penyusunan SOP penanakan, analisa komposisi nilai gizi, survei konsumen, serta pembuatan desain kemasan. Diagram alir kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
(49)
Gambar 6. Diagram alir kerangka penelitian
2. Pembuatan Beras Jagung
Pembuatan beras jagung dilakukan dengan menggunakan metode penggilingan kering (dry milling) tanpa melalui proses perendaman terlebih dahulu. Jagung pipil digiling dengan menggunakan disc mill sehingga menghasilkan beras jagung. Penggilingan ini bertujuan mereduksi ukuran biji jagung menjadi butiran-butiran kecil. Hasil penggilingan kemudian disosoh dengan menggunakan alat penyosoh beras (polisher) untuk menghilangkan kulit biji yang masih menempel dan memperhalus bentuk butiran beras jagung.
Beras jagung yang telah mengalami penyosohan selanjutnya diayak dengan menggunakan pengayak manual dengan empat variasi ukuran pengayak sehingga diperoleh beras jagung dengan ukuran >4 mm, 3.35-4 mm, 2.36-3.35 mm, 1.18-2.36, dan <1.18 mm. Beras jagung yang telah dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, densitas kamba, dan distribusi ukurannya. Diagram alir pembuatan beras jagung dapat dilihat pada Gambar 7.
Analisis rendemen, densitas kamba, dan distribusi ukuran beras
Penyusunan SOP penanakan
Analisa komposisi nilai gizi
Pembuatan desain kemasan Survei konsumen Pembuatan beras jagung
Kajian SOP Penanakan Analisis tingkat penyerapan air, tingkat
pengembangan, dan tingkat kematangan
(50)
Gambar 7.Diagram alir pembuatan beras jagung
3. Kajian SOP Penanakan
Kajian SOP dilakukan untuk menentukan SOP penanakan yang terdiri atas SOP perbandingan beras jagung dan air tanak serta SOP perlakuan awal. Kajian SOP terdiri atas dua tahap. Tahap pertama bertujuan menentukan perbandingan beras jagung dan air tanak yang optimal. Tahap kedua bertujuan menentukan perlakuan awal yang optimal untuk beras jagung. Tahap kedua hanya dilakukan jika pada tahap pertama belum diperoleh SOP penanakan yang baik.
Pada kajian SOP tahap pertama, beras jagung ditanak langsung (tanpa perlakuan awal) menggunakan rice cooker dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, dan 1:8. Pada kajian SOP tahap kedua, beras jagung diberi perlakuan awal terlebih dahulu sebelum ditanak. Beras jagung yang telah mendapat perlakuan awal kemudian ditanak menggunakan rice cooker dengan penambahan air tanak sesuai dengan hasil kajian SOP tahap pertama.
Perlakuan awal yang diterapkan adalah perendaman dalam air dingin (± 27° C) dan perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C). Air panas yang digunakan suhunya tidak dipertahankan konstan 100° C selama perendaman. Variabel waktu perendaman dalam air dingin adalah
Digiling dengan disc mill
Disosoh dengan polisher
Diayak Jagung Pipil
(51)
1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam, sedangkan untuk perendaman dalam air panas adalah 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit.
Pemilihan kedua metode perlakuan awal tersebut didasarkan pada gelatinisasi granula pati. Menurut Belitz dan Grosch (1999) proses gelatinisasi terjadi bila granula pati diberi air yang berlebih dan diikuti oleh pemanasan. Perendaman bertujuan melunakkan endosperma keras dan memasukkan air ke dalam granula pati sehingga penetrasi panas pada saat penanakan dengan rice cooker menjadi lebih cepat.
Pada kajian SOP ini dilakukan analisa tingkat penyerapan air, tingkat pengembangan, dan tingkat kematangan. Diagram alir kajian SOP dapat dilihat pada Gambar 8.
(52)
Gambar 8.Diagram alir kajian SOP Beras jagung
Ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air tanak
1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, dan 1:8
Dianalisis tingkat kematangan
Dipilih perbandingan beras jagung dan air
tanak optimal
Ditanak dengan penambahan air tanak
sesuai SOP Perbandingan Beras Jagung dan Air Tanak
Direndam dalam air panas (suhu awal ± 100o
C) selama 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60
menit Direndam dalam air
dingin (± 27o
C) selama 1 jam, 2 jam, 3
jam, 4 jam, dan 5 jam
Beras jagung
Dipilih perlakuan awal yang optimal
Dianalisis tingkat kematangan SOP
Perbandingan Beras Jagung dan Air Tanak
SOP Perlakuan Awal SOP
Penanakan
(53)
4. Penyusunan SOP Penanakan
SOP penanakan terdiri atas SOP perbandingan antara beras jagung dan jumlah air tanak yang harus ditambahkan serta SOP perlakuan awal yang harus diberikan pada beras jagung. SOP penanakan ini disusun berdasarkan hasil kajian SOP.
Untuk mengetahui takaran penanakan beras jagung, pada tahap ini juga dilakukan kajian SOP perbandingan beras jagung dan air tanak dengan menggunakan variasi jumlah beras jagung 50 gram, 80 gram, 100 gram, 150 gram, dan 200 gram. Proses ini bertujuan mengetahui jumlah air tanak optimal yang harus ditambahkan untuk setiap jumlah beras jagung tertentu.
5. Survei Konsumen
Survei konsumen dilakukan untuk mengetahui tingkat preferensi (kesukaan) konsumen terhadap ukuran beras jagung, ukuran kemasan, dan harga jual yang diinginkan oleh konsumen. Survei ini dilakukan kepada 30 orang responden (panelis tidak terlatih) yang meliputi kelompok ibu rumah tangga, pegawai, dan mahasiswa. Survei dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner dan uji organoleptik.
Pengukuran tingkat preferensi konsumen terhadap ukuran beras jagung dilakukan dengan uji organoleptik, sedangkan tingkat preferensi terhadap ukuran kemasan dan harga jual beras jagung dilakukan dengan metode kuesioner. Responden diminta untuk memilih satu diantara empat pilihan jawaban yang tersedia pada kuesioner. Jawaban tersebut mewakili pilihan (opsi) ukuran kemasan dan harga jual beras jagung.
Uji organoleptik bertujuan mengetahui tingkat preferensi konsumen terhadap keempat ukuran beras jagung. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rangking hedonik dengan parameter ukuran beras jagung. Panelis diminta untuk memberikan penilaian peringkat kesukaan terhadap keempat ukuran beras jagung. Hasil penilaian peringkat kesukaan ukuran beras jagung selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis Friedman Test dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
(54)
6. Pembuatan Desain Kemasan
Desain kemasan beras jagung disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang disertakan, dimasukkan, ditempelkan, atau menjadi bagian pada kemasan pangan. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 Pasal 12 menyebutkan bahwa bagian utama label pangan terdiri dari nama produk, berat bersih atau isi bersih, serta nama dan alamat pihak yang memproduksi. Desain kemasan beras jagung yang dibuat dalam penelitian ini juga mencantumkan nilai kandungan gizi (nutrition fact), cara memasak, dan takaran penanakan.
C. METODE ANALISIS
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis fisik dan analisis kimia. Seluruh data analisis diperoleh dari dua ulangan dan dua analisis (duplo), kecuali data analisis rendemen dan distribusi ukuran diperoleh dari tiga kali penggilingan (tiga ulangan) dan satu analisis (simplo).
a. Analisis Fisik 1. Rendemen
Nilai rendemen pembuatan beras jagung didasarkan pada perbandingan antara total berat beras jagung yang telah disosoh dengan berat jagung pipil awal yang digunakan.
Rendemen (%) = berat beras hasil sosoh x 100% berat jagung pipil
2. Distribusi Ukuran
Perhitungan distribusi ukuran beras jagung didasarkan pada perbandingan antara berat beras jagung ukuran tertentu dengan total berat beras jagung. Perhitungan distribusi ukuran beras jagung juga didasarkan pada perbandingan antara berat beras jagung ukuran tertentu dengan berat jagung pipil yang digunakan.
(55)
Distribusi Ukuran = berat beras ukuran X x 100% (% terhadap beras jagung total) berat total beras jagung
Distribusi Ukuran (% dari jagung pipil) = berat beras ukuran X x 100% berat jagung pipil
3. Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Penentuan nilai densitas kamba beras jagung dilakukan dengan menggunakan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan berat gelas ukur kosong, kemudian beras jagung dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml hingga tanda tera dan ditimbang. Berat 50 ml beras jagung ditentukan berdasarkan selisih antara berat gelas ukur 50 ml yang diisi beras jagung hingga tanda tera dengan berat gelas ukur 50 ml kosong. Densitas kamba didasarkan pada perbandingan antara berat 50 ml beras jagung dengan volume gelas ukur yakni 50 ml.
Berat Jagung 50 ml (g) = (berat gelas ukur + jagung) – berat gelas ukur kosong
Densitas Kamba (g/ml) = berat beras jagung 50 ml (g) x 100 volume gelas ukur (50 ml)
4. Tingkat Penyerapan Air
Penentuan tingkat penyerapan air beras jagung ditentukan berdasarkan jumlah air yang diserap oleh beras jagung selama perlakuan awal yakni selama perendaman dalam air dingin (± 27° C) dan perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C). Tingkat penyerapan air beras jagung diperoleh dari selisih antara jumlah air awal yang ditambahkan untuk merendam beras jagung dengan jumlah air sisa setelah perendaman selama waktu tertentu. Tingkat penyerapan air pada setiap variabel waktu perendaman kemudian dirata-ratakan untuk menghasilkan rata-rata tingkat penyerapan air beras jagung.
(1)
Lampiran 18.
Hasil penilaian survei konsumen
Ukuran Beras Jagung
Panelis > 4 mm
3.35- 4
mm
2.36-3.35
mm
1.18-2.36
mm
Ukuran
Kemasan
Harga
Jual
1
2 1 3 4a A
2
4 3 2 1b A
3
4 3 2 1b A
4
4 3 2 1b A
5
2 1 3 4b B
6
2 1 3 4d B
7
4 3 2 1d B
8
4 3 2 1d A
9
4 3 2 1b A
10
4 2 3 1b B
11
2 1 3 4d A
12
4 3 2 1d A
13
4 3 2 1b A
14
4 3 2 1b A
15
4 2 3 1b B
16
4 3 1 2b B
17
4 3 1 2c A
18
4 3 2 1b A
19
4 3 2 1b A
20
4 3 1 2b A
21
4 3 1 2d A
22
4 3 2 1d A
23
4 3 2 1b A
24
4 3 1 2b A
25
4 3 1 2d B
26
4 3 2 1d A
27
4 3 1 2b B
28
4 3 2 1b B
29
4 3 2 1b A
30
4 3 1 2b C
Keterangan:
A = Rp 3500
a = ½ liter
B = Rp 4000
b = 1 liter
C = Rp 4500
c = 3 liter
D = Rp 5000
d = 5 liter
(2)
Lampiran 19.
Hasil pengujian statistik penilaian peringkat kesukaan konsumen
NPar Tests
Friedman Test
RanksMean Rank rank_a 3.53 rank_b 2.70 rank_c 1.87 rank_d 1.90
Test Statistics(a)
N 30
Chi-Square 33.640
Df 3
Asymp. Sig. .000 a Friedman Test
Multiple Comparison Tests
Least Significant Difference (LSD)
LSD rank = t α/2∞√ p c ( c + 1) / 6
dimana p = jumlah panelis c = jumlah sampel
nilai t α/2∞ diperoleh berdasarkan tabel distribusi nilai t (O’Mahony, 1986)
nilai t α/2∞ untuk α 5% (0.05) adalah 1.960
LSD rank = t α/2∞√ p c ( c + 1) / 6
= 1.960 √ 30 x 4 (4+1) / 6
= 19.60
Selisih jumlah rank dari masing-masing contoh:
A-B = 112–80 = 32 > LSD rank B-C = 80–58 = 22 > LSD rank A-C = 112–58 = 64 > LSD rank B-D = 80–50 = 30 > LSD rank A-D = 112–50 = 62 > LSD rank C-D = 58–50 = 8 < LSD rank
(3)
(4)
Lampiran 21.
Desain tampak belakang kemasan beras jagung A dan B
(5)
(6)